HIRUP

HIRUP
mulih ka jati, mulang ka asal

Rabu, 18 Februari 2015

Alam Malakut

Assalamu`aikum wr.wb



Malaikat bagi masyarakat pada umumya adalah satu makhluk yang misterius, makhluk yang mengerikan dan tidak bisa dicapai dengan alat indera. Mereka memiliki sayap yang jumlahnya ratusan hingga ribuan sayap. Mereka makhluk yang diciptakan Allah dengan bentuk-bentuk yang unik. Maka dari situ muncul satu kecenderungan masyarakat terhadap pemahaman malaikat yang hanya bersifat personal. Artinya bahwa masyarakat mempersonkan malaikat dengan makhluk yang bertubuh Maka dari pemahaman masyarakat di atas, lalu muncul satu pertanyaan besar bagaimana sebenarnya pemahaman dan penafsiran malaikat menurut al-Qur'an dalam bingkai penafsiran Thabathaba'i dan ar-Razi, dua mufassir yang dalam hal ini mewakili dua periode tafsir. Kemudian bagaimana persaman dan perbedaan yang mendasari atas penafsirannya terhadap malaikat, serta bagaimana pula relevansi penafsiran keduanya dalam konteks ke-kinian ? Dari semua itu kemudian penulis menggunakan satu metode analitik yang menitik beratkan pada pendekatan komparatif, interpretatif dan historis. Thabathaba'i adalah salah satu mufasir yang menawarkan satu metode tafsir al-Qur'an bi al-Qur'an dengan pendekatan ra'yu dan menitik beratkan pada aspek filosofis dan sosiologis, sehingga penafsiran tentang malaikat yang ditawarkannyapun cenderung rasional. Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya yang mengatakan bahwa pada hakikatnya malaikat adalah esensi nur begitu menurut Thabathaba'i meskipun mereka tetap menjadi satu ciptaan yang memiliki fungsi dan tugas sebagai perantara Allah dengan alam semesta (alam musyahadah). Dengan kata lain penafsirannya tentang malaikat ditafsirinya dengan satu bentuk yang non materi (personal imaterial). Sedang ar-Razi salah satu mufasir yang menawarkan satu metode yaitu analitik dan menitik beratkan pada pola tafsir bil matsur dan bi ra'yi, menurutnya malaikat bukanlah esensi yang bersifat ruhani bukan pula esensi jasmani atau bukan pula kedua-duanya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ar-Razi memberikan pengertian tentang malaikat sebagai satu watak/keadaan/atau karakter yang non materi (impersonal imaterial). Malaikat diciptakan untuk mengatur segala urusan sebagaimana di dalam al-Qur'an dikatakan " wa al mudabbirati amra" (QS. an-Nazi'at : 79: 5) dan "tanazzalul mala'ikatu warruhu fihaa bi idzni rabbihii min kulli amr" (al-Qadar: 97: 4), kemudian Allah menciptakannya dengan penuh kekuatan dan masing-masing berfungsi dalam tugasnya yaitu mengemban missi Tuhan. Maka tidak heran mereka disebut dalam al-Qur'an sebagai ibadun mukramun. Beitupun sebenarnya manusia yang Allah pilih sebagai ciptaan yang paling sempurna dibanding ciptaannya yang lain. Dikatakan karena manusia diciptakan dari jenis yang paling baik daripada yang lain (QS. at-Thin: 95: 5). Predikat khalifah diberikan kepada manusia karena pengetahunnya, Maka sudah sepatutnya manusia berelaborasi dengan dunia para malaikat, kemudian mengambil khikmahnya sebagai ibarah yang terkandung di dalamnya, lalu hal itu akan membawa satu bentuk sikap evaluatif diri dalam tindakan dan perbuatan manusia itu sendiri sehingga manusia menjadi satu makhluk yang beradab dan berperadaban tinggi.

Deskripsi Alternatif :

Malaikat bagi masyarakat pada umumya adalah satu makhluk yang misterius, makhluk yang mengerikan dan tidak bisa dicapai dengan alat indera. Mereka memiliki sayap yang jumlahnya ratusan hingga ribuan sayap. Mereka makhluk yang diciptakan Allah dengan bentuk-bentuk yang unik. Maka dari situ muncul satu kecenderungan masyarakat terhadap pemahaman malaikat yang hanya bersifat personal. Artinya bahwa masyarakat mempersonkan malaikat dengan makhluk yang bertubuh Maka dari pemahaman masyarakat di atas, lalu muncul satu pertanyaan besar bagaimana sebenarnya pemahaman dan penafsiran malaikat menurut al-Qur'an dalam bingkai penafsiran Thabathaba'i dan ar-Razi, dua mufassir yang dalam hal ini mewakili dua periode tafsir. Kemudian bagaimana persaman dan perbedaan yang mendasari atas penafsirannya terhadap malaikat, serta bagaimana pula relevansi penafsiran keduanya dalam konteks ke-kinian ? Dari semua itu kemudian penulis menggunakan satu metode analitik yang menitik beratkan pada pendekatan komparatif, interpretatif dan historis. Thabathaba'i adalah salah satu mufasir yang menawarkan satu metode tafsir al-Qur'an bi al-Qur'an dengan pendekatan ra'yu dan menitik beratkan pada aspek filosofis dan sosiologis, sehingga penafsiran tentang malaikat yang ditawarkannyapun cenderung rasional. Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya yang mengatakan bahwa pada hakikatnya malaikat adalah esensi nur begitu menurut Thabathaba'i meskipun mereka tetap menjadi satu ciptaan yang memiliki fungsi dan tugas sebagai perantara Allah dengan alam semesta (alam musyahadah). Dengan kata lain penafsirannya tentang malaikat ditafsirinya dengan satu bentuk yang non materi (personal imaterial). Sedang ar-Razi salah satu mufasir yang menawarkan satu metode yaitu analitik dan menitik beratkan pada pola tafsir bil matsur dan bi ra'yi, menurutnya malaikat bukanlah esensi yang bersifat ruhani bukan pula esensi jasmani atau bukan pula kedua-duanya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ar-Razi memberikan pengertian tentang malaikat sebagai satu watak/keadaan/atau karakter yang non materi (impersonal imaterial). Malaikat diciptakan untuk mengatur segala urusan sebagaimana di dalam al-Qur'an dikatakan " wa al mudabbirati amra" (QS. an-Nazi'at : 79: 5) dan "tanazzalul mala'ikatu warruhu fihaa bi idzni rabbihii min kulli amr" (al-Qadar: 97: 4), kemudian Allah menciptakannya dengan penuh kekuatan dan masing-masing berfungsi dalam tugasnya yaitu mengemban missi Tuhan. Maka tidak heran mereka disebut dalam al-Qur'an sebagai ibadun mukramun. Beitupun sebenarnya manusia yang Allah pilih sebagai ciptaan yang paling sempurna dibanding ciptaannya yang lain. Dikatakan karena manusia diciptakan dari jenis yang paling baik daripada yang lain (QS. at-Thin: 95: 5). Predikat khalifah diberikan kepada manusia karena pengetahunnya, Maka sudah sepatutnya manusia berelaborasi dengan dunia para malaikat, kemudian mengambil khikmahnya sebagai ibarah yang terkandung di dalamnya, lalu hal itu akan membawa satu bentuk sikap evaluatif diri dalam tindakan dan perbuatan manusia itu sendiri sehingga manusia menjadi satu makhluk yang beradab dan berperadaban tinggi.





Spiritual dari Peristiwa Supranatural  Al-Quran berulangkali menjelaskan kekuatan supranatural yang dianugerahkan Tuhan kepada para rasul. Sulaiman as memahami bahasa burung, menundukkan makhluk gaib seperti jin dan Ifrit, menaklukkan angin sehingga angin bergerak sesuai dengan perintahnya. Daud as melunakkan besi dengan jari-jarinya. Ibrahim as mengubah panas api menjadi dingin dan menghidupkan burung yang sudah dicincang-nya. Musa as mengalahkan tukang-tukang sihir, membelah lautan, dan mengeluarkan air dari bebatuan semuanya dengan tongkatnya. Isa as menyembuhkan yang sakit dan meng-hidupkan yang mati. Yusuf as menyembuhkan kebutaan ayahnya  dengan mengusapkan pakaiannya ke matanya. Muhammad saw  membelah bulan.
Di samping kekuatan supranatural, Al-Quran menceritakan juga pengetahuan supra-natural (ilmu gaib) yang dimiliki para Nabi as:
1.Nabi Adam as mengetahui nama-nama  yang tidak diketahui oleh para malaikat (QS. Al-Baqarah 31-33).
2.Nabi Nuh as mengetahui bahwa  tidak akan bertambah orang yang beriman kepadanya dan bahwa orang-orang kafir di tengah-tengah kaumnya hanya akan melahirkan generasi yang durhaka saja (QS. Hud 36; QS. Nuh 26-27).
3.Nabi Ibrahim as melihat (diperlihatkan kepadanya) alam malakut di langit dan bumi (QS. Al-An'am 75).
4.Nabi Ya'qub as mengetahui apa yang bakal terjadi pada putranya Yusuf as dan kelak tahu bahwa Yusuf masih hidup (QS. Yusuf 4-6, 13, 18).
5.Nabi Luth as mengetahui bahwa kaumnya akan dibinasakan pada waktu Subuh (QS. Hud 81).
6.Nabi Yusuf as mengetahui takwil mimpi dan meramalkan apa yang bakal terjadi pada orang yang bermimpi itu (QS. Yusuf 101, 36-41, 43-49).
7.Nabi Shaleh as me-nubuwwat-kan bahwa kaumnya akan menerima azab setelah tiga hari (QS. Hud 64-65; QS. Al-Dzariyyat 43-44).
8.Nabi Isa as mengetahui apa yang akan dimakan oleh kaumnya dan apa yang mereka simpan (QS. Ali Imran 49).
9.Nabi Muhammad saw  mengetahui bahwa istrinya menyebarkan rahasianya (QS. Al-Tahrim 13)
10.Yang sangat terkenal, Nabi Khidhir mengetahui apa yang bakal terjadi dan melakukan berbagai tindakan untuk menghindarkan kecelakaan (QS. Al-Kahf  60-82).

Kekuatan dan pengetahuan supranatural juga dapat terjadi pada orang-orang yang bukan Nabi.  Sihir termasuk di antaranya. Kita tidak membicarakan sihir pada kesempatan sekarang, karena kita telah membicarakannya pada waktu yang lain.
Kisah Ashaf bin Burkhaya
Al-Quran bercerita tentang kisah Nabi Sulaiman as dan Ratu Bilqis: "Berkata Sulaiman: "Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasana-nya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri." Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku akan datangkan kepadamu singgasana itu sebelum kau berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)." (QS. Al-Naml 38-40)
Di sini dikisahkan kekuatan supra-natural yang dimiliki oleh "seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab". Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang orang ini.  Sebagian mengatakan orang ini malaikat Jibril atau malaikat lain yang ditugaskan untuk membantu Nabi Sulaiman as.  Menurut Ibn Abbas orang itu ialah Ashaf bin Burkhaya, wazir Sulaiman. Ia mengetahui nama Allah yang agung, yang bila berdoa dengan nama itu, Allah akan mengabulkannya. Yang lain berkata: Orang itu Nabi Khidhir as. Dr. Al-Zuhaili menulis selanjutnya, "Yang benar adalah pendapat Al-Razi. Orang itu Sulaiman as, karena ia lebih mengetahui Al-Kitab daripada yang lain dan karena ia seorang Nabi." Tetapi kata Abu Hayyan, "Pendapat yang paling aneh ialah orang itu Nabi Sulaiman. Seakan-akan ia berkata kepada dirinya: Aku akan datangkan kepadamu sebelum matamu berkedip."
Al-Fakhr Al-Razi memang lebih suka menisbatkan orang itu kepada Nabi Sulaiman as dengan alasan: (1) Kata alladzî menurut bahasa menunjukkan orang tertentu; dan orang yang dikenal mengetahui ilmu Al-Kitab adalah Sulaiman as. Ia lebih tahu tentang Al-Kitab karena ia Nabi; (2) Mendatangkan singgasana pada waktu yang begitu cepat menunjukkan derajat yang tinggi. Sekiranya yang melakukan-nya Ashaf, bukan Sulaiman as, tentulah Ashaf lebih utama daripada Sulaiman as. Hal yang tidak mungkin; (3) Sekiranya Sulaiman as memerlukan bantuan Ashaf, berarti kedudukan Sulaiman as kurang di mata manusia; (4) Sulaiman as berkata, "Ini adalah karunia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyukur atau kufur." Ini menunjukkan bahwa peristiwa yang menakjubkan itu dimunculkan Tuhan karena doa Sulaiman as.
Seperti Abu Hayyan, saya kira menisbatkan orang itu kepada Nabi Sulaiman as bertentangan dengan konteks kalimat. Bukankah Sulaiman as meminta kepada para pembesarnya untuk mendatangkan singgasana itu? Jika orang itu Sulaiman as, mata siapa yang berkedip itu? Sebagaimana pendapat jumhur mufassirin, dan berdasarkan banyak hadis3 , kita harus menisbatkan orang itu kepada Ashaf bin Burkhaya. Ia itu orang yang sangat berilmu, wazir Nabi Sulaiman as, dan dalam satu riwayat disebut-sebut sebagai orang yang diwasiatkan untuk menjalankan pemerintahan sepeninggalnya.
Terjadi juga ikhtilaf tentang apa yang dimaksud "ilmu dari Al-Kitab". Yang paling mashur di kalangan 'urafâ', Al-Kitab yang dimaksud adalah Kitab Al-Ma'rifat Al-Rabbaniyyah, yang terdiri dari pengetahuan tentang asma Allah. pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan tentang 72 huruf dari 73 huruf kitab makrifat. Dr. Al-Shadiqi menjelaskan tafsir ruhaniah dari ayat di atas sebagai berikut:4
Satu huruf dari Nama yang agung ini dikhususkan kepada Tuhan, yaitu dimensi zat, sifat zat, dan hakikat sifat fi'liyah. Semua huruf yang lain adalah dimensi-dimensi makrifat yang dibagi-kan kepada hamba-hamba Allah yang mukhlis. Setiap kali bertambah huruf-huruf makrifat ini, bertambahlah syariat yang dipikul oleh pemiliknya. Allah pun menambah penampakkan (mazhhar) pada ayat-ayat pengetahuan dan kekuasaan-Nya, "Wahai hamba-Ku, taatilah Aku sehingga Aku jadikan kamu seperti Aku. Aku berkata kepada sesuatu jadilah, maka ia pun menjadi." Betapa pun berbedanya "kun" takwiniyah dari Tuhan sendiri.
Ashaf bin Burkhaya adalah hamba Allah yang mukhlis. Dengan pensucian dirinya, ia dianugerahi Allah pengenalan akan asma Allah yang Agung. Ia menyerap sifat-sifat Tuhan, termasuk kalimat "kun". Dengan itu ia mengeluarkan kekuatan yang supranatural, karena ia sudah menjadi mazhhar dari kekuasaan Tuhan. Ia menjadi tajalliyat dari Allah sendiri. Dalam istilah Ibn 'Arabi, ia menjadi insan kamil. Dengan demikian, manusia selain Nabi, melalui proses pensucian diri dan penyerapan asma Allah, akan sanggup melahirkan peristiwa-peristiwa supranatural. Bukan mukjizat, tetapi keramat. Perbedaan istilah itu juga menunjukkan hirarki kekuatan itu di alam semesta.
Contoh lain dalam Al-Quran tentang manusia biasa yang dianugerahi Allah kekuatan supranatural adalah Maryam. Al-Quran melukiskan Maryam sebagai perempuan yang saleh, yang menghabiskan waktunya dalam mihrab. Tuhan menurunkan makanan dari langit ke mihrabnya (QS. Ali Imran 37). Ia juga diberi kekuatan luar biasa untuk menjatuhkan buah kurma dengan menggerakkan batang pohonnya ketika ia sedang dilanda sakit pada waktu melahirkan. (QS. Maryam 23-26).
Kisah Samiri
Al-Quran juga bercerita tentang seseorang yang berhasil membuat patung yang bisa berbicara. Dengan patung itu, ia membawa Bani Israil yang ditinggalkan Musa as kepada kesesatan (QS. Thaha 88). Ketika Musa as menyaksikan keajaiban patung emas yang dibuat Samiri, berkata Musa, "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) Hai Samiri?" Samiri menjawab, "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha 95-96).
Dalam kisah ini, Al-Quran mencerita-kan manusia biasa, bahkan orang yang fasik, berhasil melahirkan kekuatan supranatural, karena ia memanfaatkan "segenggam dari jejak Rasul." Para ahli tafsir meriwayatkan berbagai keterangan tentang ini. Sebagian mengatakan bahwa ketika Bani Israil menyeberangi Laut Merah, Samiri melihat malaikat Jibril berjalan di hadapannya menunggang kuda. Rasul di situ adalah Jibril. Ia mengambil tanah yang diinjak oleh malaikat. Tanah itu dimasukan ke dalam adonan patung emas yang dibuatnya. Dengan "berkat" tanah itu, patung itu mempunyai kekuatan gaib.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Rasul di situ adalah Nabi Musa as. Siapa saja yang dimaksud, Al-Quran mengajarkan bahwa orang dapat memperoleh kekuatan gaib dengan mengambil berkat dari jejak Rasul.

Catatan Supranatural






Assalamu`aikum wr.wb 
Spiritual dari Peristiwa Supranatural  Al-Quran berulangkali menjelaskan kekuatan supranatural yang dianugerahkan Tuhan kepada para rasul. Sulaiman as memahami bahasa burung, menundukkan makhluk gaib seperti jin dan Ifrit, menaklukkan angin sehingga angin bergerak sesuai dengan perintahnya. Daud as melunakkan besi dengan jari-jarinya. Ibrahim as mengubah panas api menjadi dingin dan menghidupkan burung yang sudah dicincang-nya. Musa as mengalahkan tukang-tukang sihir, membelah lautan, dan mengeluarkan air dari bebatuan semuanya dengan tongkatnya. Isa as menyembuhkan yang sakit dan meng-hidupkan yang mati. Yusuf as menyembuhkan kebutaan ayahnya  dengan mengusapkan pakaiannya ke matanya. Muhammad saw  membelah bulan.
Di samping kekuatan supranatural, Al-Quran menceritakan juga pengetahuan supra-natural (ilmu gaib) yang dimiliki para Nabi as:



1.Nabi Adam as mengetahui nama-nama  yang tidak diketahui oleh para malaikat (QS. Al-Baqarah 31-33).
2.Nabi Nuh as mengetahui bahwa  tidak akan bertambah orang yang beriman kepadanya dan bahwa orang-orang kafir di tengah-tengah kaumnya hanya akan melahirkan generasi yang durhaka saja (QS. Hud 36; QS. Nuh 26-27).
3.Nabi Ibrahim as melihat (diperlihatkan kepadanya) alam malakut di langit dan bumi (QS. Al-An'am 75).
4.Nabi Ya'qub as mengetahui apa yang bakal terjadi pada putranya Yusuf as dan kelak tahu bahwa Yusuf masih hidup (QS. Yusuf 4-6, 13, 18).
5.Nabi Luth as mengetahui bahwa kaumnya akan dibinasakan pada waktu Subuh (QS. Hud 81).
6.Nabi Yusuf as mengetahui takwil mimpi dan meramalkan apa yang bakal terjadi pada orang yang bermimpi itu (QS. Yusuf 101, 36-41, 43-49).
7.Nabi Shaleh as me-nubuwwat-kan bahwa kaumnya akan menerima azab setelah tiga hari (QS. Hud 64-65; QS. Al-Dzariyyat 43-44).
8.Nabi Isa as mengetahui apa yang akan dimakan oleh kaumnya dan apa yang mereka simpan (QS. Ali Imran 49).
9.Nabi Muhammad saw  mengetahui bahwa istrinya menyebarkan rahasianya (QS. Al-Tahrim 13)
10.Yang sangat terkenal, Nabi Khidhir mengetahui apa yang bakal terjadi dan melakukan berbagai tindakan untuk menghindarkan kecelakaan (QS. Al-Kahf  60-82).

Kekuatan dan pengetahuan supranatural juga dapat terjadi pada orang-orang yang bukan Nabi.  Sihir termasuk di antaranya. Kita tidak membicarakan sihir pada kesempatan sekarang, karena kita telah membicarakannya pada waktu yang lain.
Kisah Ashaf bin Burkhaya
Al-Quran bercerita tentang kisah Nabi Sulaiman as dan Ratu Bilqis: "Berkata Sulaiman: "Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasana-nya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri." Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku akan datangkan kepadamu singgasana itu sebelum kau berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)." (QS. Al-Naml 38-40)



Di sini dikisahkan kekuatan supra-natural yang dimiliki oleh "seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab". Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang orang ini.  Sebagian mengatakan orang ini malaikat Jibril atau malaikat lain yang ditugaskan untuk membantu Nabi Sulaiman as.  Menurut Ibn Abbas orang itu ialah Ashaf bin Burkhaya, wazir Sulaiman. Ia mengetahui nama Allah yang agung, yang bila berdoa dengan nama itu, Allah akan mengabulkannya. Yang lain berkata: Orang itu Nabi Khidhir as. Dr. Al-Zuhaili menulis selanjutnya, "Yang benar adalah pendapat Al-Razi. Orang itu Sulaiman as, karena ia lebih mengetahui Al-Kitab daripada yang lain dan karena ia seorang Nabi." Tetapi kata Abu Hayyan, "Pendapat yang paling aneh ialah orang itu Nabi Sulaiman. Seakan-akan ia berkata kepada dirinya: Aku akan datangkan kepadamu sebelum matamu berkedip."
Al-Fakhr Al-Razi memang lebih suka menisbatkan orang itu kepada Nabi Sulaiman as dengan alasan: (1) Kata alladzî menurut bahasa menunjukkan orang tertentu; dan orang yang dikenal mengetahui ilmu Al-Kitab adalah Sulaiman as. Ia lebih tahu tentang Al-Kitab karena ia Nabi; (2) Mendatangkan singgasana pada waktu yang begitu cepat menunjukkan derajat yang tinggi. Sekiranya yang melakukan-nya Ashaf, bukan Sulaiman as, tentulah Ashaf lebih utama daripada Sulaiman as. Hal yang tidak mungkin; (3) Sekiranya Sulaiman as memerlukan bantuan Ashaf, berarti kedudukan Sulaiman as kurang di mata manusia; (4) Sulaiman as berkata, "Ini adalah karunia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyukur atau kufur." Ini menunjukkan bahwa peristiwa yang menakjubkan itu dimunculkan Tuhan karena doa Sulaiman as.
Seperti Abu Hayyan, saya kira menisbatkan orang itu kepada Nabi Sulaiman as bertentangan dengan konteks kalimat. Bukankah Sulaiman as meminta kepada para pembesarnya untuk mendatangkan singgasana itu? Jika orang itu Sulaiman as, mata siapa yang berkedip itu? Sebagaimana pendapat jumhur mufassirin, dan berdasarkan banyak hadis3 , kita harus menisbatkan orang itu kepada Ashaf bin Burkhaya. Ia itu orang yang sangat berilmu, wazir Nabi Sulaiman as, dan dalam satu riwayat disebut-sebut sebagai orang yang diwasiatkan untuk menjalankan pemerintahan sepeninggalnya.
Terjadi juga ikhtilaf tentang apa yang dimaksud "ilmu dari Al-Kitab". Yang paling mashur di kalangan 'urafâ', Al-Kitab yang dimaksud adalah Kitab Al-Ma'rifat Al-Rabbaniyyah, yang terdiri dari pengetahuan tentang asma Allah. pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan tentang 72 huruf dari 73 huruf kitab makrifat. Dr. Al-Shadiqi menjelaskan tafsir ruhaniah dari ayat di atas sebagai berikut:4
Satu huruf dari Nama yang agung ini dikhususkan kepada Tuhan, yaitu dimensi zat, sifat zat, dan hakikat sifat fi'liyah. Semua huruf yang lain adalah dimensi-dimensi makrifat yang dibagi-kan kepada hamba-hamba Allah yang mukhlis. Setiap kali bertambah huruf-huruf makrifat ini, bertambahlah syariat yang dipikul oleh pemiliknya. Allah pun menambah penampakkan (mazhhar) pada ayat-ayat pengetahuan dan kekuasaan-Nya, "Wahai hamba-Ku, taatilah Aku sehingga Aku jadikan kamu seperti Aku. Aku berkata kepada sesuatu jadilah, maka ia pun menjadi." Betapa pun berbedanya "kun" takwiniyah dari Tuhan sendiri.
Ashaf bin Burkhaya adalah hamba Allah yang mukhlis. Dengan pensucian dirinya, ia dianugerahi Allah pengenalan akan asma Allah yang Agung. Ia menyerap sifat-sifat Tuhan, termasuk kalimat "kun". Dengan itu ia mengeluarkan kekuatan yang supranatural, karena ia sudah menjadi mazhhar dari kekuasaan Tuhan. Ia menjadi tajalliyat dari Allah sendiri. Dalam istilah Ibn 'Arabi, ia menjadi insan kamil. Dengan demikian, manusia selain Nabi, melalui proses pensucian diri dan penyerapan asma Allah, akan sanggup melahirkan peristiwa-peristiwa supranatural. Bukan mukjizat, tetapi keramat. Perbedaan istilah itu juga menunjukkan hirarki kekuatan itu di alam semesta.
Contoh lain dalam Al-Quran tentang manusia biasa yang dianugerahi Allah kekuatan supranatural adalah Maryam. Al-Quran melukiskan Maryam sebagai perempuan yang saleh, yang menghabiskan waktunya dalam mihrab. Tuhan menurunkan makanan dari langit ke mihrabnya (QS. Ali Imran 37). Ia juga diberi kekuatan luar biasa untuk menjatuhkan buah kurma dengan menggerakkan batang pohonnya ketika ia sedang dilanda sakit pada waktu melahirkan. (QS. Maryam 23-26).
Kisah Samiri
Al-Quran juga bercerita tentang seseorang yang berhasil membuat patung yang bisa berbicara. Dengan patung itu, ia membawa Bani Israil yang ditinggalkan Musa as kepada kesesatan (QS. Thaha 88). Ketika Musa as menyaksikan keajaiban patung emas yang dibuat Samiri, berkata Musa, "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) Hai Samiri?" Samiri menjawab, "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha 95-96).
Dalam kisah ini, Al-Quran mencerita-kan manusia biasa, bahkan orang yang fasik, berhasil melahirkan kekuatan supranatural, karena ia memanfaatkan "segenggam dari jejak Rasul." Para ahli tafsir meriwayatkan berbagai keterangan tentang ini. Sebagian mengatakan bahwa ketika Bani Israil menyeberangi Laut Merah, Samiri melihat malaikat Jibril berjalan di hadapannya menunggang kuda. Rasul di situ adalah Jibril. Ia mengambil tanah yang diinjak oleh malaikat. Tanah itu dimasukan ke dalam adonan patung emas yang dibuatnya. Dengan "berkat" tanah itu, patung itu mempunyai kekuatan gaib.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Rasul di situ adalah Nabi Musa as. Siapa saja yang dimaksud, Al-Quran mengajarkan bahwa orang dapat memperoleh kekuatan gaib dengan mengambil berkat dari jejak Rasul.

Sayap Malaikat

Berdasarkan perhitungan matematika John Schwarz dan Mike Green dari Queen Mary College, London,  di kenal sebuah teori yang di namakan “Teori String”,  teori ini mengisyaratkan adanya alam lain selain alam semesta yang kita ketahui saat ini, yang hanya terdiri dari empat dimensi, yaitu: Tinggi , Lebar, Panjang, dan Waktu.
Menurut John dan Mike alam semesta terdiri dari 11 dimensi, lalu di mana dimensi ke lima dan seterusnya?, mengapa manusia hanya merasakan ruang tiga dimensi dan satu dimensi waktu?, jawabannya adalah, dimensi yang lebih tinggi melengkung kedalam ruang yang sangat-sangat kecil, sekitar minus sejuta juta juta juta juta inchi, sehingga manusia tidak dapat menyadari keberadaannya. Mengapa ruang tiga dimensi dan satu dimensi waktu tidak ikut melengkung seperti dimensi lain?, hal ini di sebabkan rumitnya bentuk ruang tiga dimensi, sebagai contoh ; bila mahluk dua dimensi, hidup di alam satu dimensi, maka salah satu mahluk tersebut harus memanjat mahluk yang lain untuk bisa saling melewati. Begitu pula untuk dimensi yang lebih tinggi dari tiga dimensi, bila salah satu dari dua objek empat dimensi menjauh dua kali lipat, maka gaya gravitasi akan berkurang 1/5, untuk lima dimensi akan berkurang 1/6, enam dimensi berkurang 1/7, dan seterusnya, yang mengakibatkan orbit planet menjadi tidak stabil.
Coba anda bayangkan bila kita hidup di ruang dua dimensi yang berbentuk lingkaran seperti contoh gambar di samping, bila ingin berpergian dari titik A ke titik B, anda harus melewati tepi lingkaran untuk sampai ke titik B, dalam ruang tiga dimensi jarak tempuh dapat di persingkat dengan langsung menuju ke titik B, dari contoh tersebut agaknya perbedaan dimensi mempengaruhi jarak tempuh dan kecepatan yang di perlukan.


Berdasarkan rumusan Albert Einstein E=mc2 di mana E=Energi, M=massa, dan C=kecepatan_cahaya, di tetapkanlah hukum pengetahuan “tidak ada yang dapat melebihi kecepatan cahaya”, sebab selain cahaya dan gelombang yang tidak bermassa, objek lainnya membutuhkan energi tak terhingga untuk dapat mencapai kecepatan 300.000 km per detik, atau 9.460.800.000.000 km per tahun.
Oleh sebab itu manusia membutuhkan energi yang tak terhingga untuk sampai di pusat galaksi bima sakti yang berjarak 28.000 tahun cahaya, atau bila kita ingin berkunjung ke galaksi yang terdekat dari galaksi bima sakti, hal ini sesuai dengan perumpamaan surat Ar Rahmaan ayat 33.
[QS. AR RAHMAAN ayat 33]


“Hai Jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.”
–**–
[QS.  AL MA’ARIJ ayat 4]


“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Dari keterangan ayat di atas perumpamaan kecepatan gerak malaikat dari bumi menuju ‘Arsy’ dalam sehari, yang kadarnya lima puluh ribu tahun, janganlah di artikan sebagai lima puluh ribu tahun cahaya, kita belum memahami makna yang sesungguhnya dari kalimat tersebut, bisa saja kecepatan gerak malaikat melebihi kecepatan cahaya, atau karena malaikat berada di dimensi yang berbeda, memungkinkan malaikat menempuh jalan pintas yang dapat mempersingkat jarak dan waktu.

Apakah seperti itu pula peristiwa Isra’  (perjalanan nabi Muhammad SAW dari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa) dan peristiwa Mi’raj (perjalanan nabi Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha) yang terjadi dalam waktu singkat kurang dari semalam.

Renungan



Minggu, 15 Februari 2015

Al-Qur'an Menjelaskan Semesta









Al-Qur’an secara terang menamakan tiga macam istilah untuk planet, yaitu UFUQ, KAWKAB dan SAMAWAT:


a.       Ufuq berarti planet, termaktub pada surat 41/53, 53/7 dan 81/23 Jama’nya atau pluralnya disebut dengan AFAQ surat 41/53
b.      Kawkab berarti planet, termaktub pada surat 6/76. 12/14 dan 24/35. Pluralnya disebut dengan Kawakib pada surat 37/6 dan 82/2
c.       Samawat adalah plural dari Sama’ yang telah diperbincangkan pada soal no 4. Walaupun begitu antara Samawat dan Sama’ terdapat arti yang sangat berbeda. Samawat berarti planet-planet yang ada pada surat 65/12. dikatakan sama rupanya dengan Bumi kita. Surat 13.2 menyatakan bumi diperganda, dilapis unitkan, pada setiapnya tumbuh berbagai tetumbuhan yang memiliki bobot. Surat 13/2 menyatakan planet-planet itu kelihatan tak bertiang, dan semuanya berputar dan beredar dengan jangka waktu tertentu. surat 78/12 menyatakan bahwa diatas orbit Bumi beredar tujuh planet yang kukuh. surat 67/3 menyatakan bahwa Allah menciptakan tujuh planet yang bertingkat-tingkat diatas Bumi. Surat 3/190 menyatakan bahwa disetiap planet itu berlaku pula pergantian siang dan malam, dan banyak surat lainnya yang dapat disebutkan disini tentang planet.  

Ketiga macam istilah yang diberikan Al-Qur’an mengenai planet-planet seperti diatas, masing-masingnya menerangkan sifat planet itu. Istilah Ufuq menerangkan batas penglihatan jika orang memandang ke angkasa. Istilah Kawkab menerangkan bahwa planet itu kelihatan bersinar, begitu pula planet Bumi ini jika dilihat dari planet lain itu. Sedangkan istilah Samawat menyatakan keadaan planet itu senantiasa kelihatan diatas dan dari manapun dilihat tak mungkin tempatnya di bawah.

Apakah arti ‘ARSY yang termaktub dalam Al-Qur’an  Memang banyak istilah ‘ARSY tersebut dalam Al-Qur’an, dia berartikan:
Yang didirikan, yang dibangun seperti bangunan di zaman Sulaiman tersebut pada ayat 27/38, bangunan di zaman Yusuf tersebut pada ayat 12/100, atau bangunan yang ada di Palestina dulunya tersebut pada ayat 2/259. Lebih jelas lagi pada ayat 7/137 dimana dinyatakan ‘Arsy itu berarti bangunan yang dibangun oleh Fir’aun.
1. Apakah arti ‘ARSY yang termaktub dalam Al-Qur’an
            Memang banyak istilah ‘ARSY tersebut dalam Al-Qur’an, dia berartikan:
Yang didirikan, yang dibangun seperti bangunan di zaman Sulaiman tersebut pada ayat 27/38, bangunan di zaman Yusuf tersebut pada ayat 12/100, atau bangunan yang ada di Palestina dulunya tersebut pada ayat 2/259. Lebih jelas lagi pada ayat 7/137 dimana dinyatakan ‘Arsy itu berarti bangunan yang dibangun oleh Fir’aun. 
‘ARSY juga berarti semesta raya atau universe karena dia dibangun atau didirikan oleh Pencipta Esa. Ayat tentang itu banyak sekali, diantara lain ayat 11/7, 7/54, 39/75 dan 69/17.
2. Apa-apa sajakah yang dimaksud dengan semesta atau ‘Arsy?
            Semua benda angkasa dinamakan semesta raya atau ‘Arsy, termasuk didalamnya bintang-bintang, planet-planet, bulan-bulan (satellites), Comet dan apa-apa yang ada diantaranya. Semua benda itu dibangun oleh Allah sebagai yang dimaksud ayat 11/7. Semesta raya disusun begitu rupa terdiri dari jutaan bimasakti (galaxies). Masing-masing yang umumnya dikitari oleh bulan-bulan. Satu bintang dengan beberapa planet dan bulannya dinamakan tatasurya atau solar system.



3.             Adakah Al-Qur’an menerangkan soal yang menyangkut dengan bimasakti?
            Istilah bima sakti atau galaxy mulanya dipakai oleh ahli-ahli angkasa dan baru jadi popular pada abad 14 Hijriyah, utamanya setelah tersiarnya teori Relativisme Einstein. Dengan teori itu orang menetapkan bahwa untuk menilai luasnya semesta raya maka galaxylah yang menjadi ukuran. Para ahli angkasa mengirakan bahwa jarak antara satu galaxy dari yang lainnya sejauh ribuan tahun gerak sinar yang satu detiknya ditaksir sekira 186.000 mil atau 300.000 kilometer. Demikian jauhnya hingga setiap galaxy itu kelihatan sebagai sebuah bintang saja. Jika waktu malam kelihatan satu bintang maka belum tentu dia benar-benar satu bintang tetapi mungkin terdiri dari jutaan bintang yang tersebab jauhnya tampak sebagai titik saja. Kalau benar dia satu bintang maka bintang itu termasuk susunan galaxy yang kita diami ini dan tidak mungkin kita akan dapat melihat satu bintang dari galaxy lain.
            Kalau diliahat dengan teleskop, maka galaxy-galaxy itu berbentuk dan berwarna yang berbeda-beda disebabkan posisi dan jaraknya juga berbesa. Kalau dari samping, dia kelihatan ceper berupa cakram, tetapi dari depan rupanya berbentuk spiral yang berputar disumbunya bagaikan roda. Jari-jari roda itu dinamakan orang dengan bintang susu atau milky way dan jarak diantara jari-jari itu dinamakan halo
            Galaxy yang demikian oleh Al-Qur’an disebut BURUJ dinyatakan pada ayat 25/61 dan 85/1, dan istimewanya lagi pada ayat 15/16 dimana dinyatakan bahwa semesta raya ini dihiasi dengan galaxy-galaxy bagi orang yang memandang. Al-Qur’an tidak memberikan keterangan apa-apa lagi tentang galaxy lain itu karena sangat jauhnya dan tidak bersangkut paut dengan kehidupan dalam tatasurya kita baik dibidang ilmu pengetahuan. Para ahli telah sama sepakat bahwa galaxy lain tidak mungkin didatangi atau dihubungi maupun dengan alat radio yang gelombangnya berfrekwensi sangat tinggi.


Atmosfir,Tatasurya, Angkasa, Semesta raya
4.Ayat 15/165 menyebut soal SAMA, apakah SAMA' yang sebenarnya
      Arti sebenarnya dari SAMA' adalah angkasa, tetapi Al-Quran memberikan berbagai pengertian tentang itu tergantung pada maksud ayat masing-masing. Sesudah diteliti didapatkan empat macam pengertian:
Atmosfir,Tatasurya, Angkasa, Semesta raya
Ayat 15/165 menyebut soal SAMA, apakah SAMA' yang sebenarnya
      



Arti sebenarnya dari SAMA' adalah angkasa, tetapi Al-Quran memberikan berbagai pengertian tentang itu tergantung pada maksud ayat masing-masing. Sesudah diteliti didapatkan empat macam pengertian:
Sama' berarti atmosfir yang melingkupi setiap planet. Dari Sama' itu turun hujan, termuat pada surat 2/22, 2/59, 2/144, 5/112, 6/35, 6/99, 6/125, 7/96,11,dan 44   13/17, 14/24, 14/24, 14/32, 15/14, 15 dan22 dan banyak surat lainnya.
Sama'berarti Tatasurya yang terdiri dari satu bintang yang dikitari oleh planet-planet, termaktub pada surat 2/29, 25/25, 29/22, 32/5, 41/11, 41/12, 51/7, 52/9, 53/7, 69/16, 70/8, 73/18 dan82/1
Sama' bertarti benda angkasa yang datang menimpa, termaktub pada surat 6/6, 11/52 dan 71/11.
Sama berarti semesta raya sebagai 'Arys termaktub pada surat 3/5, 10/61, 21/104, 22/70, 25/61, 37/6, 38/27, 41/12, 44/10, 50/6, 67/5, 67/16, 84/1, 85/1, 86/11

Untuk berbagai pengertian demikian itu tidaklah tepat jika semua istilah Sama' diartikan dengan langit.

Kamis, 12 Februari 2015

History of Khalifa



ALI BIN ABI THALIB,R.A 

PEMUDA YANG LAHIR DALAM KEPRIHATINAN DAN WAFAT DALAM KESUNYIAN
 Sahabat yang lahir dalam keprihatinan dan meninggal dalam Kesunyian.
Dialah, khalifah Ali bin Abi Thalib ra.

Ali kecil adalah anak yang malang. Namun, kehadiran Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega ia bercurah hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya pun, Abi Thalib tetap tak mampu mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tak pernah bisa merasa betapa nikmatnya saat bersujud menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta sekalian alam.

Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti...di hari akhir,karena ketiaadaan iman di dalam dadanya.

Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah mencintai dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, ia telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya (Rasulullah), karena ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".

Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam.

Kecintaan Ali pada Rasulullah, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan ia menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : "Ali, engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."

Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.

Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa"

Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.

Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlul Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.

Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul...jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."

Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh kemudian melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti turun dari langit dan bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi bintang lapangannya hari itu.

Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat karena dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis.

Perang Uhud meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan Islam.

Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.

Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu. Rasulullah SAW bahkan bersabda: “Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan dengan manifestasi seluruh kekufuran”.

Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, membuat Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan : “Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih utama dari amalan umatku hingga hari kiamat kelak”.

Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.

Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku ini adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya". Dari ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.


Kenangan Bersama Fatimah Az-Zahra
Sejatinya, sosok Fatimah telah lama ada di hati Ali. Ali-lah yang mengantarkan Fatimah kecil meninggalkan Mekkah menyusul ayahnya yang telah dulu hijrah. Ali pula yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa Fatimah menangis tersedu-sedu setiap kali Rasulullah dizhalimi. Ali bisa merasakan betapa pedihnya hati fatimah saat ia membersihkan kotoran kambing dari punggung ayahnya yang sedang sholat, yang dilemparkan dengan penuh kebencian oleh orang-orang kafir quraisy.

Bagi Fatimah, sosok rasulullah, ayahnya, adalah sosok yang paling dirindukannya. Meski hati sedih bukan kepalang, duka tak berujung suka, begitu melihat wajah ayahnya, semua sedih dan duka akan sirna seketika. Bagi Fatimah, Rasulullah adalah inspirator terbesar dalam hidupnya. Fatimah hidup dalam kesederhanaan karena Rasulullah menampakkan padanya hakikat kesederhanaan dan kebersahajaan. Fatimah belajar sabar, karena Rasulullah telah menanamkan makna kesabaran melalui deraan dan fitnah yang diterimanya di sepanjang hidupnya. Dan Ali merasakan itu semua. Karena ia tumbuh dan besar di tengah-tengah mereka berdua.

Maka, saat Rasulullah mempercayakan Fatimah pada dirinya, sebagai belahan jiwanya, sebagai teman mengarungi kehidupan, maka saat itulah hari paling bersejarah bagi dirinya. Sebab, sesunguhnya, Fatimah bagi Ali adalah seperti bunda Khodijah bagi Rasulullah. Teramatlah istimewa.

Suka duka, yang lebih banyak dukanya mereka lewati bersama. Dua hari setelah kelahiran Hasan, putra pertama mereka, Ali harus berangkat pergi ke medan perang bersama Rasulullah. Ali tidak pernah benar-benar bisa mencurahkan seluruh cintanya buat Fatimah juga anaknya. Ada mulut-mulut umat yang menganga yang juga menanti cinta sang khalifah.

Mereka berdua hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan yang sampai mengguncang langit. Penduduk langit bahkan sampai ikut menangis karenanya. Berhari-hari tak ada makanan di meja makan. Puasa tiga hari berturut-turut karena ketiadaan makanan pernah hinggap dalam kehidupan mereka. Tengoklah Ali, dia sedang menimba air di pojokkan sana, Setiap timba yang bisa angkat, dihargai dengan sebutir kurma. Hasan dan Husein bukan main riangnya mendapatkan sekerat kurma dari sang ayah.

Pun, demikian tak pernah ada keluk kesah dari mulut mereka. Bahkan, mereka masih bisa bersedekah. Rasulullah...tak mampu menahan tangisnya... saat mengetahui Fatimah memberikan satu-satunya benda berharga miliknya, seuntai kalung peninggalan sang bunda Khodijah, ketika kedatangan pengemis yang meminta belas kasihan padanya. Rasulullah, yang perkasa itu, tak mampu menyembunyikan betapa air matanya menetes satu persatu...terutama mengingat bahwa kalung itu begitu khusus maknanya bagi dirinya... dan fatimah rela melepasnya, demi menyelamatkan perut seorang pengemis yang lapar, yang bahkan tidak pula dikenalnya.

Dan lihatlah...langit tak diam. Mereka telah menyusun rencana. HIngga, melalui tangan para sahabat, kalung itu akhirnya kembali ke Fatimah. Sang pengemis, budak belaian itu bisa pulang dalam keadaan kenyang, dan punya bekal pulang, menjadi hamba yang merdeka pula. Dan yang terpenting adalah kalung itu telah kembali ke lehernya yang paling berhak...Fatimah.

Namun, waktu terus berjalan. Cinta di dunia tidaklah pernah abadi. Sebab jasad terbatasi oleh usia. Mati. Sepeninggal Rasulullah, Fatimah lebih sering berada dalam kesendirian. Ia bahkan sering sakit-sakitan. Sebuah kondisi yang sebelumnya tidak pernah terjadi saat rasulullah masih hidup. Fatimah seperti tak bisa menerima, mengapa kondisi umat begitu cepat berubah sepeninggal ayahnya. Fatimah merasa telah kehilangan sesuatu yang bernama cinta pada diri umat terhadap pemimpinnya. Dan ia semakin menderita karenanya setiap kali ia terkenang pada sosok yang dirindukannya, Rasulullah SAW.

Pada masa ketika kekalutan tengah berada di puncaknya, Fatimah teringat pada sepenggal kalimat rahasia ayahnya. Pada detik-detik kematian Rasulullah...di tengah isak tangis Fatimah...Rasulullah membisikkan sesuatu pada Fatimah, yang dengan itu telah berhasil membuat Fatimah tersenyum. Senyum yang tak bisa terbaca. Pesan Rasulullah itu sangatlah rahasia, dia hanya bisa terkatakan nanti setelah Rasulullah wafat atau saat Fatimah seperti sekarang ini...terbujur di pembaringan. Ya, Rasulullah berkata, "Sepeninggalku, ...diantara bait-ku (keluargaku), engkaulah yang pertama-tama akan menyusulku..."

Kini, Fatimah telah menunggu masa itu. Ia telah sedemikian rindu dengan ayahanda pujaan hatinya. Setelah menatap mata suaminya, dan menggenggam erat tangannya...seakan ingin berkata, "kutunggu dirimu nanti di surga...bersama ayah...", Fatimah Az-Zahro menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya... dalam deraian air mata... Ali menguburkan jasad istrinya tercinta itu...yang masih belia itu...sendiri...di tengah malam buta...Ali tidak ingin membagi perasaannya itu dengan orang lain. Mereka berdua larut dalam keheningan yang hanya mereka berdua yang tahu. Lama Ali terpekur di gundukan tanah merah yang baru saja dibuatnya. Setiap katanya adalah setiap tetes air matanya. Mengalir begitu deras. Hingga kemudian, dengan dua tangan terkepal. Ali bangkit berdiri...dan berteriak sekeras-seKerasnya sambil menghadap langit...." A L L A H U ... A K B A R".


Pertempuran Antar Sahabat
Amirul Mukminin Ali ra., kemudian berkonsentrasi membenahi kondisi umat. Terutama pada sisi administrasi pemerintahan, ekonomi dan stabilitas pertahanan. Beberapa reformasi fundamental, seperti penggantian pejabat dan pengambilan kembali harta yang pernah diberikan oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin Affan) menyulut kontroversi. Terutama, dalam kacamata awam, Ali tak pula kunjung menyeret pelaku pembunuhan Khalifah Ustman ke pengadilan.

Yang harus dihadapi Ali tak tanggung-tanggung, sahabatnya sendiri. Sahabat yang dulu pernah berjuang bersama Rasulullah menegakkan Islam, kini berada dalam barisan yang hendak melawannya. Bahkan ada pula sahabat yang dulu membaiatnya menjadi khalifah. kini turut pula menghadangnya. Kondisi yang betul-betul pahit.

Ali tidak pandang bulu. Baginya hukum menyentuh siapa saja. Tidak ada istilah 'orang kuat' di mata Ali. BAgi beliau, "orang lemah terlihat kuat dimataku, saat aku harus berjuang keras mengembalikan hak miliknya yang terampas. Orang kuat terlihat lemah di mataku, saat aku terpaksa mengambil sesuatu darinya yang bukan menjadi haknya".

Di masa Khalifah Ali, pusat pemerintahan di pindahkan ke Kuffah. Dari sini kemudian ia mengendalikan wilayah Islam, yang saat itu telah meluas termasuk Syam. Kondisi saat itu benar-benar membutuhkan ketegasan. Sebagai khalifah terakhir dalam bingkai Khulafa Ar-rasyidin, Ali dihadapkan pada masa pelik. Dimana akar dari permasalahannya adalah makin bertambahnya Islam dari segi jumlah namun makin berkurang pula dari segi kualitas. Interest pribadi (nafs), kesukuan (nasionalisme sempit) yang dibalut atas nama agama, menjadi awal mulanya masa kemunduran Islam.

Ketidaksempurnaan informasi yang diterima bunda Aisyah di Mekkah terhadap beberapa kebijakan Khalifah Ali telah membuatnya menyerbu Kuffah. Perang Jamal (Unta), demikian sejarah mencatatnya. Sebab bunda Aiysah ra memimpin perang melawan Ali dengan menunggangi Unta. Bersama Aisyah, turut pula sahabat Zubair bin Awam dan Thalhah. Di akhir peperangan, Khalifah Ali menjelaskan semuanya, dan Asiyah dipulangkan dengan hormat ke Mekkah. Ali mengutus beberapa pasukan khusus untuk mengawal kepulangan bunda Aisyah ke Mekkah.

Berikutnya adalah Perang Shiffin. Bermula dari GUbernur Syam, Muawiyyah bin Abu Sofyan yang menyatakan penolakannya atas keputusan Ali mengganti dirinya sebagai gubernur. Kondisi serba tak taat ini membuat Ali masygul. Mereka bertemu dalam Perang Siffin. Dan di saat-saat memasuki kekalahannya, pasukan Syam kemudian mengangkat Al-Quran tinggi-tinggi dengan tombaknya, yang membuat pasukan Kufah menghentikan serangan. Dengan cara itu, kemudian dibukalah pintu dialog.

Perundingan inilah yang kemudian membawa babak baru dalam kehidupan Ali, bahkan dunia Islam hingga saat ini. Sebuah tahkim (arbitrase) yang menurut sebagian pihak membuat Ali di bagian pihak yang kalah, namun menunjukkan kemuliaan hati Ali di sisi lain. Syam mengutus Amru Bin 'Ash yang terkenal dengan negosiasinya dan Ali mengutus Abu Musa Asyari, yang terkenal dengan kejujurannya. Ali nampak betul-betul berharap terhadap perundingan ini dan menghasilkan traktat yang membawa kedamaian diantara keduanya. Namun, kelihaian mengolah kata-kata dari pihak Syam membuat arbitrase itu seperti mengukuhkan kemunduran Ali sebagai khalifah dan menggantikannya dengan Muawiyah.

Dan ini menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa elemen di pasukan Ali. Dari sini, lahirlah para Khawarij yang kelak kemudian, bertanggung jawab terhadap kematian Khalifah Ali.

Khawarij itu, Tiga untuk Tiga... Mereka membentuk tim berisi tiga orang yang tugasnya membunuh tiga orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap perundingan tersebut. Abdurahman bin Muljam ditugasi untuk membunuh Ali bin Thalib, Amr bin Abi Bakar ditugasi untuk membunuh Muawiyah, dan Amir bin Bakar ditugasi untuk membunuh Amr bin Ash. Mereka kemudian gagal membunuh tokoh-tokoh ini, kecuali Abdurahman bin Muljam.

Menjelang wafatnya Khalifah Ali ra, Ali sempat bermuram durja. Sebab, penduduk Kuffah termakan propaganda dan kehilangan ketaatan kepada dirinya. Saat Ali meminta warga Kuffah untuk mempersiapkan diri menyerbu Syam, namun warga Kuffah tak terlalu menanggapi seruan itu. Ini berdampak psikologis amat berat bagi Ali. Tidak hanya sekali dua kali. tapi acapkali seruan Khalifah Ali di anggap angin lalu oleh warga Kufah.

Karena itu, Ali sempat berkata," “Aku terjebak di tengah orang-orang tidak menaati perintah dan tidak memenuhi panggilanku. Wahai kalian yang tidak mengerti kesetiaan! Untuk apa kalian menunggu? Mengapa kalian tidak melakukan tindakan apapun untuk membela agama Allah? Mana agama yang kalian yakini dan mana kecemburuan yang bisa membangkitkan amarah kalian?”

Pada kesempatan yang lain beliau juga berkata, “Wahai umat yang jika aku perintah tidak menggubris perintahku, dan jika aku panggil tidak menjawab panggilanku! Kalian adalah orang-orang yang kebingungan kala mendapat kesempatan dan lemah ketika diserang. Jika sekelompok orang datang dengan pemimpinnya, kalian cerca mereka, dan jika terpaksa melakukan pekerjaan berat, kalian menyerah. Aku tidak lagi merasa nyaman berada di tengah-tengah kalian. Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara.”

"Jika bersama kalian, aku merasa sebatang kara". Pernyataan pedih mewakili hati yang pedih. Dalam kehidupan kekinian, mungkin bertebaran di tengah-tengah kita pemimpin-pemimpin baru atau anak-anak muda berjiwa pembaharu yang dalam hatinya sama dengan dalamnya hati Ali ra saat mengucapkan kalimat itu. Mereka menawarkan jalan cerah tapi, kita umatnya memilih kegelapan yang nampak menyilaukan. Kita abai terhadap ajakan mereka, dan malah mungkin memusuhinya...mengisolasinya. Ahhh...semoga kita terhindar dari kelakuan keji itu...

Usaha Khalifah Ali ra untuk menyusun kembali peta kekuatan Islam sebenarnya telah diambang keberhasilan. Satu demi satu yang dulunya tercerai berai telah kembali berikrar setia pada beliau. Namun , Allah berkehendak lain, setelah berjuang keras sekitar 5 tahun menjaga amanah kepemimpinan umat, dan setelah melewati berbagai fitnah dan deraan, Khalifah Ali menyusul kekasih hatinya, Rasulullah SAW dan FAtimah Az-Zahra menghadap Sang Pencipta, Allah SWT.

Hari itu, tanggal 19 ramadhan tahun 40 H, saat beliau mengangkat kepala dari sujudnya, sebilah pedang beracun terayun dan mendarat tepat di atas dahinya. Darah mengucur deras membahasi mihrab masjid. “Fuztu wa rabbil ka’bah. Demi pemilik Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.”, sabda Ali di tengah cucuran darah yang mengalir. Dua hari setelahnya, Khalifah Ali wafat. Ia menemui kesyahidan seperti cita-citanya. Seperti istrinya, Ali juga dimakamkan diam-diam di gelap malam oleh keluarganya di luar kota Kuffah.

Di detik-detik kematiannya, bibir beliau berulang-ulang mengucapkan “Lailahaillallah” dan membaca ayat, “Faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah. Waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah.” yang artinya, “Siapapun yang melakukan kebaikan sebiji atompun, dia akan mendapatkan balasannyanya, dan siapa saja melakukan keburukan meski sekecil biji atom, kelak dia akan mendapatkan balasannya.”

Beliau sempat pula mewasiatkan nasehat kepada keluarganya dan juga umat muslim. Di antaranya : menjalin hubungan sanak keluaga atau silaturrahim, memperhatikan anak yatim dan tetangga, mengamalkan ajaran Al-Qur’an, menegakkan shalat yang merupakan tiang agama, melaksanakan ibadah haji, puasa, jihad, zakat, memperhatikan keluarga Nabi dan hamba-hamba Allah, serta menjalankan amr maruf dan nahi munkar.

Islam telah ditinggalkan oleh satu lagi putra terbaiknya. Pengalaman heroik hidupnya telah melahirkan begitu banyak kata-kata mulia yang mungkin akan pula menjadi abadi. Ia menjadi inspirasi bagi setiap pemimpin yang ingin membawa bumi ini pada ketundukan kepada Allah SWT.

Saat ia dicerca dari banyak arah, lahirlah perkataan beliau : “Cercaan para pencerca tidak akan melemahkan semangat selama aku berada di jalan Allah”.

Saat beliau mesti menerima kenyataan pahit berperang dengan sahabatnya sendiri, dan juga mendapatkan persahabatan dari oarng yang dulunya menjadi musuh,lahirlah : "Cintailah sahabatmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi penentangmu pada suatu hari, dan bencilah musuhmu biasa saja, karena mungkin ia akan menjadi sahabatmu pada suatu hari".

Beliau juga sangat menghormati ilmu. Tidak terkira banyaknya, kalmat bijak yang keluar dari mulutnya tentang keutamaan mencari ilmu. Ia juga menyarankan orang untuk sejenak merenungi ilmu dan hikmah-hikmah kehidupan. Kata beliau, "Renungkanlah berita yang kau dengar secara baik-baik (dan jangan hanya menjadi penukil berita), penukil ilmu sangatlah banyak dan perenungnya sangat sedikit".

Khalifah Ali ra adalah sebuah legenda. He is a legend. Dan legenda tidak akan pernah mati. Bisa jadi, saat lilin-lilin di sekitar kita mulai padam satu persatu, dan kita kehilangan panduan karenanya, maka pejamkanlah saja sekalian matamu. Hadirkan para legenda-legenda Islam itu, termasuk beliau ini, dalam benakmu dan niscaya ia akan menjadi penerang bagimu...seterang-terangnya cahaya yang pernah ada di muka bumi.

History of Khalifa






UTSMAN BIN AFFAN RADHIYALLAHU ANHU


Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syamsi bin Abdi Manaf bin Qushai al-Qurasyi al-Umawi. Menurut pendapat yang benar, beliau dilahirkan di Thaif 6 tahun setelah tahun gajah sekitar tahun 576 M. Beliau diangkat menjadi khalifah 3 hari setelah jenazah ‘Umar bin al-Khaththab dimakamkan.

Beliau berkunyah (gelar) “Abu Abdillah,” beristrikan Ruqayyah dan Ummu Kultsum putri Rasulullah, oleh karena itu beliau digelari “Dzunnurain”. Beliau mempunyai 16 anak, 9 laki-laki dan 7 perempuan. (Tarikh al-Umam wal-Muluk, ath-Thabari Juz 2, hal. 692, Taarikh al-Khulafa, as Suyuthi, hal.119 )

Banyak sekali keutamaan yang dimiliki oleh khalifah Utsman. Beliau adalah sosok yang suka sekali berderma dan berinfak untuk kepentingan kaum muslimin dalam jihad fii sabilillah (di jalan Allah). Kisah kedermawanan beliau sangat banyak. Berikut kami sebutkan sebagian saja, yaitu;

1. Membeli Sumur Rumah
Tatkala rombongan kaum Muhajirin sampai di Madinah, mereka sangat membutuhkan air. Di sana terdapat mata air yang disebut sumur rumah milik seorang laki-laki dari bani Ghifar. Laki-laki itu biasa menjual satu qirbah (kantong dari kulit) air dengan satu mud makanan. Melihat hal ini, Rasulullah bertanya kepadanya, “Sudikah kamu menjualnya dengan ganti satu mata air di Surga?” Laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya apa-apa lagi selain sumber air ini. Dan aku tidak bisa menjualnya memenuhi permintaan Anda.”

Pembicaraan tersebut didengar Utsman bin Affan. Tidak lama kemudian, ia membeli sumur tersebut dengan harga 35.000 dirham. Selanjutnya, dia menemui Nabi dan bertanya, “Akankah aku mendapatkan mata air di Surga seperti yang engkau janjikan kepada laki-laki dari bani Ghifar tadi?” Beliau menjawab, “Tentu” Utsman pun berkata, “Kalau begitu, biarlah aku yang membelinya, dan aku mewakafkan untuk kaum muslimin” (Siyar A’lamin Nubala, II/569)

2. Mendanai pasukan al-Usrah (Pasukan al-Usrah adalah pasukan kaum muslimin yang dipersiapkan Rasulullah untuk menyerang pasukan Romawi di Tabuk-red)
“Abdurrahman bin Samurah bercerita, suatu ketika Utsman bin Affan menemui Nabi dengan mambawa seribu dinar di dalam baju, dan saat itu beliau sedang mempersiapkan pasukan untuk menghadapi Perang Tabuk, lalu ia meletakkan uang dinar tersebut di pangkuan Rasulullah. Beliau lantas membolak-balikkan dinar-dinar itu dengan tangannya, seraya bersabda, “Setelah hari ini, apa pun yang dilakukan Utsman tidak membahayakan dirinya (di akhirat)” (HR. at-Tirmidzi, no. 3701)

Khalid bin Sufwan menuturkan dari al-Hasan al Bashri, ia menyatakan, “Utsman bin Affan menyiapkan 750 ekor unta dan 50 ekor kuda guna menghadapi Perang tabuk.” (Siyar A’lamin Nubala, II/569)

3. Membebaskan dan memerdekakan hamba Sahaya
Dari Abu Tsaur al-Fahmi, ia pernah menemui Utsman bin Affan pada suatu hari. Utsman berkata, “Aku mengharapkan Rabbku; (1) Aku adalah orang keempat dari empat orang pertama yang masuk Islam ; (2) Aku tidak pernah berdusta (3) Aku tidak mengharapkan dunia dan mendambakannya (4) Setelah berbaiat di hadapan Rasulullah, aku tidak pernah meletakkan tangan kananku di kemaluanku (5) Sejak memeluk Islam, aku tidak pernah melewatkan satu jum’at pun tanpa membebaskan seorang budak (hamba sahaya) (6) Jika pada hari Jum’at itu aku tidak mempunyai budak, maka aku memerdekakannya pada hari berikutnya (7) Aku tidak pernah berzina, baik itu pada masa Jahiliyah maupun pada masa Islam (8) Aku ikut menyediakan perbekalan pasukan Islam dalam menghadapi Perang Tabuk (9) Nabi menikahkanku dengan putrinya (Ruqayyah) hingga dia meninggal dunia, kemudian beliau menikahkanku dengan putri beliau yang lain (Ummu Kultsum) dan (10) Aku tidak pernah mencuri semasa Jahiliyah maupun semasa Islam.” (Tarikh ath-Thabari, IV/390)

Beliau juga seorang yang zuhud dan tawadhu’. Mubarak bin Fadhalah meriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, ia bercerita, “Aku melihat Utsman bin Affan tidur di dalam Masjid dengan selendang yang terbentang di bawah kepalanya. Kemudian, seorang laki-laki datang dan duduk di atas selendang itu. Lalu, laki-laki yang lain datang dan duduk pula di atas selendang itu. Seolah-olah kedudukan Utsman (Sebagai Khalifah ummat) sama dengan mereka.”(Siyar A’lamin Nubala, II/572)

Yunus bin ‘Ubaid mengisahkan bahwa al-Hasan al-Bashri pernah ditanya tentang para sahabat yang tidur qailulah (istirahat di pertengahan siang) di dalam masjid. al-Hasan menjawab, “Aku melihat Utsman bin Affan tidur Qailulah di Masjid, padahal saat itu dia sudah menjadi Khalifah. Setelah bangkit, bekas kerikil terlihat menempel di pinggulnya. Kami pun berkata, Lihatlah, dia adalah Amirul Mukminin; lihatlah, dia adalah Amirul Mukminin.” (HR. Ahmad)

Walaupun demikian, khalifah kaum muslimin yang zuhud dan tawadhu’ ini tak luput dari tuduhan dusta atau batil yang dilontarkan oleh para tukang fitnah yang menjelek-jelekan khalifah yang shalih. Banyak tuduhan terhadap beliau, salah satunya yaitu: Bahwa beliau dituduh mempekerjakan anak-anak muda sebagai pejabat pemerintah; dan dia dituduh telah mengangkat kerabat-kerabat sendiri, bahkan mengutamakan mereka daripada orang lain. (Abdullah bin Saba’ wa Atsaruh fi Ahdatsil Fitnah fi Shadril Islam, hal.199)

Tuduhan ini tidak benar dan sang Khalifah menegaskan, “Aku hanya mempekerjakan seorang yang sudah dewasa, yang kuat mengemban jabatan, dan yang diridhai (kaum muslimin). Para pemimpin yang terpilih benar-benar kompeten dalam pekerjaan, silakan kalian selidiki sendiri; mereka penduduk asli wilayah yang dipimpinnya. Bahkan, Khalifah sebelumku pernah mengangkat pemimpin yang usianya lebih muda daripada orang-orang yang aku angkat. Sungguh, komentar orang-orang terhadap Rasulullah dalam hal ini lebih keras dari komentar mereka terhadap diriku, yaitu ketika beliau mengangkat Usamah bin Zaid (sebagai panglima perang pasukan muslim, padahal usianya belum mencapai 20 tahun).”

Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Utsman selalu mengangkat orang yang punya sifat adil. Rasulullah sendiri mengangkat ‘Attab bin Usaid menjadi pejabat di Makkah, padahal ketika itu umur ‘Attab baru 20 tahun.”

Utsman tidak layak dikritik dalam pengangkatan orang-orang tertentu tanpa ada bukti kefasikan mereka dan pengakuan Khalifah tentang mereka. Akan tetapi, hal tersebut mungkin terjadi, tetapi mereka adalah orang-orang yang memiliki keberanian dan integritas yang kuat, mengetahui masalah pemerintahan dengan baik dan mampu mengemban amanah.

Selama kekhalifahan Utsman, beliau melaksanakan program-program yang mulia sebagai bentuk sumbangsih kepada Islam dan kaum muslimin. Di antara hasil kerja yang utama dan bermanfaat bagi ummat adalah; Memperluas areal Masjidil Haram(th.26 H), memperluas Masjid Nabawi dan dengan dinding-dinding dan tiang-tiangnya dari batu ukir, atapnya dari kayu jati, serta menjadikan panjang masjid 160 hasta dan lebarnya 150 hasta. (Tarikhur Rusul, ath-Thabari, IV/251 dan Tarikhul Khulafa, hal. 249), melipatgandakan jumlah pemberian yang jangkauannya sampai kepada kaum muslimin dengan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan, menghidupkan kembali tanah yang mati, dan mengizinkan orang-orang untuk memanfaatkan dan mengolah tanah-tanah yang telah dibebaskan kaum muslimin, membangun Darul Qadha atau kantor pengadilan, menyatukan kaum muslimin dalam program satu mushaf.

Khalifah Utsman terbunuh pada bulan Haram pada 18 Dzulhijjah tahun 35 H, di Tanah Haram (Madinah). Saat terbunuh, beliau berusia 82 tahun. Beliau wafat terbunuh karena persekongkolan keji yang didalangi seorang Yahudi bernama ‘Abdullah bin Saba.

Semoga Allah membalas Utsman bin Affan dengan balasan terbaik atas perhatiannya terhadap kitabullah dan keteguhannya dalam menjaga persatuan umat Islam.

Itulah sekelumit kisah hidup tentang Khalifah kaum muslimin yang ke-3, ‘Utsman bin Affan. Umar bin al-Khatthab pernah berkata, “Rasulullah wafat sedang beliau ridha kepadanya.”(HR.al-Bukhari). Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada kita untuk bisa meneladaninya, amin. Wallahu

Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syamsi bin Abdi Manaf bin Qushai al-Qurasyi al-Umawi. Menurut pendapat yang benar, beliau dilahirkan di Thaif 6 tahun setelah tahun gajah sekitar tahun 576 M. Beliau diangkat menjadi khalifah 3 hari setelah jenazah ‘Umar bin al-Khaththab dimakamkan.

Beliau berkunyah (gelar) “Abu Abdillah,” beristrikan Ruqayyah dan Ummu Kultsum putri Rasulullah, oleh karena itu beliau digelari “Dzunnurain”. Beliau mempunyai 16 anak, 9 laki-laki dan 7 perempuan. (Tarikh al-Umam wal-Muluk, ath-Thabari Juz 2, hal. 692, Taarikh al-Khulafa, as Suyuthi, hal.119 )

Banyak sekali keutamaan yang dimiliki oleh khalifah Utsman. Beliau adalah sosok yang suka sekali berderma dan berinfak untuk kepentingan kaum muslimin dalam jihad fii sabilillah (di jalan Allah). Kisah kedermawanan beliau sangat banyak. Berikut kami sebutkan sebagian saja, yaitu;

1. Membeli Sumur Rumah
Tatkala rombongan kaum Muhajirin sampai di Madinah, mereka sangat membutuhkan air. Di sana terdapat mata air yang disebut sumur rumah milik seorang laki-laki dari bani Ghifar. Laki-laki itu biasa menjual satu qirbah (kantong dari kulit) air dengan satu mud makanan. Melihat hal ini, Rasulullah bertanya kepadanya, “Sudikah kamu menjualnya dengan ganti satu mata air di Surga?” Laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya apa-apa lagi selain sumber air ini. Dan aku tidak bisa menjualnya memenuhi permintaan Anda.”

Pembicaraan tersebut didengar Utsman bin Affan. Tidak lama kemudian, ia membeli sumur tersebut dengan harga 35.000 dirham. Selanjutnya, dia menemui Nabi dan bertanya, “Akankah aku mendapatkan mata air di Surga seperti yang engkau janjikan kepada laki-laki dari bani Ghifar tadi?” Beliau menjawab, “Tentu” Utsman pun berkata, “Kalau begitu, biarlah aku yang membelinya, dan aku mewakafkan untuk kaum muslimin” (Siyar A’lamin Nubala, II/569)

2. Mendanai pasukan al-Usrah (Pasukan al-Usrah adalah pasukan kaum muslimin yang dipersiapkan Rasulullah untuk menyerang pasukan Romawi di Tabuk-red)
“Abdurrahman bin Samurah bercerita, suatu ketika Utsman bin Affan menemui Nabi dengan mambawa seribu dinar di dalam baju, dan saat itu beliau sedang mempersiapkan pasukan untuk menghadapi Perang Tabuk, lalu ia meletakkan uang dinar tersebut di pangkuan Rasulullah. Beliau lantas membolak-balikkan dinar-dinar itu dengan tangannya, seraya bersabda, “Setelah hari ini, apa pun yang dilakukan Utsman tidak membahayakan dirinya (di akhirat)” (HR. at-Tirmidzi, no. 3701)

Khalid bin Sufwan menuturkan dari al-Hasan al Bashri, ia menyatakan, “Utsman bin Affan menyiapkan 750 ekor unta dan 50 ekor kuda guna menghadapi Perang tabuk.” (Siyar A’lamin Nubala, II/569)

3. Membebaskan dan memerdekakan hamba Sahaya
Dari Abu Tsaur al-Fahmi, ia pernah menemui Utsman bin Affan pada suatu hari. Utsman berkata, “Aku mengharapkan Rabbku; (1) Aku adalah orang keempat dari empat orang pertama yang masuk Islam ; (2) Aku tidak pernah berdusta (3) Aku tidak mengharapkan dunia dan mendambakannya (4) Setelah berbaiat di hadapan Rasulullah, aku tidak pernah meletakkan tangan kananku di kemaluanku (5) Sejak memeluk Islam, aku tidak pernah melewatkan satu jum’at pun tanpa membebaskan seorang budak (hamba sahaya) (6) Jika pada hari Jum’at itu aku tidak mempunyai budak, maka aku memerdekakannya pada hari berikutnya (7) Aku tidak pernah berzina, baik itu pada masa Jahiliyah maupun pada masa Islam (8) Aku ikut menyediakan perbekalan pasukan Islam dalam menghadapi Perang Tabuk (9) Nabi menikahkanku dengan putrinya (Ruqayyah) hingga dia meninggal dunia, kemudian beliau menikahkanku dengan putri beliau yang lain (Ummu Kultsum) dan (10) Aku tidak pernah mencuri semasa Jahiliyah maupun semasa Islam.” (Tarikh ath-Thabari, IV/390)

Beliau juga seorang yang zuhud dan tawadhu’. Mubarak bin Fadhalah meriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, ia bercerita, “Aku melihat Utsman bin Affan tidur di dalam Masjid dengan selendang yang terbentang di bawah kepalanya. Kemudian, seorang laki-laki datang dan duduk di atas selendang itu. Lalu, laki-laki yang lain datang dan duduk pula di atas selendang itu. Seolah-olah kedudukan Utsman (Sebagai Khalifah ummat) sama dengan mereka.”(Siyar A’lamin Nubala, II/572)

Yunus bin ‘Ubaid mengisahkan bahwa al-Hasan al-Bashri pernah ditanya tentang para sahabat yang tidur qailulah (istirahat di pertengahan siang) di dalam masjid. al-Hasan menjawab, “Aku melihat Utsman bin Affan tidur Qailulah di Masjid, padahal saat itu dia sudah menjadi Khalifah. Setelah bangkit, bekas kerikil terlihat menempel di pinggulnya. Kami pun berkata, Lihatlah, dia adalah Amirul Mukminin; lihatlah, dia adalah Amirul Mukminin.” (HR. Ahmad)

Walaupun demikian, khalifah kaum muslimin yang zuhud dan tawadhu’ ini tak luput dari tuduhan dusta atau batil yang dilontarkan oleh para tukang fitnah yang menjelek-jelekan khalifah yang shalih. Banyak tuduhan terhadap beliau, salah satunya yaitu: Bahwa beliau dituduh mempekerjakan anak-anak muda sebagai pejabat pemerintah; dan dia dituduh telah mengangkat kerabat-kerabat sendiri, bahkan mengutamakan mereka daripada orang lain. (Abdullah bin Saba’ wa Atsaruh fi Ahdatsil Fitnah fi Shadril Islam, hal.199)

Tuduhan ini tidak benar dan sang Khalifah menegaskan, “Aku hanya mempekerjakan seorang yang sudah dewasa, yang kuat mengemban jabatan, dan yang diridhai (kaum muslimin). Para pemimpin yang terpilih benar-benar kompeten dalam pekerjaan, silakan kalian selidiki sendiri; mereka penduduk asli wilayah yang dipimpinnya. Bahkan, Khalifah sebelumku pernah mengangkat pemimpin yang usianya lebih muda daripada orang-orang yang aku angkat. Sungguh, komentar orang-orang terhadap Rasulullah dalam hal ini lebih keras dari komentar mereka terhadap diriku, yaitu ketika beliau mengangkat Usamah bin Zaid (sebagai panglima perang pasukan muslim, padahal usianya belum mencapai 20 tahun).”

Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Utsman selalu mengangkat orang yang punya sifat adil. Rasulullah sendiri mengangkat ‘Attab bin Usaid menjadi pejabat di Makkah, padahal ketika itu umur ‘Attab baru 20 tahun.”

Utsman tidak layak dikritik dalam pengangkatan orang-orang tertentu tanpa ada bukti kefasikan mereka dan pengakuan Khalifah tentang mereka. Akan tetapi, hal tersebut mungkin terjadi, tetapi mereka adalah orang-orang yang memiliki keberanian dan integritas yang kuat, mengetahui masalah pemerintahan dengan baik dan mampu mengemban amanah.

Selama kekhalifahan Utsman, beliau melaksanakan program-program yang mulia sebagai bentuk sumbangsih kepada Islam dan kaum muslimin. Di antara hasil kerja yang utama dan bermanfaat bagi ummat adalah; Memperluas areal Masjidil Haram(th.26 H), memperluas Masjid Nabawi dan dengan dinding-dinding dan tiang-tiangnya dari batu ukir, atapnya dari kayu jati, serta menjadikan panjang masjid 160 hasta dan lebarnya 150 hasta. (Tarikhur Rusul, ath-Thabari, IV/251 dan Tarikhul Khulafa, hal. 249), melipatgandakan jumlah pemberian yang jangkauannya sampai kepada kaum muslimin dengan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan, menghidupkan kembali tanah yang mati, dan mengizinkan orang-orang untuk memanfaatkan dan mengolah tanah-tanah yang telah dibebaskan kaum muslimin, membangun Darul Qadha atau kantor pengadilan, menyatukan kaum muslimin dalam program satu mushaf.

Khalifah Utsman terbunuh pada bulan Haram pada 18 Dzulhijjah tahun 35 H, di Tanah Haram (Madinah). Saat terbunuh, beliau berusia 82 tahun. Beliau wafat terbunuh karena persekongkolan keji yang didalangi seorang Yahudi bernama ‘Abdullah bin Saba.

Semoga Allah membalas Utsman bin Affan dengan balasan terbaik atas perhatiannya terhadap kitabullah dan keteguhannya dalam menjaga persatuan umat Islam.

Itulah sekelumit kisah hidup tentang Khalifah kaum muslimin yang ke-3, ‘Utsman bin Affan. Umar bin al-Khatthab pernah berkata, “Rasulullah wafat sedang beliau ridha kepadanya.”(HR.al-Bukhari). Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada kita untuk bisa meneladaninya, amin. Wallahu