HIRUP

HIRUP
mulih ka jati, mulang ka asal

Kamis, 14 Juni 2012

Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai kupasan seminar dan lokakarya, pemahaman sektor publik sering diartikan
sebagai aturan pelengkap pemerintah yang mengakumulasi “utang sektor publik” dan
“permintaan pinjaman sektor publik” untuk suatu tahun tertentu. Artikulasi ini dampak
dari sudut pandang ekonomi dan politik yang selama ini mendominasi perdebatan sektor
publik. Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai tuntutan pajak,
birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan nasionalisasi versus privatisasi.
Terlihat jelas, dalam artian luas, sektor publik disebut bidang yang membicarakan metoda
manajemen negara. Sedangkan dalam arti sempit, diartikan sebagai pembahasan pajak
dan kebijakan perpajakan. Dari berbagai sebutan yang muncul, sektor publik dapat
diartikan dari berbagai disiplin ilmu yang umumnya berbeda satu dengan yang lain.
Sejarah Akuntansi Sektor Publik
Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor publik
sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya lebih
dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial didalam
masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat, yang umumnya berbentuk pemerintahan.
Organisasi sektor publik ini, dapat diklasifikasikan dalam:
1. Semangat kapitalisasi (Capitalistic Spirit).
2. Peristiwa politik dan ekonomi (Economic and Politic Event).
3. Inovasi teknologi (Technology Inovation).
Aspek Filosofi Sektor Publik
Pendekatan filosofi yang ada di sektor publik ialah customer approach, market concept,
individualism and self reliance, purchaser/provider split, contarct culture, performace
orientation, kompensasi dan kondisi yang fleksibel. Pilihan-pilihan akan filosofi tersebut
akan menyebabkan perbedaan didalam kebijakan publik. Salah satu contoh adalah
perubahan dari masa orde baru kepada masa reformasi saat ini, dari sentralisasi kepada
desentralisasi, sosial ke mendekati pasar dan birokrasi ke lebih penghargaan konsumen.
Definisi Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai mekanisme
akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari
berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi
pemerintahan. Dan diberbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan
publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan daripada accrual
base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor publik
didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat
diartikan sebagai: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat”. Dari definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat
sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola
oleh organisasi -organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor
publik dan swasta. Di Indonesia, akuntansi sektor publik dapat didefinisikan: “…
mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana
masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya,
pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyekproyek
kerjasama sektor publik dan swasta”.


Penerapan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia
Salah satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN.
Di tahun 1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan berupa
nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan terlalu banyaknya
‘politisasi’ atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan perusahaan tersebut hanya
dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Sehingga sejarah kehadirannya tidak
memperlihatkan hasil yang baik dan tidak menggembirakan. Kondisi ini terus
berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi pada saat dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi dari BUMN. Dengan
memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh
BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of
development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan
praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada
sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah. Salah satunya adalah
Perusahaan Umum Telekomunikasi (1989)



GAMBARAN UMUM KEUANGAN PUBLIK : GAMBARAN UMUM KEUANGAN PUBLIK

Pengertian : Pengertian Keu Publik: bagian dr ilmu ekonomi yg mempelajari aktivitas finansial pemerintah. Sektor publik: seluruh unit pemerintah dan institusi pemegang otoritas publik lainnya yg dikendalikan dan didanai oleh pemerintah (termasuk BUMN/D). Fokus Keu Publik: mempelajari pendapatan dan belanja pemerintah, dan juga menganalisis implikasi dari kegiatan pendapatan dan belanja pemerintah pada alokasi sumber daya, distribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi.

Alasan Mempelajari Keu Publik : Alasan Mempelajari Keu Publik Pertumbuhan sektor publik dari waktu ke waktu dalam jumlah yg sangat besar shg penting u/ dipelajari permasalahan mapun implikasi dari keu publik. Contoh pengeluaran pemerintah (government spending) +/- 20% dari GDP yg berarti bhw kontribusi pemerintah cukup signifikan thd pertumbuhan ekonomi.

Pentingnya Sektor Publik : Pentingnya Sektor Publik Kebijakan publik merupakan hal yg sangat penting dalam mempengaruhi perekonomian nasional melalui kebijakan moneter dan fiskal. Sektor publik dan sektor swasta merupakan kesatuan integral dlm sistem perekonomian. Pemerintah bertanggung jawab u/ melakukan tiga kegiatan publik utama: pertahanan nasional, keadilan sosial, dan pekerjaan umum. Adanya kelemahan dlm sistem mekanisme pasar, shg di negara kapitalispun peranan pemerintah dlm perekonomian tetap diperlukan minimal sebagai regulator. Contoh lain dalam keadaan ekonomi resesi peranan pemerintah diperlukan untuk memberi stimulus ekonomi melalui peningkatan governing spending.

Karakteristik Kebijakan Publik : Karakteristik Kebijakan Publik Kebijakan publik mempunyai sifat mengarahkan, mengoreksi dan melengkapi peranan mekanisme pasar. Secara lebih rinci karakteristik kebijakan publik sbb.: Untuk mencapai efisiensi pasar; Peraturan pemerintah (regulasi); Pertukaran barang dan jasa tertentu; Timbulnya masalah eksternalitas; Peranan sosial; Untuk menjamin kesempatan kerja, stabilitas harga, dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Ruang Lingkup Keu Publik : Ruang Lingkup Keu Publik cara pemerintah u/ menutup defisit anggaran; Kebijakan pemerintah dgn perekomian yg dikelola o/ rumah tangga dan Keu Publik membahas masalah2: Penyediaan barang/jasa publik, alokasi dan distribusi sumber daya. Bagaimana pemerintah memperoleh pendapatan---dihubungkan dgn aspek keadilan dan distribusi pendapatan; Bagaimana pemerintah melakukan belanja—dihubungkan dgn aspek penyediaan barang/jasa publik u/ menciptakan kesejahteraan masyarakatan dan mulitplier effect thd perekonomian; Bagaimana pemerintah melakukan pembiayaan—dihubungkan dengan swasta.

Kriteria Evaluasi Kebijakan Publik : Kriteria Evaluasi Kebijakan Publik Untuk mengetahui berhasil tidaknya suati kebijakan publik dpt digunakan kriteria beriktu ini untuk mengevaluasinya: Equity dan Fairness Economic efficiency Paternalism Freedom of choice Stabilization Trade off





Kebijakan Publik dan Pengelolaan Keuangan Negara:

Mempertanyakan Eksistensi Sistem Ekonomi Islam di Indonesia

Oleh:

Fatkhur Rokhman1

Pendahuluan

Krisis ekonomi yang melanda beberapa negara di Asia Tenggara sejak 1997 hingga beberapa tahun setelahnya memberikan kontribusi nyata bagi suatu perubahan. Jatuhnya nilai tukar mata uang Thailand menyusul Malaysia hingga Indonesia membawa dampak yang cukup mengejutkan pada waktu itu. Kelemahan pengelolaan negara atas bangsa Indonesia menjadi terungkap dengan nyata. Pembangunan yang selalu menjadi jargon selama orde baru menjadi kehilangan makna. Pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas adalah tiga hal yang selalu dikumandangkan dalam setiap propaganda resmi rezim orde baru. Dan memang tampak nyata berbeda hasil yang dicapai dibandingkan dengan orde lama. Namun dalam babak akhir orde baru, kesalahan besar komunitas elit politik ketika itu adalah tumbuhnya korupsi, kolusi dan nepotisme yang berlebihan. Pemberantasan atas ketiga hal itu kemudian menjadi jargon pertama di era reformasi.

Reformasi adalah teriakan tuntutan dari rakyat Indonesia menyusul jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998. Dengan timbulnya gerakan reformasi ini maka era orde baru telah berakhir dan selanjutnya memasuki era reformasi. Dua bidang utama yang menjadi bidikan dari gerakan reformasi adalah bidang politik dan ekonomi. Dalam bidang politik, reformasi dilakukan dengan menggantikan para pelaku politik di lembaga legislatif dengan melakukan pemilihan umum pada tahun 1999. Pelaku politik yang menduduki jabatan legislatif pada pemilihan umum sebelumnya dianggap penuh dengan praktik kolusi dan nepotisme. Suatu praktik yang tidak sesuai dengan amanat reformasi untuk menghilangkan dan menghapuskan praktik‐praktik ekonomi politik yang berbau korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dalam bidang ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dollar tercatat Rp17.000,00 per US dollar pada 21 Januari 1998. Bank Indonesia akhirnya memutuskan untuk mengubah sistem nilai tukar rupiah

1 Kepala Sub Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan BPK RI Perwakilan Kalbar dan Mahasiswa S3 PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2

menjadi kurs mengambang, tidak lagi menggunakan kurs tetap pada 14 Agustus 1997. Namun tetap saja rupiah menukik tajam hingga akhirnya pemerintah terpaksa meminta bantuan International Monetary Fund (IMF). Dengan menggandeng IMF ini ternyata telah memberikan dampak terhadap penutupan enambelas bank swasta nasional yang pada akhirnya malah berdampak lebih buruk lagi karena menimbulkan penarikan dana nasabah secara besar – besaran (rush) pada bank – bank yang lain. Dampak lain kebijakan pemerintah di bidang ekonomi ini juga berdampak pada indeks harga saham di Bursa Efek Jakarta yang ambruk. Investor mengalami kerugian dengan jatuhnya harga saham. Selain itu, data statistik agregat menunjukkan produk domestik bruto (PDB) per kapita merosot dari $US 1.200 pada tahun 1996 menjadi hanya $US 300 pada awal 1998. Harga kebutuhan pokok melonjak hingga tiga kali lipat. Tingkat inflasi menjulang tinggi hingga mencapai 60 persen2. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia ini lebih buruk daripada krisis yang sama yang melanda negeri tetangga Malaysia. Malaysia berhasil meredam gejolak mata uang ringgit dan mengembalikan kepercayaan investor akan fundamental ekonominya. Sektor investasi dan ekspor kembali menjadi motor pertumbuhan ekonomi Malaysia3.

2 Mann, R, 1998, Economic Crisis in Indonesia: The Full Story, Penang:Gateway Books, Malaysia, hal 86 & 199, dalam Wahyudi Kumorotomo, ibid, hal 221 – 225.

3 Siwage Dharma Negara, 2002, Reformasi Sektor Keuangan dan Upaya Pemulihan Ekonomi di Malaysia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. X (2), halaman 1 – 32.

Sektor investasi dan ekspor ini juga menjadi perhatian pemerintah Indonesia dalam upayanya keluar dari krisis ekonomi ini. Proses pemulihan ekonomi tergantung pada faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi kondisi perekonomian global, penyelesaian masalah hutang luar negeri, perkembangan harga minyak dan nilai tukar dollar Amerika. Sedangkan faktor internal meliputi kondisi sosial, politik dan keamanan dalam negeri, dan stabilitas ekonomi. Stabilitas ekonomi tercermin pada perkembangan laju inflasi yang sudah menurun menjadi 10,82 persen pada tahun 2001. Meskipun angka dua digit ini masih dinilai tinggi namun sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan pada 1998 yang mencapai 60 persen. Pengendalian terhadap laju inflasi ini berdampak pada nilai tukar rupiah. Bank Indonesia selanjutnya menetapkan kebijakan fiskal dan moneter yang cenderung ketat namun dengan tetap mempertimbangkan laju pertumbuhan ekonomi. Sektor investasi dan ekspor diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Demi merangsang pertumbuhan sektor investasi ini maka diperlukan iklim investasi yang kondusif. Peningkatan ekspor hanya dapat dipenuhi dengan 3

4 Siwage Dharma Negara; Maxensius Tri Sambodo; Umi Karomah Yaumidin, 2001, Perekonomian Indonesia Upaya Keluar dari Krisis, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol. IX (2), halaman 44 – 72.

5 Sebastian Eckardt, 2007, Political Accontability, Fiscal Conditions, and Leocal Government Performance – Cross‐Sectional Evidence from Indonesia, Institute of Local Public Finance Working Paper 02‐2007, http://www.ilpf.de/en/download/wp‐02‐2007.pdf, akses Juli 2009

6 Wallace Oates, 1993, “Fiscal Decentralization dan Economic Development.” National Tax Journal, (46), halaman 237‐243, dan Richard E. Wagner, 1983, Public Finance: Revenues and Expenditures in a Democratic Society, Boston Toronto: Little, Brown and Company, dalam Sebastian Eckardt, ibid, halaman 3.

7 C. Tiebout, 1956, “A Pure Theory of Local Expenditures.” Journal of Political Economy, (64), halaman 416‐424, dalam Sebastian Eckardt, ibid, halaman 4.

8 Harald Fuhr, 1999, “Institutional Change and New Incentive Structures for Development: Can Decentralization and Better Local Governance Help?” WeltTrends, (25), halaman 21 – 51, dalam Sebastian Eckardt, ibid, halaman 4.

meningkatnya daya saing produk ekspor nasional dan ini terkait dengan efisiensi industri dan perekonomian nasional secara keseluruhan4.

Demi melihat dampak yang cukup signifikan dari krisis ekonomi yang telah terjadi tersebut dalam berbagai bidang, maka reformasi merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar – tawar lagi. Perbaikan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah juga merupakan salah satu fundamental dari tegaknya negara Indonesia ini. Transparansi dan akuntabilitas publik adalah tuntutan utama yang harus dipenuhi. Desentralisasi adalah jalan keluar dari segala pernik kesulitan yang dihadapi negara ini. Desentralisasi meningkatkan responsiveness, efektivitas dan efisiensi dalam sektor publik/sektor pemerintahan5. Dengan pemberdayaan pemerintahan daerah akan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan kontak langsung dengan rakyatnya dan akan meningkatkan akuntabilitas dan responsiveness dalam pelayanan masyarakat (allocative efficiency)6. Desentralisasi mendorong persaingan antar daerah melalui kebijakan perpajakan, pengeluaran pemerintah daerah, pelayanan publik dan kebijakan regulasi bagi individu dan pelaku usaha dalam masyarakat. Dalam kerangka persaingan ini pemerintah daerah menciptakan “market‐line incentives” bagi pemerintah daerah dalam menyediakan kombinasi terbaik antara pelayanan publik dengan kebijakan tingkat pajak daerah dan retribusi (productive efficiency)7. Dalam kerangka manfaat ekonomi, desentralisasi merupakan respon atas hilangnya legitimasi pemerintah pusat, sentralisasi yang berlebihan dan kebijakan fiskal. Meningkatnya akuntabilitas politik dan legitimasi dalam sektor publik merupakan suatu hal penting dalam agenda politik dimana kebijakan desentralisasi diterapkan dewasa ini8.

Dalam ranah politik, kebijakan transfer dana alokasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menjadi suatu perdebatan yang pelik. Hal ini mencuat manakala banyak pemerintah daerah yang tergantung pada dana alokasi ini. Memang mayoritas pemerintah daerah di Indonesia masih 4

9 Josef Riwu Kaho, op.cit, halaman 151

10 William Anderson, Edward W. Weidner, 1978, State and Local Government in United States, Henry Hold Company, New York, dalam Josef Riwu Kaho, op.cit, halaman 151

11 Raul De Guzman; Proserpina D Tapales,1988, Philipine Local Government: Issues, Problem and Prospect, University of the Philippine Press, Manila, dalam Josef Riwu Kaho, op.cit, halaman 152.

12 World Bank, 2003, “Decentralizing Indonesia: A Regional Public Expenditure Overview Report.” World Bank East Asia Poverty Reduction and Economic Management Unit: Washington

13 Bert Hofman; Kadjatmiko, Kai Kaiser; Bambang Suharnoko Sjahrir, Mei 2006, Evaluating Fiscal Equalization in Indonesia, World Bank policy Working Paper 3911, http://www‐wds.worldbank.org/servlet/WDSContentServer/WDSP/IB/2006/05/05/000016406_20060505105539/Rendered/PDF/wps3911.pdf, akses Juli 2009.

mengandalkan “uluran tangan” dari pemerintah pusat. Komposisi penerimaan pendapatan pemerintah daerah masih didominasi oleh penerimaan pendapatan dari pemerintah pusat, bukan dari penerimaan pendapatan asli daerah. Pada tahun 1981, kontribusi pajak daerah dalam menyumbang penerimaan daerah hanya mencapai angka 4 – 17,9 persen untuk kota dan 1,7 – 4,5 persen untuk kabupaten di Indonesia9. Lemahnya posisi pajak daerah dalam memberikan kontribusi bagi pemasukan daerah akan semakin kontras timpangnya manakala diperbandingkan dengan posisi pajak daerah di negara lain. Di Amerika Serikat, 70 persen anggaran pendapatan dan belanja Cities diperoleh dari pajak daerah, sedangkan untuk unit pemerintahan lainnya mencapai angka 50 persen dari pengeluaran pemerintah didanai dari pajak daerah10. Sedangkan di Philipina, untuk tingkat provinsi, pajak daerah menyumbang 66,78 persen, cities 71,26 persen dan municipalities 57,79 persen11. Secara agregat, sepertiga pengeluaran negara Indonesia digunakan untuk pengeluaran pemerintah daerah. Sedangkan pendapatan asli daerah hanya mampu membiayai tujuh persen pengeluaran pemerintah daerah pada tahun 200212. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa daerah sangat tergantung pada transfer dari pemerintah pusat dalam membiayai gap antara pendapatan asli daerah dengan belanja daerah13. Transfer pemerintah pusat ini meliputi bagi hasil sumber daya alam, bagi hasil pajak, dana alokasi umum, dana otonomi khusus, dan dana alokasi khusus. Alasan fiscal gap ini pula yang kemudian digunakan oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk menciptakan 55 peraturan pajak daerah dan diperkirakan mencapai jumlah 942 pajak baru di daerah. Fokus dari obyek pajak daerah ini meliputi sektor primer seperti pertanian, pertanian, kehutanan dan pertambangan. Disamping itu, lebih dari 40 persen obyek pajak baru telah dikenakan pada barang – barang dan faktor – faktor produksi pada sektor primer tersebut. Meskipun pengenaan pajak daerah atas obyek pajak baru tersebut diterapkan oleh 5

14 Blane D Lewis, Januari 2003, Some Empirical Evidence on New Regional Taxes and Charges in Indonesia, Research Triangle Institute, North Carolina, USA.

15 Pengelolaan keuangan yang buruk ini bisa dipengaruhi oleh rendahnya kecerdasan emosi seseorang sebagaimana diungkap oleh Ely Susanto (Ely Susanto, Kecerdasan Emosional Birokrat dan Kinerja Pelayanan Publik, dalam Agus Pramusinto; Erwan Agus Purwanto, 2009, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik: Kajian tentang Pelaksanaan otonomi Daerah di Indonesia, Gava Media, JIAN UGM, MAP UGM, Yogyakarta, halaman 315 – 332).

16 Perintah Allah memberi bukti bahwa manusia adalah ciptaan yang sempurna sebagaimana QS Al A’Raf (7) ayat 11: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud”.

17 Mohammad E. Biraima, 1991, A Qur’anic Model for a Universal Economic Theory, Journal of King Abdul Aziz University: Islamic Economic, Vol 3, halaman 3 – 41.

pemerintah daerah, namun tidak kemudian berhasil meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan. 14Buruknya pengelolaan keuangan negara berimbas pada pelayanan publik dan kecepatan respon pemerintah daerah terhadap berbagai permasalahan rakyat di daerah
15. Komposisi kependudukan di Indonesia saat ini 85 persen adalah penduduk dengan menganut agama Islam. Pelaku pengelolaan keuangan negara/daerah dan juga pihak yang dilayani dalam pemenuhan hak – hak asasi manusia dengan demikian mayoritas memeluk agama Islam. Dengan demikian, umat Islam bisa dipandang sebagai subyek, bisa pula dipandang sebagai obyek. Dalam kedua posisi tersebut seorang manusia sesungguhnya telah diciptakan sedemikian rupa sempurna oleh Allah
16. Biraima menyatakan lebih jauh bahwa dalam master plan ciptaan Tuhan, sesungguhnya manusia mengikuti konsistensi pola tertentu17. Manusia seharusnya menyadari alasan – alasan penciptaan manusia oleh Allah. Pola tersebut adalah sebagai berikut:
      choice                                                                                 alter
(1) Wealth and children                                              (1) Wealth and children


(2) The potential of the self for righteous deeds          (2) The potential of the self for righteous deeds



(3) Purification of the self                                             (3) Corruption of the self

(4) Success due to purification                                      (4) Failure due to corruption

(5) Good deeds                                                              (5) Bad deeds

(6) Thankfulness for God's bounties                               (6) Unthankfulness for God's bounties

(7) Worship of God                                                        (7) Worship of worldly pleasures

(8) The pleasure of God                                                  (8) The displeasure of God