HIRUP

HIRUP
mulih ka jati, mulang ka asal

Sabtu, 14 Maret 2015

Penaklukan Konstantinopel

Penaklukan Konstantinopel

Kalau ada sosok yang ditunggu-tunggu kedatangannya sepanjang sejarah Islam, dimana setiap orang ingin menjadi sosok itu, maka dia adalah sang penakluk Konstantinopel. Bahkan para sahabat Nabi sendiri pun berebutan ingin menjadi orang yang diceritakan Nabi SAW dalam sabdanya.

Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah?, Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah/Roma?, Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel. [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan”. [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim. Adz-Dzahabi sepakat dengan al-Hakim. Sementara Abdul Ghani al-Maqdisi berkata: Hadits ini hasan sanadnya. Al-Albani sependapat dengan al-Hakim dan adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. (Lihat al-Silsilah al-Shahihah 1/3, MS)

Ada dua kota yang disebut dalam nubuwat Nabi di hadits tersebut;

1. Konstantinopel

Kota yang hari ini dikenal dengan nama Istambul, Turki. Dulunya berada di bawah kekuasaan Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks. Tahun 857 H / 1453 M, kota dengan Benteng legendaris tak tertembus akhirnya runtuh di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, sultan ke-7 Turki Utsmani.

2. Rumiyah

Dalam kitab Mu’jam al-Buldan dijelaskan bahwa Rumiyah yang dimaksud adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma. Para ulama termasuk Syekh al-Albani pun menukil pendapat ini dalam kitabnya al-Silsilah al-Ahadits al-Shahihah.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7cBOTeyrv0uUoP5EjujAK3X8-qMlSuPVBUBA9VnJMS-MO1-T9YcPjC2QYkNIEBUYCg4hup1rKcVC7c60MNUA9Kn6pMeBlC6dhFPGqqbfiaPTpytDWcVc-8Hm71YyNexPRq2-xwDCKnw/s320/Peta+Romawi.jpg
Konstantinopel telah dibuka 8 abad setelah Rasulullah menjanjikan nubuwat tersebut. Tetapi Roma, hingga hari ini belum kunjung terlihat bisa dibuka oleh muslimin. Ini menguatkan pernyataan Nabi dalam hadits di atas. Bahwa muslimin akan membuka Konstantinopel lebih dulu, baru Roma.

Itu artinya, sudah 15 abad sejak Rasul menyampaikan nubuwatnya tentang penaklukan Roma, hingga kini belum juga Roma jatuh ke tangan muslimin.


Kota Benteng

Kekaisaran Romawi terpecah dua yaitu Romawi Barat, beraliran Katholik Roma berpusat di Vatikan dan Romawi Timur yang sering disebut sebagai Byzantium, beraliran Yunani Orthodoks berpusat di Konstantinopel. Perpecahan tersebut sebagai buntut dari konflik gereja. Meskipun begitu dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban kristen. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis karena berada di perbatasan Eropa dan Asia, baik di darat karena dilalui Jalur Sutera maupun di laut karena berada diantara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.

Banyak bangsa mengincar kota ini untuk dikuasai diantaranya bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazah, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.


Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia, kota yang sekaligus benteng ini dibangun pada tahun 330 M oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine I. Konstaninopel memiliki posisi yang sangat penting di mata dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya sebagai ibukota pemerintahannya. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmara dan Tanduk Emas (Golden Horn) yang dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke dalamnya. Di samping itu, dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar sangat kokoh yang terbentang dari laut Marmara sampai Tanduk Emas. Memiliki satu menara dengan ketinggian 60 kaki, benteng-benteng tinggi yang pagar bagian luarnya saja memiliki ketinggian 25 kaki, selain tower-tower pemantau yang terpencar dan dipenuhi tentara pengawas. Dari segi kekuatan militer, kota ini dianggap sebagai kota yang paling aman dan terlindungi, karena di dalamnya ada pagar-pagar pengaman, benteng-benteng yang kuat dan perlindungan secara alami. dengan demikian, maka sangat sulit untuk bisa diserang apalagi ditaklukkan.

Kedudukan Konstantinopel yang strategis diillustrasikan oleh Napoleon Bonaparte; ".....kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!".

Banyak serangan yang dilancarkan para Khalifah Islam dalam rangka penaklukan konstantinopel dalam rentang waktu 800 tahun lamanya. Namun semuanya mengalami kegagalan sampai penyerangan terakhir yang dilakukan oleh Sultan Muhammad II yang bergelar Muhammad Al-Fatih.


Usaha pertama untuk mengepung Konstantinopel dilakukan pada tahun 34 H / 654 M pada masa pemerintahan Usman bin Affan r.a. Dia mengirimkan Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. dengan pasukan yang besar untuk mengepung dan menaklukkannya. Tetapi mereka pulang dengan tangan hampa disebabkan oleh kokohnya pertahanan Konstantinopel.

Pada masa Bani Umayah tercatat 2 serangan penting yang dilancarkan :

Pertama yang dilakukan pada masa Muawiyah bin Abu Sofyan r.a. Dalam usaha penaklukan itu Abu Ayub Al-Anshari syahid, sebelum wafat Abu Ayyub sempat berwasiat jika wafat ia meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.

Kedua adalah yang dilakukan pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tahun 98 H . Pada saat itu dia mengirimkan pasukan tentara sejumlah 20.000 orang dan sekitar seratus perahu untuk mengepung dan menaklukkan Konstantinopel. Pengepungan Konstantinopel berlangsung berbulan-bulan dengan pasukan yang dalam kondisi kritis karena keinginan kuat sang Khalifah dalam menaklukkan Konstantinopel. Tetapi usaha itu belum juga berhasil akibat suhu udara yang sangat dingin. Pasukan itu kemudian ditarik mundur oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz setelah dirinya menggantikan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang mangkat pada saat tentara masih berada di medan pertempuran.

Di masa kekhalifahan Abbasiyah berlangsung serangan yang demikian intensif ke Byzantium, namun demikian usaha ini belum sampai menyentuh Konstantinopel walaupun serangan itu telah menimbulkan gejolak di dalam negeri Byzantium, khususnya serangan yang dilakukan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid pada tahun 190 H. Setelah itu upaya penaklukan Konstantinopel dilanjutkan oleh Kesultanan Islam Seljuk di Asia Kecil diantaranya adalah Sultan Alib Arsalan yang berhasil mengalahkan tentara Kaisar Rumanos dari Romawi dengan pasukannya yang berjumlah kurang lebih 200.000 personil hanya dengan tentara Islam sejumlah 15.000 personil dalam Perang Manzikart pada tahun 464 H/1070 M. Kemenangan Spektakuler ini merupakan titik perubahan penting dalam sejarah Islam. Sebab peristiwa ini telah melemahkan pengaruh Romawi di Asia Kecil yang tak lain adalah wilayah-wilayah strategis kekaisaran Byzantium.

Saat kekhalifahan Abbasiyah yang beribukota di Baghdad dihancurkan oleh serbuan pasukan Mongol, muncullah Utsman peletak dasar Kekhalifahan Utsmaniyah. Dengan kekuasaan yang baru lahir dia telah berhasil menembus Laut Marmara, dengan bala tentaranya dia berhasil membayangi dua kota utama Byzantium kala itu yakni Azniq dan Burshah. Setelah beliau wafat, Khalifah penggantinya Orkhan melanjutkan misi pendahulunya. Tahun 727 H/1327M Nicomedia sebuah kota yang berada di barat laut Asia kecil dekat kota Konstantinopel berhasil ditaklukkan.
Sultan Orkhan sangat peduli untuk merealisasikan apa yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah SAW tentang akan ditaklukkannya Konstantinopel. Dia telah melakukan langkah-langkah strategis untuk melakukan pengepungan terhadap ibukota Byzantium dari sebelah barat dan timur pada saat yang bersamaan, agar bisa merealisasikannya, dia mengirim anaknya yang bernama Sulaiman untuk melintasi selat Dardanela dan memerintahkannya agar menguasai beberapa wilayah di sebelah barat. Tahun 758 H Sulaiman berhasil menyeberangi selat Dardanela pada malam hari bersama pasukan kavaleri. Ketika sampai di tepi barat, mereka berhasil mengambil alih beberapa kapal milik tentara Romawi yang sedang berada ditempat itu, kemudian mereka membawa kapal–kapal itu ke tepi timur, mengingat tentara Utsmaniyah belum memiliki armada laut sebab kekuasaan mereka baru saja berdiri. Di tepi timur inilah, Sulaiman memerintahkan pasukannya untuk menaiki kapal-kapal itu yang membawa mereka ke pantai Eropa. Mereka lalu mampu menaklukkan benteng Tarnab, dilanjutkan ke Ghalmabuli yang di dalamnya ada benteng Jana dan Apsala serta Rodestu, semuanya berada di selat Dardanela yang berada diutara dan selatan.

Dengan begitu Sultan Orkhan telah melakukan sebuah langkah penting dan membuka jalan bagi pemimpin yang datang setelahnya untuk menaklukkan Konstantinopel. Di Eropa, tentara Utsmaniyah melakukan penaklukan di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Byzantium. Pada tahun 762 H/1360 M, Sultan Murad I mengusai Adrianopel ( Edirne ), sebuah kota yang sangat strategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua setelah Konstantinopel oleh Byzantium. Dia menjadikan kota ini sebagai ibukota pemerintahannya sejak tahun 768H1366M. Pada masa kepemimpinan Sultan Bayazid I terjadi pengepungan Konstantinopel dengan pasukan yang dipimpinnya sendiri hingga membuat Konstantinopel hampir menemui keruntuhannya. Namun karena munculnya sebuah bahaya baru yaitu ekspansi Timur Lenk dari Mongol yang mengancam pemerintahan Utsmaniyah akhirnya Sultan Bayazid menarik mundur pengepungan tersebut.

Pada masa pemerintahan Sultan Murad II beberapa kali usaha penaklukkan Kota Konstantinopel dilakukan. Bahkan di masanya pasukan Islam beberapa kali mengepung kota ini. Adalah Sultan Muhammad II putera Sultan Murad II yang melanjutkan penaklukkan Konstantinopel baik dari ayahnya maupun pendahulunya. Dalam rangka penaklukan ini beliau berusaha untuk memperkuat kekuatan militer Utsmaniyah dari segi kuantitas hingga mencapai 250.000 personil. Selain membekali pasukan dengan kemampuan tempur dia juga menanamkan semangat Jihad. Sultan selalu mengingatkan mereka akan pujian Rasulullah SAW pada pasukan yang mampu membuka Kota Konstantinopel. Beliau selalu berharap, tentara yang dimaksud Rasulullah adalah tentaranya. Hal ini memberikan dorongan moral serta ruhiyyah yang sangat kuat di benak pasukannya. Selain itu ia juga memperkuat infrastruktur angkatan bersenjata dan modernisasi peralatan tempur, dengan membangun benteng Romali Hisyar di wilayah selatan Eropa di selat Bosphorus pada sebuah titik yang paling strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun pendahulunya yaitu Sulthan Bayazid di daratan Asia, beliau juga menyiapkan meriam-meriam yang berukuran sangat besar dalam penaklukan kali ini.

Sebelum serangan dilancarkan, Sultan Muhammad II telah mengadakan perjanjian dengan kerajaan yang berbatasan langsung dengan Konstantinopel diantaranya ialah perjanjian yang dibuat dengan kerajaan Galata yang bersebelahan dengan Byzantium. Ini merupakan strategi yang penting supaya seluruh tenaga dapat difokuskan kepada musuh yang satu tanpa ada ancaman lain yang tidak terduga.

Selain itu, dalam mempersiapkan penaklukan kota Konstantinopel, Sultan Muhammad II juga memperkuat armada laut Utsmaniyah, mengingat Konstantinopel adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali dengan menggunakan armada laut. Disebutkan bahwa kapal perang yang telah dipersiapkan berjumlah 400 unit. Meriam-meriam besar telah digerakkan dari Adrianopel menuju Konstantinopel dalam jangka waktu dua bulan.


Keseriusan Sultan Muhammad II telah mendorong Kaisar Byzantium berusaha mendapatkan pertolongan dari negara-negara Eropa. Dia memohon pertolongan dari gereja Katholik Roma sedangkan pada saat itu semua gereja di Konstantinopel beraliran Orthodoks. Demi mendapatkan bantuan tersebut Constantine XI Paleologus, Kaisar Byzantium pada saat itu setuju untuk menukar aliran di Konstantinopel demi menyatukan kedua aliran yang saling bermusuhan itu. Perwakilan dari Eropa telah tiba di konstantinopel untuk tujuan tersebut. Constantine XI Paleologus berpidato di Gereja Aya Sophia menyatakan ketundukan Byzantium kepada Katholik Roma. Hal ini telah menimbulkan kemarahan penduduk Konstantinopel yang beraliran Orthodoks. Sehingga ada di antara pemimpin Orthodoks berkata, "Sesungguhnya aku lebih rela melihat di bumi Byzantium ini sorban orang Turki Muslim daripada aku melihat topi Latin!" Situasi ini telah mencetuskan pemberontakan rakyat terhadap keputusan Constantine XI yang dianggap telah berkhianat.

Akhirnya pasukan yang dipimpin langsung Sultan Muhammad II sampai didekat Konstantinopel pada hari Kamis tanggal 26 Rabiul Awwal 857 H/6 April 1453 M. Bersama dengan Sultan adalah gurunya, Syaikh Aaq Syamsudin beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha. Mereka merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru kota dengan berbekal 150.000 ribu pasukan, meriam dan 400 kapal perang. Sultan Muhammad II mengirim surat kepada Constantine XI Paleologus untuk masuk Islam, menyerahkan penguasaan kota secara damai atau memilih perang. Constantine XI Paleologus bertahan untuk tetap mempertahankan kota. Ia dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Kota dengan benteng tinggi 10-an meter tersebut memang sulit ditembus, selain itu di sisi luar benteng dilindungi oleh parit-parit dalam. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng setebal dua lapis sedangkan dari arah selatan laut Marmara, armada laut Turki Utsmani harus berhadapan dengan kapal perang Genoa pimpinan Giustiniani dan di arah timur selat sempit tanduk emas sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa melewatinya.


Constantine XI Paleologus telah melakukan negosiasi dengan berbagai tawaran demi untuk menyelamatkan kedudukannya. Akan tetapi Sultan Muhammad II menolak semua tawaran itu, justru sebaliknya beliau memberi saran supaya Konstantinopel diserahkan kepada Daulah Utsmaniyah secara damai. Sultan Muhammad II berjanji, jika Konstantinopel diserahkan secara damai, tak ada seorang pun yang akan diapa-apakan bahkan tidak ada gereja dan harta benda penduduk yang dimusnahkan.

Bagian dari isi ucapan beliau adalah, "... serahkan kekaisaranmu, kota Konstantinopel. Aku bersumpah bahwa tentaraku tidak akan mengancam nyawa, harta dan kehormatan mereka. Mereka yang ingin terus tinggal dan hidup dengan aman sejahtera di Konstantinopel, bebas berbuat demikian. Dan siapa yang ingin meninggalkan kota ini dengan aman sejahtera juga dipersilakan".

Keesokan harinya, Sultan Muhammad II telah menyusun dan membagi tentaranya menjadi tiga bagian. Pertama adalah gugus utama yang bertugas mengepung benteng yang mengelilingi kota itu. Di belakang kumpulan utama itu adalah tentara cadangan yang bertugas menyokong tentera utama. Meriam telah diarahkan ke pintu Topkopi. Pasukan pengawal juga diletakkan di beberapa kawasan strategis seperti kawasan-kawasan bukit di sekitar Kota tersebut. Armada laut Utsmaniyah juga diletakkan di sekitar perairan yang mengelilinginya. Akan tetapi kapal-kapal itu tidak mampu memasuki perairan Tanduk Emas disebabkan rantai raksasa yang menghalanginya.


Sejak hari pertama serangan, Tentara Byzantium telah dengan keras berusaha menghalangi tentara Islam untuk merapat di pintu-pintu masuk kota mereka. Tetapi serangan tentera Islam telah berhasil mematahkan halangan itu, ditambah dengan serangan meriam dari berbagai sudut. Bunyi meriam saja telah menimbulkan rasa takut yang amat sangat kepada penduduk Konstantinopel sehingga menghilangkan semangat mereka untuk melawan.

Armada laut Utsmaniyah telah mencoba beberapa kali untuk melepas rantai besi di Tanduk Emas. Dan pada saat yang sama, mengarahkan serangan ke kapal-kapal Byzantium dan Eropa yang tiba untuk menyerang. Namun usaha ini tidak berhasil. Kegagalan armada Turki Utsmaniyah memberikan semangat kepada tentara Byzantium untuk terus bertempur. Pada saat yang sama para pendeta berjalan di lorong-lorong kota, mengingatkan penduduk supaya banyak bersabar serta terus berdoa kepada Tuhan supaya menyelamatkan Konstantinopel. Constantine XI Paleologus juga sering bolak-balik ke Gereja Aya Sophia untuk tujuan yang sama.

Meskipun begitu, kepungan armada laut Sultan Muhammad II masih belum berhasil menerobos masuk disebabkan oleh rantai besi yang melindungi Tanduk Emas. Pada saat yang sama, para Mujahidin tetap terus melancarkan serangan sehingga pada 18 April 1453 M, pasukan penyerang berhasil meruntuhkan tembok konstantinopel di Lembah Lycos yang terletak di sebelah barat kota namun dengan cepat tentara Byzantium berhasil menumpuk reruntuhan sehingga benteng kembali tertutup.

Pada hari yang sama, beberapa buah kapal perang Utsmaniyah mencoba melewati rantai besi di Tanduk Emas, tetapi gabungan armada laut Byzantium dan Eropa berhasil menghalanginya bahkan banyak kapal perang Utsmaniyah yang karam oleh serangan armada laut Eropa dan Byzantium.

Dua hari setelah serangan itu, terjadi sekali lagi perang laut antara kedua belah pihak. Sultan Muhammad II sendiri mengawasi pertempuran dari tepi pantai. Saat itu juga, Sultan menunggang kudanya hingga ke tepi laut sambil berteriak dengan sekuat tenaga untuk memberikan semangat. Kesungguhan Sultan Muhammad II berhasil menaikkan semangat tentaranya. Namun, gabungan armada Eropa dan Byzantium berhasil mematahkan serangan mujahidin walaupun mereka bersungguh-sungguh melancarkan serangan demi serangan. Kegagalan tersebut menyebabkan Sultan mengganti Palta Oglu dengan Hamzah Pasha.

Kegagalan serangan tersebut telah memberikan kekhawatiran kepada tentara Utsmaniyah. Khalil Pasha yang merupakan wazir/perdana menteri ketika itu mencoba membujuk Sultan supaya membatalkan serangan serta menerima saja perjanjian penduduk Konstantinopel untuk tunduk kepada Daulah Utsmaniyah tanpa menaklukannya. Saran itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan. Kini tinggal memikirkan cara supaya armada laut Turki Utsmani bisa melewati Tanduk Emas.

Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Tanduk Emas yang sudah dirantai. Sampai akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dikemukakan namun akhirnya dilakukan. Ide tersebut adalah memindahkan kapal-kapal perang yang berada di perairan selat bosphorus ditarik melalui darat untuk menghindari rantai penghalang. Hanya dalam semalam 70-an kapal bisa memasuki wilayah perairan Tanduk Emas (Golden Horn) melalui jalur darat yang memiliki perbukitan yang tinggi dan terjal. Cara yang dipakai untuk memindahkan kapal-kapal tersebut adalah dengan menggunakan 2 buah gelondongan kayu yang diapit menjadi satu sehingga bagian bawah kapal yang lebih lancip bisa melewati celah antara gelondongan, untuk mempermudahnya kayu-kayu diolesi minyak sehingga licin. Susunan kayu-kayu itu membentuk jalur yang menghubungkan 2 laut yang berbeda.

Pada Subuh pagi tanggal 22 April, penduduk kota yang lelap itu terbangun dengan suara pekik takbir tentara Islam yang menggema di perairan Tanduk Emas. Orang-orang di konstantinopel gempar, tak seorangpun yang percaya atas apa yang telah terjadi. Tidak ada yang dapat membayangkan bagaimana semua itu bisa terjadi hanya dalam semalam. Bahkan ada yang menyangka bahwa tentara Utsmaniyah mendapat bantuan jin dan setan.

Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:

“Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung.”

Dengan posisi tentara Islam yang semakin kuat, Sultan Muhammad II melancarkan serangan besar-besaran ke benteng terakhir Konstantinopel. Tembakan meriam yang telah mengkaramkan sebuah kapal dagang di Tanduk Emas, menyebabkan tentara Eropa yang lain lari ketakutan. Mereka telah meninggalkan pertempuran melalui kota Galata. Semenjak keberhasilan kapal mujahidin memasuki perairan Tanduk Emas, serangan dilancarkan siang dan malam tanpa henti.

Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" yang menggema di segala penjuru Konstantinopel telah memberikan serangan psikologis kepada penduduk kota itu. Semangat mereka terus luntur dengan ancaman demi ancaman dari pekikan takbir mujahiddin. Ketika ribut yang belum juga reda, penduduk Konstantinopel menyadari bahwa tentara Islam telah membuat terowongan untuk masuk ke dalam pusat kota. Ketakutan melanda penduduk sehingga mereka curiga dengan bunyi tapak kaki sendiri. Kalau-kalau tentara Turki Utsmani "keluar" dari dalam bumi.

Sultan Muhammad II yakin bahwa kemenangan semakin tiba, mendorong beliau untuk terus berusaha agar Constantine XI Paleologus menyerah kalah tanpa terus membiarkan kota itu musnah akibat gempuran meriam. Sekali lagi Sultan mengirim utusan meminta Constantine XI Paleologus agar menyerahkan Konstantinopel secara damai. Lalu Constantine XI Paleologus berunding dengan para menterinya. Ada yang menyarankan supaya mereka menyerah kalah dan ada pula yang ingin bertahan sampai akhir. Akhirnya dia setuju dengan pandangan kedua kemudian mengirimkan balasan:

"... syukur kepada Tuhan karena Sultan memberikan keamanan dan bersedia menerima pembayaran jizyah. Akan tetapi Constantine bersumpah untuk terus bertahan hingga akhir hayatnya demi takhta... atau mati dan dikuburkan di kota ini!".

Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad II bersama tentaranya meluruskan niat dan membersihkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka memperbanyak sholat, doa dan zikir dengan harapan Allah SWT memudahkan kemenangan. Para ulama juga memeriksa barisan tentara sambil memberi semangat kepada para mujahidin. Mereka diingatkan tentang kelebihan jihad dan syahid serta kemuliaan para syuhada terdahulu khususnya Abu Ayyub Al-Ansari r.a.

"...Sesungguhnya apabila Rasulullah SAW tiba di Madinah ketika kemenangan hijrah, Baginda telah pergi ke rumah Abu Ayyub Al-Ansari. Sesungguhnya Abu Ayyub pun telah datang (ke Konstantinopel) dan berada di sini!" Kata-kata inilah yang membakar semangat tentara islam hingga ke puncaknya.

Pada saat yang sama, penduduk Konstantinopel berdoa dirumah dan gereja-gereja mereka dengan khidmat berharap Tuhan menolong mereka.

Tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Ula 857 H / 29 Mei 1453 M, serangan umum dilancarkan. Sebelum penyerangan umum Sultan Muhammad II memberikan pidato kepada tentara Islam :

“... Jika penaklukan kota Konstantinopel berhasil, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran.”

Sabda Rasulullah: "Bukan kamu yang akan menaklukan Konstantinopel, tetapi anak dan cucu-mu lah yang akan mengalahkan Konstantinopel."

Diiringi hujan panah, tentara Turki Utsmani maju dalam tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan khusus Janissari. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Penduduk Konstantinopel telah berada di puncak ketakutan mereka pagi itu. Mujahidin yang memang menginginkan mati syahid, begitu berani maju menyerbu tentara Byzantium.

Tentara Islam akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka telah berhasil mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyah di puncak kota. Constantine XI Paleologus yang melihat kejadian itu melepas baju perang kerajaannya dan maju bertempur bersama pasukannya hingga menjadi martir dan tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri melarikan diri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Berita kematian Kaisar Byzantium itu menaikkan lagi semangat tentara Islam untuk terus menyerang. Namun sebaliknya, bagaikan pohon tercabut akar, tentara Byzantium menjadi tercerai berai mendengar berita kematian Rajanya.

Tepat pada hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan tanggal 29 Mei 1453 M, Konstantinopel jatuh dan berhasil ditaklukan oleh para mujahiddin. Sultan Muhammad II kemudian turun dari kudanya dan memberi penghargaan pada pasukan dengan ucapannya: “Masya Allah, kalian telah menjadi orang-orang yang mampu menaklukkan konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan”, Setelah itu beliau sujud kepada Allah SWT di atas tanah, sebagai ungkapan syukur dan pujian serta bentuk kerendahan diri dihadapan-Nya.

Pada hari itu, mayoritas penduduk Konstantinopel bersembunyi di gereja-gereja sekitar kota. Sultan Muhammad II berpesan kepada tentaranya supaya berbuat baik kepada penduduk kota yang baru ditaklukkannya. Beliau kemudian menuju ke Gereja Aya Sophia yang ketika itu menjadi tempat perlindungan sejumlah besar penduduk kota. Ketakutan jelas terbayang di wajah masing-masing penduduk ketika beliau menghampiri pintu gereja. Salah seorang pendeta telah membuka pintu gereja, dan Sultan meminta beliau supaya menenangkan penduduk.

Setelah itu, Sultan Muhammad II meminta supaya gereja berkenan ditukar menjadi Masjid supaya Jumat pertama nanti bisa dipergunakan untuk sholat Jumat. Sementara gereja-gereja lainnya tetap seperti biasa. Para pekerja bertugas menanggalkan salib, patung dan menutupi gambar-gambar untuk tujuan sholat. Pada hari Jumat itu, Sultan Muhammad II bersama para muslimin telah mendirikan sholat Jumat di Masjid Aya Sophia. Khutbah yang pertama di Aya Sophia itu disampaikan oleh Asy-Syeikh Ak Semsettin. Nama Konstantinopel kemudian diganti menjadi "Islam Bol/Islambul", yang berarti "Kota Islam" dan kemudian dijadikan sebagai ibu kota ketiga Khilafah Usmaniyyah setelah Bursa dan Edirne .



Atas jasanya tersebut Sultan Muhammad II diberi gelar Al-Fatih (penakluk), sehingga beliau sering dipanggil Sultan Muhammad Al-Fatih. Pertempuran memperebutkan Konstantinopel berlangsung dari tanggal 6 April s/d 29 Mei 1453 M, atau memakan waktu hampir 2 bulan lamanya.

Imam Ibn Hanbal



So far in our four part series on the four great imams of fiqh (Islamic jurisprudence), we have seen each one of the imams have a special and enduring role in Islamic history. Imam Abu Hanifa was the trailblazer when it came to codifying fiqh and establishing the basics of how it is to be studied. Imam Malik upheld the importance of hadith in the field of fiqh through his landmark collection of hadith, al-Muwatta. And Imam al-Shafi’i revolutionized the study of fiqh by establishing the field of usul al-fiqh, the principles behind the study of fiqh.

For the last of the four great imams, Ahmad ibn Hanbal, his contribution went beyond just fiqh. Although he was one of the greatest jurists and scholars of hadith of his time, perhaps his greatest legacy was his courage to stand for the orthodox beliefs of Islam as they were imparted to Prophet Muhammad ﷺ in the face of persecution and imprisonment at the hands of the political authority. For this reason, Imam Ahmad’s legacy is far more than just the establishment of the Hanbali madhab, but also includes the preservation of core Islamic beliefs against political oppression.

Early Life
Ahmad ibn Hanbal al-Shaybani was born in 778 in Baghdad, the capital of the Abbasid Caliphate. The relatively new city was fast becoming a center of scholarship of all forms. So as a child, Ahmad had numerous opportunities to learn and expand his intellectual horizons. Thus, by the time he was 10 years old, he had memorized the entire Quran and began studying the traditions of Prophet Muhammad ﷺ, the hadith.



Imam Ahmad traveled throughout the Arabian Peninsula in search of knowledge

Like Imam Shafi’i, Imam Ahmad lost his father at a very young age. So in addition to spending his time studying fiqh and hadith under some of Baghdad’s greatest scholars, he also worked in a post office to help support his family. He was thus able to afford studying under one of Imam Abu Hanifa’s foremost students, Abu Yusuf. From Abu Yusuf, the young Ahmad learned the basics of fiqh such as ijtihad (intellectual decision making), and qiyas (analogical deduction). 

After becoming proficient in the Hanafi Madhab, Ahmad ibn Hanbal began to study Hadith under some of the greatest Hadith scholars of Baghdad, including Haitham ibn Bishr. He was so eager to expand his knowledge of the sayings and doings of the Prophet ﷺ that he would regularly be waiting after fajr outside of the homes of his teachers, ready to start that day’s lesson. After studying in Baghdad, he went on to study in Makkah, Madinah, Yemen, and Syria. During this time, he even met Imam al-Shafi’i in Makkah. Al-Shafi’i helped the young Ahmad move beyond just memorization of hadith and fiqh, and be able to instead also understand the principles behind them. This collaboration between two of the four great imams clearly shows that the schools of Islamic law are not opposed to each other, but rather work hand in hand. In fact, when Imam al-Shafi’i left Baghdad, he was recorded as having said, “I am leaving Baghdad when there is none more pious, nor a greater jurist than Ahmad ibn Hanbal.”

Ahmad ibn Hanbal the Scholar
After studying with Imam al-Shafi’i, Imam Ahmad was able to begin to formulate his own legal opinions in fiqh. When Imam Ahmad was 40 years of age in the year 820, his mentor Imam al-Shafi’i passed away. At this point, Imam Ahmad began to teach hadith and fiqh to the people of Baghdad. Students would flock to his lectures, and he especially took care of the poorer ones, keeping in mind his own humble origins.

Despite being in the capital of the Muslim world, Baghdad, Imam Ahmad refused to be attracted to a life of luxury and wealth. He continued to live on very humble means, and rejected the numerous gifts that people would offer him, instead choosing to live on whatever small amounts of money he had. He especially insisted on not accepting gifts from political figures, ensuring his independence from the political authority which could affect his teachings.

The Mihna
Imam Ahmad was in Baghdad during the time of the Abbasid Caliph al-Ma’mun, who reigned from 813-833. Although al-Ma’mun was vital to the establishment of Baghdad as an intellectual center, he was heavily influenced by a group known as the Mu’tazila. Mu’tazili philosophy championed the role of rationalism in all aspects of life, including theology. Thus, instead of relying on the Quran and Sunnah to understand God, they relied on philosophical techniques first developed by the Ancient Greeks. Chief among their beliefs was that the Quran was a created book, as opposed to the un-created literal word of Allah.

Al-Ma’mun believed in the Mu’tazili line of thought, and sought to impose this new and dangerous belief system on everyone in his empire – including the scholars. While many scholars pretended to subscribe to Mu’tazili ideas in order to avoid persecution, Imam Ahmad refused to compromise his beliefs.



Legal writings based on the Hanbali Madhab written by Abu Dawud in the late 800s.

Al-Ma’mun instituted an inquisition known as the Mihna. Any scholars who refused to accept Mu’tazili ideas was severely persecuted and punished. Imam Ahmad, as the most famous scholar of Baghdad, was brought before al-Ma’mun and ordered to abandon his traditional Islamic beliefs about theology. When he refused, he was tortured and imprisoned. His treatment at the hands of the political authority was extremely severe. People who witnessed the torture commented that even an elephant could not have handled the treatment that Imam Ahmad was subject to.

Despite all of this, Imam Ahmad held to traditional Islamic beliefs, and thus served as an inspiration for Muslims throughout the empire. His trials set the precedent that Muslims do not give up their beliefs regardless what the political authority imposes on them. In the end, Imam Ahmad outlived al-Ma’mun and his successors until the Caliph al-Mutawakkil ascended in 847 and ended the Mihna. Imam Ahmad was again free to teach the people of Baghdad and write. During this time, he wrote his famous Musnad Ahmad ibn Hanbal, a collection of hadith that served as the basis of his school of legal thought, the Hanbali Madhab.



Imam Ahmad passed away in Baghdad in 855. His legacy was not restricted to the school of fiqh that he founded, nor the huge amount of hadith he compiled. Unlike the other three imams, he had a vital role in preserving the sanctity of Islamic beliefs in the face of intense political persecution. Although the Hanbali Madhab has historically been the smallest of the four, numerous great Muslim scholars throughout history were greatly influenced by Imam Ahmad and his thoughts, including Abdul Qadir al-Gilani, Ibn Taymiyyah, Ibn al-Qayyim, Ibn Kathir, and Muhammad ibn Abd al-Wahhab.

Kamis, 12 Maret 2015

5 Muslim Penemuan yang Mengubah Dunia



Kopi Tentang 1600000000 cangkir kopi dikonsumsi setiap hari di seluruh dunia. Miliaran orang mengandalkan itu sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari mereka. Namun, sangat sedikit orang yang menyadari asal-usul Muslim minuman di mana-mana ini.

6 Besar Mengkonversi Untuk Islam
23 Juni Feature, Islam di Amerika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Sejarah Modern, Ottoman History 1 comment

Barmakid Keluarga (600s-900S)

The Barmakids adalah keluarga dari administrator Buddha dari kota Balkh, di tempat yang sekarang Afghanistan. Ketika Kekhalifahan Umayyah menaklukkan daerah di pertengahan 600s, keluarga masuk Islam. Setelah Revolusi Abbasiyah di 750, Barmakids menjadi terkenal sebagai administrator berbakat. Mereka membawa bersama mereka berabad-abad pengalaman dalam Kekaisaran Persia bagaimana mengelola birokrasi pemerintah yang besar, sesuatu yang para khalifah Abbasiyah Arab tidak mengetahui.
Sebagai wazir, mereka memiliki pengaruh besar pada pembentukan kerajaan di akhir abad ke-8. Yahya bin Khalid al-Barmaki adalah sangat berpengaruh. Dia diangkat sebagai guru dan mentor untuk anak muda Harun al-Rasyid, yang akan pergi untuk menjadi khalifah selama Abbasiyah memiliki zaman keemasan mereka. Di bawah bimbingannya, Harun al-Rasyid berhasil menjalin perdamaian dengan tetangga, pertumbuhan kekaisaran eksponensial ekonomi, perlindungan ulama, dan sistem infrastruktur yang disaingi bahwa Roma kuno. The Barmakid keluarga secara keseluruhan sehingga memiliki dampak besar pada bentuk politik dunia Muslim yang akan berlangsung selama berabad-abad.

Berke Khan (Tidak dikenal-1266)

Sebagai cucu dari Mongol penakluk besar, Genghis Khan, Berke Khan adalah seorang tokoh penting dalam dunia Mongol pada pertengahan 1200. Seperti Mongol lainnya, ia awalnya mempraktikkan bentuk perdukunan kafir. Sebagai pemimpin di Golden Horde - tentara Mongol - ia dikirim ke Utara Pegunungan Kaukasus dan Eropa Timur untuk menaklukkan Kipchak Turki. Dia akhirnya berhasil memimpin tentara semua jalan ke Hongaria.
Tentara Hulagu Khan menyerang Baghdad
Kemudian selama perjalanannya kembali ke tanah air Mongol, ia berhenti di Bukhara mana ia mempertanyakan Muslim lokal tentang keyakinan mereka. Ia yakin pesan Islam dan bertobat, menjadi pemimpin Mongol pertama yang menerima Islam. Setelah pertobatannya, banyak tentara di pasukannya juga dikonversi, menyebabkan ketegangan dengan tentara Mongol lainnya, yang melanda negeri-negeri Muslim, termasuk ibukota kuno dari Abbasiyah, Baghdad.
Setelah mendengar dari karung Baghdad pada tahun 1258 oleh sepupunya, Hulagu Khan, Berke berjanji dendam, menyatakan, "Dia (Hulagu) telah dipecat semua kota kaum muslimin, dan telah membawa kematian khalifah. Dengan bantuan Allah aku akan memanggilnya untuk menjelaskan begitu banyak darah yang tidak bersalah. "Dengan bersekutu dengan Kesultanan Mamluk Mesir, Berke berhasil menahan pasukan Hulagu yang cukup untuk mencegah invasi besar (dan kehancuran) dari sisa tanah Muslim di Mesir, Suriah, dan Hijaz.

Zağanos Pasha (Tidak dikenal-1461)
Asal Yunani atau Albania, Zağanos Pasha direkrut menjadi Janissary korps elit dari Kekaisaran Ottoman sebagai seorang anak. Seperti Yenicheri lainnya, ia dididik dalam Islam, administrasi sipil, dan hal-hal militer. Dia segera diangkat sebagai mentor dan penasihat untuk muda Mehmed II, yang kemudian menjadi sultan ketujuh di dinasti Ottoman.
Ketika Mehmed menjadi sultan, ia ditunjuk Zağanos Pasha sebagai wazir kedua. Zağanos Pasha sering berkonsultasi pada semua urusan negara, terutama pengepungan dan penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453. Selama pengepungan, ia diberi perintah bagian dari tentara utara kota, dan pasukannya berada di antara yang pertama untuk berhasil menangkap sebagian dinding legendaris Konstantinopel. Warisannya hidup hari ini di berbagai wakaf (termasuk masjid, dapur umum, dan pemandian umum) di kampung halamannya di Balikesir serta di Edirne.
Ibrahim Muteferrika (1674-1745)
Halaman dari atlas yang dicetak oleh Ibrahim Muteferrika.
Sebuah tuduhan yang umum dilemparkan di Kekaisaran Ottoman adalah bahwa itu intelektual stagnan dan tahan terhadap inovasi apapun. Sebuah mengkonversi Hungaria Islam - Ibrahim Muteferrika - lalat dalam menghadapi gagasan itu. Dia awalnya seorang diplomat Ottoman yang berhasil menumbuhkan hubungan erat antara Kekaisaran Ottoman dan Perancis dan Swedia. Sebagai hasil dari kerja diplomatiknya, dia terkena ide-ide Eropa di Renaissance dan penggunaan mana-mana mesin cetak.
Kembali di Istanbul, ia mendirikan sebuah percetakan, di mana ia mencetak salinan atlas, kamus, dan beberapa buku-buku agama. Di antara karya-karyanya diterbitkan adalah atlas dunia yang dibuat oleh ahli geografi terkenal Katip Celebi, yang menggambarkan seluruh dunia yang dikenal pada waktu itu di detail yang luar biasa dan presisi. Selain hanya mencetak buku, Muteferrika juga menulis di berbagai mata pelajaran, termasuk sejarah, teologi, sosiologi, dan astronomi.

Alexander Russel Webb (1846-1916)
Pada akhir abad ke-19 Amerika, jurnalisme mulai lepas landas sebagai media yang efektif dan berpengaruh untuk mempengaruhi publik. Salah satu orang yang membantu memacu gelombang jurnalistik ini adalah Alexander Russell Webb. Yakin tentang agama Kristen, dan menjadi seorang jurnalis yang membaca, ia mulai banyak membaca tentang agama-agama lain, dan sangat tertarik pada Islam. Ketika ia ditunjuk oleh Departemen Luar Negeri AS untuk bekerja di kedutaan Amerika di Filipina pada tahun 1887, ia mengambil kesempatan untuk memulai korespondensi dengan umat Islam di India tentang Islam.

Meskipun ia awalnya diperkenalkan kepada Islam melalui anggota lazim (dan terus terang, tidak Islami) Gerakan Ahmadiyah, ia akhirnya menemukan jalan ke arus utama Islam. Dia melanjutkan untuk melakukan perjalanan di seluruh dunia Muslim, mempelajari Islam dan pertemuan dengan ulama. Pada tahun 1893, ia mengundurkan diri jabatannya di Departemen Luar Negeri dan kembali ke Amerika. Kembali di Amerika Serikat, ia menerbitkan sejumlah buku tentang Islam dan mulai koran Islam menjelaskan agama kepada publik Amerika. Pada dekade awal abad ke-20, ia terus menjadi suara yang menonjol bagi Islam di Amerika Serikat, bahkan diangkat menjadi konsul kehormatan oleh Ottoman Sultan Abdulhamid II. Dia meninggal pada tahun 1916 dan dimakamkan di luar Rutherford, New Jersey.

Malcolm X (1925-1965)
Tidak seperti orang lain di daftar ini, Malcolm X hampir tidak seorang pria yang membutuhkan banyak pengenalan. Pada awal hidupnya, ia berjuang menemukan perannya di dunia. Setelah putus sekolah lebih awal, ia selalu menemukan dirinya dalam kesulitan, akhirnya mendarat dirinya di penjara pada tahun 1946. Selama 8 tahun di penjara, ia terkena ide-ide dari Nation of Islam - sebuah kelompok pseudo-Islam didirikan pada awal 1900 berdasarkan ide-ide supremasi hitam dan kejahatan ras kulit putih. Setelah dibebaskan pada tahun 1952, ia bertemu dengan "nabi" dari NOI, Elijah Muhammad, dan menjadi menteri untuk grup.


Malcolm X

Karena kefasihan dan kecerdasan yang luar biasa, Malcolm X cepat naik melalui jajaran NOI, menjadi pemimpin kelompok pada pertengahan 1950-an. Karena ini adalah era Gerakan Hak Sipil Amerika, Malcolm X menjadi salah satu suara terkemuka di Amerika mengadvokasi hak yang sama untuk Afrika Amerika. Bertentangan dengan pemimpin besar lainnya, Martin Luther King, Malcolm X orang kulit hitam percaya harus mempertahankan diri - bahkan keras - jika diperlukan karena penindasan pemerintah.

Pada akhir 1950-an, Malcolm X mulai melihat beberapa lubang di keyakinan dan ide-ide dari Nation of Islam gerakan. Dia meninggalkan grup dan memulai perjalanan untuk menemukan apa yang Islam sejati. Ia pergi ke haji pada tahun 1964, kemudian melanjutkan tur Muslim dan negara-negara Afrika. Selama ini ia menerima Islam yang benar dan kembali ke Amerika dengan menemukan tekad baru untuk menyebarkan Islam di kalangan masyarakat Afrika Amerika. Ia juga mengubah namanya menjadi El-Hajj Malik El-Shabazz, meskipun kebanyakan orang masih mengenalnya sebagai Malcolm X.


Berbicara di depan umum atas nama Islam dan melawan Nation of Islam membuatnya banyak musuh di kalangan sekutu lamanya, terutama ketika banyak penggemarnya mulai meninggalkan Bangsa mendukung arus utama Islam. Hasil ini pembunuhannya pada tahun 1965 di tangan Nation of Islam preman. Meskipun waktu sebagai seorang Muslim pendek, dia sangat berpengaruh dan terus melayani sebagai simbol untuk Muslim Amerika dan aktivis hak-hak sipil di Amerika Serikat.

Hakekat Ilmu



Hakekat Ilmu

“Seandainya dunia sebanding dengan satu sayap sayap lalat di sisi Allah, niscaya Dia tidak akan memberikan seteguk air pun bagi seorang kafir” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits hasan shahih”)
Baru saja para orang tua disibukkan oleh agenda “mencarikan sekolah” untuk putra-putrinya yang akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Sungguh melelahkan dan menegangkan, apalagi bagi anak yang nilainya pas-pasan. Sang Bapak dan Anak harus kesana-kemari sambil mencari informasi setiap harinya. Tidak hanya satu formulir yang diambilnya, sebagai alternatif bila sekolah pilihan pertama tidak dapat diraih. Fenomena ini terjadi setiap tahun, termasuk oleh sebagian besar kaum muslimin. Banyak pendaftar yang diterima dan akan berhadapan dengan biaya sekolah yang cukup besar. Namun ada juga yang tidak diterima sehingga harus memutar haluan hidup. Secara umum, hanya ada satu motivasi yang terbersit di hati mereka, yaitu : anakku harus menjadi orang sukses!
Sukses yang hakiki adalah berhasil menjalani hidup ini untuk mendapatkan syurga-Nya. Berapa banyak orang tua memandang bahwa kesuksean itu adalah dengan nilai duniawi. Lihatlah hadits di atas, bagaimana nilai dunia ‘tidak lebih berharga dari sayap seekor nyamuk!!’. Hingga tujuan mereka menyekolahkan anak-anaknya ialah agar mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Mereka lupa akan tujuan menuntut ilmu ialah harus ikhlas karena Allah dan agar generasi kita tidak berada dalam kebodohan. Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan.
Mereka lupa bahwa Islam sebagai agama paripurna telah memberikan perhatian yang besar terhadap kesuksesan, yaitu dengan ilmu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Menuntut ilmu itu wajib (hukumnya) atas setiap muslim” (Shahihul Jami’ 3913)
Yang dimaksud dalam hadits ini adalah menuntut ilmu syar’i. Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk.
Namun ketahuilah kaum muslimin yang semoga Allah rahmati, bahwa Islam membagi ilmu berdasarkan hukumnya sebagai berikut:
Pertama: Ilmu Dien, yang terbagi menjadi:
Ilmu dien yang hukumnya Fardlu ‘Ain (wajib dimiliki oleh setiap orang), yaitu: Ilmu tentang akidah berupa rukun iman yang enam, dan ibadah, seperti thoharoh, sholat, shiyam, zakat, dan ibadah wajib lainnya.
Ilmu dien yang hukumnya Fardlu Kifayah (harus ada sebagian orang islam yang menguasai, bila tidak ada maka semua kaum muslimin di tempat itu berdosa), yaitu: ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fara’idh, ilmu bahasa, dan ushul fiqh.

Kedua: Ilmu Duniawi, yaitu segala ilmu yang dengan ilmu tersebut tegaklah segala maslahat dunia dan kehidupan manusia, seperti: ilmu kedokteran, pertanian, ilmu teknik, perdagangan, militer, dan sebagainya. Menurut ‘ulama, hukum ilmu duniawi adalah fardlu kifayah.
Dengan demikian, islam adalah agama ilmu, ilmu kemaslahatan hidup di dunia maupun akhirat. Namun seiring dengan pergeseran tujuan hidup manusia, motivasi menuntut ilmu pun mulai bergeser. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia mulai condong kepada ilmu duniawi dan menomor duakan, bahkan melupakan ilmu dien (agama). Entah kekhawatiran apa yang membayangi manusia sehingga mereka lebih mementingkan ilmu dunia dari pada ilmu dien, padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS. Ar Rum:7)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Umumnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang mereka maju dalam bidang usaha, akan tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa mempelajari ilmu dienul islam untuk kebahagiaan akhirat mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/428)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata: “Pikiran mereka hanya terpusat kepada urusan dunia sehingga lupa urusan akhiratnya. Mereka tidak berharap masuk surga dan tidak takut neraka. Inilah tanda kehancuran mereka, bahkan dengan otaknya mereka bingung dan gila. Usaha mereka memang menakjubkan seperti membuat atom, listrik, angkutan darat, laut dan udara. Sungguh menakjubkan pikiran mereka, seolah-olah tidak ada manusia yang mampu menandinginya, sehingga orang lain menurut pandangan mereka adalah hina. Akan tetapi ingatlah! Mereka itu orang yang paling bodoh dalam urusan akhirat dan tidak tahu bahwa kepandaiannya akan merusak dirinya. Yang tahu kehancuran mereka adalah insan yang beriman dan berilmu. Mereka itu bingung karena menyesatkan dirinya sendiri. Itulah hukuman Allah bagi orang yang melalaikan urusan akhiratnya, akan dilalaikan oleh Allah ‘azza wa jalla dan tergolong orang fasik. Andaikan mereka mau berpikir bahwa semua itu adalah pemberian Allah ‘azza wa jalla dan kenikmatan itu disertai dengan iman, tentu hidup mereka bahagia. Akan tetapi lantaran dasarnya yang salah, mengingkari karunia Allah, tidaklah kemajuan urusan dunia mereka melainkan untuk merusak dirinya sendiri.” (Taisir Karimir Rahman 4/75)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam urusan akhiratnya.” (Shahih Jami’ Ash Shaghir)
Maukah kita disebut bodoh oleh Sang Khaliq…??
Akankah kita bergelimang dalam kebodohan ilmu dien (agama), padahal kebodohan adalah sebuah kejumudan? Lalu, tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti? Apa yang menghalangi kita untuk segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia karena tergambar kesuksesan masa depan kita?
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, seorang ‘ulama kontemporer telah mengumpulkan keutamaan ilmu, khususnya ilmu dien untuk mendongkrak motivasi kita yang begitu lemah. Mari kita simak!
Bahwa ilmu dien adalah warisan para Nabi, warisan yang lebih berharga dan lebih mulia dibanding segala warisan. Rasulullah telah bersabda:
“Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambilnya (warisan ilmu), sungguh ia telah mengambil keuntungan yang banyak”. (Shahihul Jami Al Albani : 6297)


Ilmu itu akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta akan berpindah dan berkurang bahkan jadi rebutan bila pemiliknya telah mati. Kita pasti mengetahui Abu Hurairah –semoga Allah meridlainya- seorang yang diberi julukan “gudangnya periwayat hadits”. Dari segi harta, beliau tergolong kaum kaum papa (fuqoro’), hartanya pun telah sirna, tetapi ilmunya tidak pernah sirna. Kita masih tetap membacanya. Inilah buah dari Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gudang yang luas untuk menyimpannya, cukup disimpan dalam dada dan kepalanya. Ilmu akan mejaga pemiliknya sehingga memberi rasa aman dan nyaman, berbeda dengan harta yang bila semakin banyak, semakin susah menyimpannya, menjaganya, dan pasti membuat gelisah pemiliknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam menggambarkan para pemilik ilmu itu ibarat lembah yang bisa menampung air yang bermanfaat bagi alam sekitar, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Perumpamaan dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan yang menimpa tanah, sebagian di antaranya ada yang baik (subur), yang mampu menampung air dan menumbuhkan tetumbuhan dan rumput-rumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah keras yang mampu menahan air yang dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia untuk meminum, mengairi tanaman, dan bercocok tanam…..” (HR. Bukhari & Muslim)
Ilmu adalah jalan menuju surga (jannah), tiada jalan pintas menuju surga kecuali dengan ilmu. Sabdanya shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” (HR. Muslim)
Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Siapa yang Allah kehedaki baginya kebaikan, akan dipahamkan baginya masalah dien (agama)” (HR. Bukhari)


Problem terbesar di kalangan ummat ini adalah kebodohan terhadap agamanya. Maka diperlukan usaha nyata untuk memecahkan problem tersebut, yaitu dengan ilmu. Dan ilmu tersebut hanya akan didapat majelis ilmu yang didalam dikatakan “Firman Allah, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan perkataan para sahabat –semoga Allah meridlai mereka semua-”. Tanpa melalaikan ilmu dunia, ilmu agama harus diprioritaskan karena hukum dan manfaatnya jauh lebih tinggi dibanding ilmu duniawi. Hal inilah yang sekarang ini terbalik. Ummat lebih mementingkan ilmu dunia dan cenderung melupakan ilmu dien. Padahal tidak ada obat bagi kebodohan kecuali dengan ilmu. Kebodohan dalam hal apapun! Bahkan ketika di antara kita ada yang mengatakan “kita harus seimbang antara dunia dan akhirat”.
Maka pada hakikatnya perkataan itu hanyalah usaha untuk menutupi kebodohan terhadapa ilmu dien. Bagaimana dikatakan seimbang, dikala dia tidak mengetahui syarat Laa Ilaha Illallah serta pembata-pembatalnya, konsekuensi 2 kalimat syahadat, rukun-rukun shalat, dan ilmu-ilmu dasar lainnya. Sementara dia mengetahui sekian banyak ilmu dunia, akuntansi, geografi, matematika, kimia dan ilmu yang bersifat duniawi secara mendetail. Bukanlah hal tercela diantara kita mendalami ilmu tersebut, namun yang dicela adalah ketika ilmu-ilmu tersebut mereka kuasai, tapi ilmu dien adalah nol besar jika tidak mau dikatakan minus.
Demikianlah beberapa mutiara ilmu (dien) yang jauh lebih mulia dari harta. Sebenarnya masih banyak keunggulan lainnya yang tidak termuat dalam tulisan sederhana ini. Karena itu mari kita gali ilmu dien secara benar dari sumbernya, yaitu Al-Quran dan As-sunnah melalui pemahaman para salafush shalih (pendahulu yang shalih). Jangan lupakan mutiara berharga dalam hidup ini.

Wallaahu waliyyut-taufiq.


Senin, 09 Maret 2015

kebangkitan astronomi di Bagdad

kebangkitan astronomi di Baghdad antara 9 dan 19

kebangkitan astronomi di Baghdad pada abad kesembilan dan kesepuluh: Daftar publikasi, terutama dari 50 tahun terakhir" di www.davidking.org (link). Kami berterima kasih kepada Prof. Raja untuk mengizinkan publikasi di situs Muslim Heritage.

Kata pengantar

"Orang dahulu membedakan diri melalui penemuan kesempatan mereka prinsip-prinsip dasar dan penemuan ide-ide. Para ulama modern, di sisi lain, membedakan diri melalui penemuan banyak rincian ilmiah, penyederhanaan sulit (masalah), kombinasi tersebar (informasi), dan penjelasan (bahan yang sudah ada di) koheren (bentuk). Orang dahulu datang ke prestasi khusus mereka berdasarkan prioritas mereka dalam waktu, dan tidak karena setiap kualifikasi alami dan kecerdasan. Namun, bagaimana banyak hal melarikan diri mereka yang kemudian menjadi penemuan asli sarjana modern, dan berapa banyak yang mantan meninggalkan untuk yang kedua yang harus dilakukan! " Penyair, sastrawan dan pembuat instrumen astronomi Hibat Allah al-Baghdadi (Baghdad, ca. 1120), sebagian mengutip astronom-matematika Abu Ja'far al-Khazin (Rayy, ca. 980), sebagaimana diterjemahkan oleh Franz Rosenthal, " Al-Asturlâbî dan as-Samaw'al Ilmiah Kemajuan ", Osiris 9 (1950), hlm. 555-564, esp. p. 559.


"Warisan gerakan penerjemahan dalam masyarakat Islam sangat mendalam dan manifold, tetapi secara historis tidak akurat untuk berbicara tentang hal itu dalam isolasi dari tradisi ilmiah dan filosofis Arab yang dibina itu sepanjang keberadaannya. Satu harus menghindari menghasilkan kesan palsu bahwa terjemahan , setelah dieksekusi dalam fase reseptif, menyebabkan pengembangan bahasa Arab pemikiran filosofis dan ilmiah selama tahap kreatif selanjutnya tradisi ini. " Dimitri Gutas, Yunani Thought, Budaya Arab (lihat § 1), p. 192.


Dari Kiri: Profesor Salim Al-Hassani, Profesor David King, Profesor Jeffrey Hoffman, Profesor Hamid Al-Naimiy
dan Profesor Martin Barslow dari Konferensi Internasional Kedua di Sharjah (Sumber)

Tidak ada upaya telah dilakukan di Frankfurt - atau di mana pun, dalam hal ini - untuk mendokumentasikan sejarah astronomi di eighth-, ninth- dan abad kesepuluh Baghdad. Sebaliknya, sebagian besar studi yang tercantum di bawah hanya berkembang secara alami sebagai akibat dari fakta bahwa sebagian besar dari apa yang kita studi spesialis dalam kaitannya dengan astronomi dalam Islam abad pertengahan dan abad pertengahan Eropa mulai di sana dan kemudian. Juga, kita hanya bisa mengklaim telah menggores permukaan subjek ini. Banyak teks berasal dari lingkungan ini telah terdaftar oleh F. Sezgin dalam survei bio-bibliografi tentang sastra Arab hingga ca. 1100 (lihat di bawah). Sebagian besar naskah asli yang digunakan oleh tim Frankfurt ditemukan di perpustakaan di seluruh dunia pada 1970-an dan 80-an.

Pembaca harus menyadari adanya studi sebelumnya oleh para sarjana seperti Sédillots père et fils, CA Nallino, H. Suter, O. Neugebauer, D. Pingree, ES Kennedy, dan P. Kunitzsch. Beberapa dari mereka tidak mungkin bisa ditinggalkan dari daftar pustaka ini untuk alasan sentimental, meskipun mereka mendahului, katakanlah, 1980. Untuk pendatang baru ke lapangan ini, tempat terbaik untuk memulai adalah Kennedy et al., Studi (§ 1). Untuk bio-bibliografi informasi ilmuwan Muslim pergi ke Sezgin, GAS, V-VII (sampai ca. 1100); Suter, MAA, Matvievskaya & Rosenfeld, Ibu, dan Kairo ENL Survey (semua periode); dan Ihsanoglu et al., Ottoman Ilmiah Sastra (Ottoman Empire) (semua yang tercantum dalam § 1).


Ada kecenderungan di kalangan ulama - bahkan spesialis dalam sejarah ilmu pengetahuan Islam - untuk menjadi pra-sibuk dengan gerakan penerjemahan Graeco-Arab, seolah-olah itu adalah satu-satunya aspek ilmu pengetahuan Islam yang dari kekhawatiran utama. Untungnya salah seorang sarjana, David Pingree, telah peduli juga dengan pengaruh India dan Iran dalam astronomi Islam awal. Banyak studi yang tercantum di bawah kesepakatan dengan "astronomi Islam" pada abad ke-9 yang sudah disiplin terhormat dalam dirinya sendiri, tetapi fenomena ini terjadi pada saat yang sama dengan terjemahan utama karya-karya seperti Almagest menjadi tersedia. Mungkin kita tidak perlu menyebutnya "astronomi Islam", melainkan "astronomi peradaban Islam", untuk sejumlah besar kontributor yang bukan Muslim, melainkan orang-orang Kristen, Yahudi atau Sabian; ini adalah, bagaimanapun, selalu minoritas di kancah keseluruhan. Beberapa Muslim yang terlibat adalah orang Arab, tetapi sejumlah besar, bahkan mayoritas, awalnya dari Iran atau Central asal Asia. Sebut saja apa yang akan Anda, "astronomi Islam" menggunakan metode dan bahan-bahan yang pada akhirnya berasal dari Yunani atau Indo-Iran, tetapi juga diproduksi dengan kecepatan yang luar biasa korpus metode baru dan bahan, termasuk segala macam tabel dihitung khusus untuk Baghdad. Jadi, misalnya, kita mencatat bahwa buku astronomi dengan meja-meja yang disiapkan untuk Khalifah al-Ma'mun ca. 825 dan dikenal sebagai Mumtahan Zij muncul di tempat kejadian pada saat yang sama sebagai terjemahan nyata pertama dari Almagest. The Mumtahan Zij sudah menjadi kerja Islam, sangat berbeda dalam gaya dan konten dari Almagest. Juga, pada saat yang sama, muncul sekelompok karya lain yang telah datang ke cahaya hanya dalam beberapa tahun terakhir: kesepakatan ini dengan instrumentasi astronomi dan penerapan prosedur astronomi aspek ritual agama Islam: kalender lunar, didefinisikan astronomis kali doa Muslim, dan arah suci (kiblat) terhadap Ka'bah di Mekah. Karena banyak astronomi Islam kemudian dikhususkan untuk tema-tema seperti itu, kesalahan untuk berpikir bahwa bahkan astronomi kemudian Islam sangat bergantung pada setiap tradisi Yunani. Sudah pada abad ke-9 itu "Islam", dan seperti itu tetap selama seribu tahun sesudahnya. Fakta bahwa di sana ada sebuah tradisi penting dari terjemahan karya-karya Yunani dan tafsiran atasnya dalam astronomi Islam, tetapi tanpa kuat pengaruhnya di atasnya - jumlah pengaruh tergantung pada waktu, lokasi dan kepribadian yang terlibat - harus diperhitungkan. Dalam hal apapun, karena gerakan penerjemahan Graeco-Arab telah menerima banyak perhatian tampaknya tepat sekarang untuk melihat lebih luas di astronomi Islam. Tentu saja penelitian serius kelahiran dan perkembangan awal ilmu pengetahuan Islam masih merupakan tugas untuk masa depan.


Pembaca juga harus menyadari bahwa ini bukan bibliografi astronomi Islam seperti; juga, banyak karya tentang matematika Islam awal bisa dimasukkan tapi belum. (Bibliografi sejarah matematika Islam cenderung mengabaikan astronomi, meskipun sejarah metode matematika Islam tidak dapat ditulis tanpa mengambil karya astronomi menjadi pertimbangan.) Bibliografi serupa bisa disiapkan - tapi tidak di Frankfurt saat ini - untuk, katakanlah, studi al-Biruni, sekolah daerah astronomi Islam, astronomi di al-Andalus, astronomi dalam pelayanan Islam, dll

Sebuah bibliografi kaya transmisi di Richard P. Lorch, "Yunani-Arab-Latin: The Transmisi Matematika Teks pada Abad Pertengahan", Science dalam Konteks 14 (2001), hlm 313-331..

Silahkan klik di sini untuk link yang berguna untuk bibliografi matematika dan astronomi Islam adalah:

Link lain menyediakan daftar studi baru pada instrumentasi astronomi Islam adalah:

Singkatan dari nama pribadi menyebut anggota dan tamu (bertanda bintang) dari Frankfurt Institut Sejarah Ilmu Pengetahuan, dulu dan sekarang:

BS - Burkhard Stautz
BVD - Benno van Dalen
DAK - David A. Raja
FC - François Charette
JH - Jan Hogendijk (Utrecht)
PS - Petra Schmidl
MV * - Mercè Viladrich (Barcelona)
Untuk berbagai publikasi dari Fuat Sezgin dan rekan-rekannya di Institut Sejarah Arab-Islam Ilmu di Frankfurt silakan klik di sini.

Daftar isi daftar pustaka

Karya umum dan dasar mengenai astronomi Islam, termasuk koleksi artikel
Ikhtisar artikel
Proyek saat ini di Frankfurt
3.1 Abad Pertengahan buku pegangan astronomi Islam
3.2 instrumen astronomi Islam dan Eropa Abad Pertengahan
Astronomi di Baghdad pada abad ke-9 dan ke-10 - khusus studi.
4.1 sumber-sumber asing astronomi Islam
4.2 matematika astronomi Islam
4.3 visibilitas bulan sabit Lunar
4.4 ketepatan waktu astronomi dan peraturan waktu salat
4,5 instrumen astronomi - umum
4.6 instrumen astronomi - astrolabe
4,7 instrumen astronomi - kuadran
4,8 instrumen astronomi - miscellaneous
4.9 Penentuan arah suci (kiblat)
4.10 astrologi Matematika
4.11 pengukuran Geodetic
4.12 geografi Matematika dan kartografi
4.13 Sacred geografi rakyat
4.14 Folk astronomi
4.15 kosmologi Suci
4.16 Miscellaneous

Ilustrasi oleh al-Biruni dari fase yang berbeda dari bulan, dari Kitab al-tafhim. Sumber: Seyyed Hossein Nasr, Sains Islam: An Illustrated Studi, London: Dunia Islam Festival, 1976. (Sumber)


1. karya umum dan dasar astronomi Islam, termasuk koleksi artikel

[Catatan: Untuk karya yang lebih umum dan juga untuk proses konferensi diterbitkan melihat King & Samso, "Islam Astronomi Buku Pegangan dan Tabel" (dikutip di bawah), hlm 98-105..]

Aaboe kumpulan artikel:. J. Lennart Berggren dan Bernard R. Goldstein, eds, Dari Pertanda Kuno untuk Mekanika statistik: Essays on Ilmu Exact Disampaikan kepada Asger Aaboe, Acta Historica Scientiarum Naturalium et Medicinalium (Kopenhagen) 39 (1987). [Berisi beberapa artikel tentang topik Islam.]

AIOS:... Arabische Instrumente di orientalistischen Studien, Fuat Sezgin et al, eds, 6 jilid, Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften, 1990-1991, Repr. sebagai Astronomi Islam dan Matematika, jilid. 85-90 (1998), dengan 6 volume lanjut ibid., Jilid. 91-96 (1998). [Cetak ulang studi pada instrumen Islam dari abad ke-20 ke-19 dan awal: total monumental lebih dari 5.000 halaman.]

Fi 'Abbas al-'Azzâwî, Ta'rîkh' ilm al-falak 'l-'Irâq wa-'alâqâtihi bi-'l-aqtâr al-Islamiyyah wa-'l-'arabiyya fi' l-'uhûd al-tâliya li-Ayyam al-'Abbâsiyyîn min sanat 656 H = 1258 M ila sanat 1335 H = 1917 M [= Sejarah Astronomi di Irak dan hubungan dengan wilayah Islam dan Arab di periode berikut Abbasiyah, dari 1258 AD 1917 AD ], Baghdad:. Akademi Ilmiah Irak (al-Majma 'al-'ilmî al-'Irâqî, 1958. [Sebuah karya penasaran, bukan tanpa utilitas Penulis benar-benar tidak tahu ada sumber-sumber Barat survei bio-bibliografi Nya banyak Muslim. astronom sebagian didasarkan pada naskah yang tersedia baginya di Irak.]

J. Lennart Berggren, Episode di Matematika Medieval Islam, New York, dll .: Springer, 1986. [Satu-satunya pekerjaan umum tentang matematika dalam peradaban Islam untuk mengambil serius fakta bahwa banyak bahan sumber dapat ditemukan di astronomi sumber.]

Kairo ENL Survey: David A. Raja, A Survey of mushaf Ilmiah di Perpustakaan Nasional Mesir, (Amerika Research Center di Mesir, Katalog, vol 5.), Winona Lake, Ind .: Eisenbrauns, 1987. [A suplemen untuk sumber bio-bibliografi standar.]

DSB: Kamus Ilmiah Biografi, 14 jilid. dan 2 supp. jilid, New York:. Charles Scribner Sons, 1970-1980. [Berisi berbagai artikel mengenai ilmuwan Muslim.]

EHAS: Ensiklopedia Sejarah Arab Sains, Roshdi Rashed, dengan Régis Morelon, eds, 3 jilid, London:.. Routledge, 1996. [Kontribusi kualitas bervariasi. Juga tersedia dalam bahasa Perancis. (Paris: Seuil, 1997), dan dalam bahasa Arab (Beirut, 1997)]

EI2:. The Encyclopaedia of Islam, edisi baru, 11 jilid. dan suplemen, Leiden: EJ Brill, 1960 untuk hadir. [Pekerjaan standar acuan untuk Studi Islam, juga tersedia dalam bahasa Prancis.] Lihat selain artikel sesekali pada ilmuwan Muslim artikel tematik yang dipilih berikut:

"Anwa '" (aspek astronomi rakyat), "Asturlâb" (astrolabe), "' Ilm al-hay'a" (di sini: astronomi umumnya), "'Ilm al-hisab" (aritmatika), "KAMAR" (bulan ), "Kibla" (aspek agama dan astronomi dari arah suci), "Kutb" (tiang langit), "Layl dan Nahar" (aspek astronomi rakyat), "Makka iv:. sebagai pusat dunia" (geografi suci ), "Manazil" (rumah-rumah lunar), "Matali '" (kanan dan ascensions miring), "Matla'" (terbit astronomi dan pengaturan), "Mayl" (deklinasi dan miring), "Mîkât. ii aspek astronomi." ( ketepatan waktu astronomi), "Mintaka" (ekliptika, zodiak dan miring), "Mizwala" (jam matahari), "Nudjûm" (bintang); "Nudjûm, 'Ilm al-Ahkam" (astrologi), "Rih" (angin dalam tradisi folk-astronomi), "Rub'" (kuadran), "samt" (arah), "Shakkâziyya" (proyeksi astrolabic universal), "Shams" (sun), "Ta'rîkh. 2. Era kronologi dalam buku pegangan astronomi" (Calendrics di zîjes), "Tasa" (kompas magnetik), "Zîdj" (buku pegangan astronomi dan tabel).

Gerhard Endress, "Die wissenschaftliche Literatur", Kapitel 8 di Grundriss der Arabischen Philologie, Band II: Litteraturwissenschaft, Helmut Gatje, ed, Wiesbaden:. Dr Ludwig Reichert, 1987, hlm 400-506.. [Sebuah gambaran yang sangat berguna.]

Goldstein, Studi: Bernard R. Goldstein, Teori dan Observasi pada Kuno dan Abad Pertengahan Astronomi, London: Variorum, 1985. [Cetak Ulang dari 24 studi.]

Goldstein kumpulan artikel:. Astronomi dan Astrologi dari Babel ke Kepler - Esai Disampaikan kepada Bernard R. Goldstein pada Acara Ulang Tahun ke-65-nya, Peter Barker, Alan C. Bowen, José Chabas, Gad Freudenthal dan Tzvi Langermann, eds, menjadi diterbitkan dalam edisi khusus dari Centaurus pada tahun 2003. [Berisi beberapa artikel tentang astronomi Islam.]

Hartner, Studi, I-II: Willy Hartner, Oriens-Occidens - Ausgewählte Schriften zur Wissenschafts- und Kulturgeschichte - kumpulan artikel zum 60. Geburtstag, Hildesheim: Georg OLMS 1968 (I), dan Oriens-Occidens - Ausgewählte Schriften zur Wissenschafts- und Kulturgeschichte, Band II, Yasukatsu Maeyama, ed., Hildesheim, dll .: Georg OLMS, 1984 (II). [Cetak ulang dari berbagai penelitian.]

Hartner kumpulan artikel:. PRISMATA - Naturwissenschaftsgeschichtliche Studien - kumpulan artikel für Willy Hartner, Yasukatsu Maeyama dan Walter G. Saltzer, eds, Wiesbaden: Franz Steiner, 1977. [Berisi beberapa artikel tentang ilmu pengetahuan Islam.]

Leo A. Mayer, Astrolabists Islam dan Pekerjaan mereka, Jenewa: Albert Kundig 1956, dengan suplemen di Aus der Welt der Kunst islamischen, Richard Ettinghausen, ed, Berlin:. Gebrüder Mann, 1959, hlm 293-296, kedua Repr. . di AIOS (§ 1), XII [= IMA (§ 1), vol. 96], hlm. 141-285, dan 291-294. [Pekerjaan standar; daftar beberapa pembuat dari Abbasiyah Irak.]

Oklahoma 1992 dan 1993 Konferensi Prosiding: Tradisi, Transmisi, Transformasi:. Prosiding Dua Konferensi Sains Pra-modern Diadakan di University of Oklahoma, F. Jamil Ragep & Sally P. Ragep, dengan Steven J. Livesey, eds, Leiden, New York & Cologne: EJ Brill, 1996. [Berisi beberapa artikel tentang ilmu pengetahuan Islam.]

. Ihsanoglu et al, Ottoman Ilmiah Sastra: Ekmeleddin Ihsanoglu et al, Osmanlı astronomi literatürü tarihi - Sejarah Astronomi Sastra selama Periode Ottoman, 2 jilid, Osmanlı Matematik literatürü tarihi - Sejarah Astronomi Sastra selama Periode Ottoman, 2 jilid... , Osmanlı cografya literatürü tarihi - Sejarah Sastra geografis selama Periode Ottoman, (Studi dan Sumber tentang Sejarah Sains, Seri No 7, 8 9), Istanbul: Pusat Penelitian Sejarah Islam, Seni dan Budaya (IRCICA), 1997, 1999, dan 2000, masing-masing. [A bio-bibliografi survei monumental literatur ilmiah Ottoman, dalam bahasa Turki.]

Geografi Islam: Geografi Islam, Fuat Sezgin, dengan Mazen Amawi, Carl Ehrig-Eggert dan Eckhard Neubauer et al, eds, 278 [!!] jilid... sampai saat ini, Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften, 1992 untuk hadir. [Cetak ulang Faksimili dari tulisan-tulisan awal, terutama 19 dan awal abad ke-20.]


Matematika Islam dan Astronomi. Matematika Islam dan Astronomi, eidem, eds, 112 [!!] jilid sampai saat ini, Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften 1997 untuk hadir. [Cetak ulang teks dan studi terutama dari ke-19 dan awal abad 20.]

Kennedy, "Zij Survey": ES Kennedy, "Sebuah Survei Tabel Astronomi Islam", Transaksi dari American Philosophical Society, NS, 46: 2 (1956), hlm 123-177, Repr.. dengan pagination terpisah, n.d. [Ca. 1990]. [Lists sekitar 125 buku pegangan astronomi abad pertengahan dengan tabel jenis yang dikenal sebagai zîjes. Karya ini terinspirasi sebagian besar penelitian tentang astronomi matematika Islam selama bertahun-tahun 50-aneh berikutnya. Lihat sekarang laporan sementara oleh Raja & Samso (§ 1), dan proyek Zij baru dijelaskan dalam §3a.]

Kennedy, Studi: ES Kennedy, Astronomi dan Astrologi di Abad Pertengahan Dunia Islam, (Variorum Dikumpulkan Studi Seri: CS600) [. Cetak ulang dari 19 studi], Aldershot & Brookfield, Vt .: Ashgate-Variorum 1998.

. Kennedy et al, Studi: ES Kennedy, Kolega dan Mantan Mahasiswa, Studi di Ilmu Exact Islam, David A. Raja dan Mary Helen Kennedy, eds, Beirut:. American University of Beirut, 1983. [Cetak Ulang dari 69 studi, termasuk beberapa berdasarkan sumber Irak awal.]

Kennedy kumpulan artikel: Dari relatif kecil ke Equant:. Studi di Sejarah Ilmu Pengetahuan di Timur Dekat Kuno dan Abad Pertengahan di Honor of ES Kennedy, David A. Raja dan George Saliba, eds, Annals of the New York Academy of Sciences (500), 1986. [Berisi kontribusi dari 34 ahli terkemuka di lapangan dan mewakili keadaan seni di pertengahan 1980-an.]

Raja, SATMI:. David A. Raja, Studi di Astronomical Pencatatan Waktu dalam Islam Abad Pertengahan, 12 poin, dalam pers dengan EJ Brill, Leiden. Bagian I-VI dan X-XII yang muncul dengan judul The Call of muazzin.

Raja, Studi, AC: David A. Raja, Islamic Matematika Astronomi, London: Variorum, edisi revisi 2, Aldershot (Inggris):. Variorum 1993 (A); Islam Astronomical Instrumen, London: Variorum, 1987, Repr. Aldershot: Variorum 1995 (B); dan Astronomi di Dinas Islam, Aldershot (Inggris): [. Cetak ulang dari 18 + 22 + 14 artikel] Variorum 1993.

King & Samso, "Islam Astronomi Buku Pegangan dan Tabel": David A. Raja dan Julio Samso, dengan kontribusi oleh Bernard R. Goldstein, "Buku Pegangan Astronomi dan Tabel dari Dunia Islam (750-1900): Sebuah Laporan Interim", Suhayl - Jurnal untuk Sejarah Ilmu Pengetahuan Exact dan Alam di Civilisation Islam (Barcelona) 2 (2001), hlm 9-105.. [A suplemen Kennedy, "Zij Survey" (lihat di atas), awal untuk publikasi hasil proyek Zij dijelaskan dalam §3a.]

Paul Kunitzsch, Untersuchungen zur Sternnomenklatur der Araber, Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1961. [Sebuah karya standar.]

Kunitzsch, Studi: Paul Kunitzsch, The Arab dan Bintang, Northampton: Variorum, 1989. [Cetak Ulang dari 24 studi. Lihat juga berbagai publikasi Kunitzsch yang lain pada bintang-katalog dan bintang-nama.]

Kunitzsch kumpulan artikel: Sic itur ad astra. Studien zur Geschichte der jamelbenammou und Naturwissenschaften. Kumpulan artikel für den Arabisten Paul Kunitzsch zum 70. Geburtstag, Menso Folkerts dan Richard P. Lorch, eds, Wiesbaden:. Otto Harrassowitz, 2000. [Berisi beberapa kontribusi yang relevan dengan subjek kami.]

Langermann, Studi: [. Cetak ulang dari 10 studi] Y. Tzvi Langermann, orang Yahudi dan Ilmu pada Abad Pertengahan, Aldershot, dll .: Ashgate-Variorum 1999.

Lorch, Studi: Richard P. Lorch, Arab Ilmu Matematika - Instrumen, Teks, Transmisi, Aldershot: Variorum, 1995. [Cetak Ulang dari 18 studi.]

Matvievskaya & Rosenfeld, Mams:. Galina P. Matvievskaya dan Boris A. Rosenfeld, Matematiki i astronomi musulmanskogo srednevekovya i Ikh trudi, 3 jilid, Moskow: Nauk, 1983. [A baru, versi terbaru dari Suter, MAA, dalam bahasa Rusia. Terjemahan bahasa Inggris telah diterbitkan pada tahun 2003 oleh IRCICA, Istanbul.]

Nallino, Scritti, V: Carlo A. Nallino, Raccolta di Scritti editi e inediti, vol. V: Astrologia - Astronomia - Geografia, Roma: Istituto per l'Oriente, 1944. [Sebuah studi pentingnya.]

Pingree kumpulan artikel: Sebuah kumpulan artikel untuk menghormati David Pingree, diedit oleh Charles Burnett, Jan Hogendijk dan Kim Plofker, Leiden: EJ Brill, dalam pers. [Berisi beberapa studi yang relevan dengan topik kita.]

Sabra, Studi: Abdelhamid I. Sabra, Optik, Astronomi dan Logika - Studi di Arab Sains dan Filsafat, Aldershot (UK): Variorum, 1994. [Cetak Ulang dari 17 studi.]

Saliba, Studi: George Saliba, A History of Astronomy Arab - Teori Planetary selama Golden Age of Islam, (New York Studi University di Timur Dekat Peradaban, XIX), New York: New York University Press, 1994. [Cetak Ulang dari 15 artikel , berurusan terutama dengan teori planet.]

Julio Samso, Las Ciencias de los antiguos en al-Andalus, Madrid: MAPFRE, 1992. [Pekerjaan umum pertama pada ilmu pengetahuan di Spanyol Muslim.]

Samso, Studi: idem, Astronomi Islam dan Abad Pertengahan Spanyol, Aldershot: [. Cetak ulang dari 20 studi] Variorum 1994.

Samso: lihat juga banyak studi sekolah Millas-Vernet-Samso Barcelona, ​​beberapa di antaranya terdaftar di www.ub.es/arab.

Samso: lihat juga Raja & Samso atas.

Aydin Sayili, The Observatory dalam Islam, (Publikasi Turki Historical Society, Seri VII: No. 38), Ankara, 1960, Repr. New York: Arno, 1981. [Sebuah studi yang brilian, belum digantikan.]

Schoy, Beiträge: Carl Schoy:... Beiträge zur arabisch-islamischen jamelbenammou und Astronomie, Fuat Sezgin et al, eds, 2 jilid, Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften, 1988. [Cetak Ulang banyak studi awal .]

Sezgin, GAS: Fuat Sezgin, Geschichte des Arabischen Schrifttums, 12 jilid. sampai saat ini, Leiden: EJ Brill, 1967 dan seterusnya, dari tahun 2000 dan seterusnya Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften, terutama V: jamelbenammou, 1974, VI: Astronomie, 1978, VII: Astrologie, Meteorologie und Verwandtes, 1979; X-XII: Mathematische Geographie und Kartographie im Islam und ihr Fortleben im Abendland, 2000. [Alat penelitian bio-bibliografi dasar untuk semua sastra Arab hingga ca. 1100. Untuk bahan tambahan yang relevan dengan adegan Baghdad lihat review di bawah ini.]

Sezgin: lihat juga Astronomi dan Matematika Islam; Geografi Islam; dan semua publikasi dari Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften, Frankfurt am Main.

DAK, ulasan tentang Sezgin, GAS, V dan VI, dalam "Catatan tentang Sumber untuk Sejarah Matematika Islam awal", Journal of American Oriental Masyarakat 99 (1979), hlm 450-459.; dan "Awal Astronomi Islam", Jurnal Sejarah Astronomi 12 (1981), hlm. 55-59. [Ini mengidentifikasi beberapa sumber naskah baru.]

Suter, Beiträge:... Heinrich Suter, Beiträge zur Geschichte der jamelbenammou und Astronomie im Islam, Fuat Sezgin et al, eds, 2 jilid, Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften, 1986. [Cetak Ulang banyak awal studi.]

Suter, MAA: idem, "Die Mathematiker und Astronomen der Araber und Ihre Werke", Abhandlungen zur Geschichte der mathematischen Wissenschaften 10 (1900), dan "Nachträge und Berichtigungen", ibid. 14 (1902), hlm. 157-185, Repr. Amsterdam: The Oriental Press, 1982, dan sekali lagi in idem, Beiträge, I, hlm 1-285 dan 286-314.. [Ini telah menjadi referensi bio-bibliografi utama bagi para ilmuwan Muslim pada abad terakhir.]

Manfred Ullmann, Die Natur- und Geheimwissenschaften im Islam, Leiden: EJ Brill, 1972. [Sebuah sumber daya yang berharga, terutama untuk astrologi.]

Daniel M. VARISCO, "Islam Folk Astronomi", di Astrononomy di Budaya: - [!].. Astrononomy di Budaya Sejarah Non-Barat Astronomi, Helaine Selin, ed, Dordrecht, dll .: Kluwer, 2000, hlm 615- 650. [Sebuah survei yang berguna dari berbagai aspek subjek.]

VARISCO, Studi: idem, Medieval Folk Astronomi dan Pertanian di Saudi dan Yaman, (Variorum Dikumpulkan Studi Seri: CS585) - [. Cetak ulang dari berbagai studi], Aldershot & Brookfield, Vt .: Ashgate Variorum 1997.

Vernet, Estudios: Juan Vernet, Estudios sobre historia de la Ciencia abad pertengahan, Barcelona: Universidad de Barcelona (Facultad de Filología) § § & Bellaterra: Universidad Autonoma de Barcelona (Facultad de filosofia y Letras), 1979. // Vernet, ed. , Textos y estudios, AB:. idem, ed, Textos y estudios sobre astronomia española en el siglo XIII, dan Nuevos estudios sobre astronomia española en el siglo de Alfonso X, Barcelona: Instituto de Filología, Instutución "Milá y Fontanals", Consejo Superior de Invetigaciones Científicas, 1981 dan 1983. // Vernet, ed, Historia de la Ciencia árabe:.. idem, ed, Historia de la Ciencia árabe, Madrid Real Academia de Ciencias Exactas, Fisicas y Naturales, 1981. // Vernet , Studi: Juan Vernet, De 'Abd al-Rahman I a Isabel II - Recopilación de estudios dispersos sobre Historia de la Ciencia y la Cultura Española ofrecida al autor por sus discípulos con ocasión de su LXV aniversario, Barcelona: Universidad de Barcelona, ​​Instituto "Millas Vallicrosa" de Historia de la Ciencia Arabe § § & Promociones y Publicaciones Universitarias, SA, 1989. [Terutama berkaitan dengan ilmu di al-Andalus.]

Vernet kumpulan artikel: Dari Bagdad ke Barcelona. Studi di Ilmu Exact Islam di Honour Prof. Juan Vernet, Josep Casulleras dan Julio Samso, eds, (Anuari de Filologia (Universitat de Barcelona) XX (1996) B-2), 2 jilid, Barcelona:.. Instituto "Millas Vallicrosa "de Historia de la Ciencia Arabe, 1996. [Berisi kontribusi dari 28 ahli terkemuka di lapangan dan mewakili keadaan seni di pertengahan 1990-an.]

Lihat juga Dimitri Gutas, Yunani Thought, Budaya Arab: The Graeco-Arabic Translation Gerakan di Baghdad dan Awal 'Abbasiyah Masyarakat (abad ke-2-4/8-10), London & New York: Routledge, 1998, yang menyediakan bagian dari latar belakang untuk studi ilmu Islam awal.


Aydin Sayili dan George Sarton (Sumber)


2 Ikhtisar artikel

. Carlo Alfonso Nallino, "Matahari, Bulan, dan Bintang (Muhammad)", di Encyclopaedia of Religion and Ethics, James Hastings, ed, 12 jilid, Edinburgh:. T. & T. Clark, 1921, vol. XII (1921), hlm. 88-101. [Account terbaik astronomi Islam dan astrologi yang pernah diterbitkan.]

Ahmad Dallal, "Ilmu Islam, Kedokteran, dan Teknologi": idem, "Sains, Kedokteran, dan Teknologi - Pembuatan Budaya Ilmiah", dalam The Oxford History of Islam: The Oxford History of Islam, John L. Esposito, ed ., Oxford & New York: Oxford University Press, 1999, hlm 154-213.. [Memperlakukan astronomi dalam konteks seluruh usaha ilmiah Islam.]

Bernard R. Goldstein, "Pembuatan Astronomi dalam Islam awal", Nuncius:. Annali di Storia della Scienza (Florence) 1 (1986), hlm 79-92. [Pada tanggapan terhadap tradisi astronomi Yunani dan Hindu pada awal Islam.]

Bernard R. Goldstein, "Astronomi dan Komunitas Yahudi dalam Islam awal", Aleph 1 (2001), hlm. 17-57. [Sebuah survei keterlibatan Yahudi dalam astronomi di abad-abad awal Islam.]

DAK, "Astronomi Islam", di Christopher Walker, ed, Astronomi sebelum Telescope, London:. British Museum Pers, 1996, hlm 143-174.. [Tinjauan bagi pembaca non-spesialis.]

George Saliba, "Astrologi / Astronomi, Islamic" di Kamus pada Abad Pertengahan, 13 jilid, New York:. Charles Scribner Sons, 1982-1989, vol. I, 1982, hlm. 616-624, Repr. in idem, Studi (§ 1), tidak ada. 2. [Tinjauan bagi pembaca non-spesialis.]

George Saliba, "Peran Peramal di Abad Pertengahan Masyarakat Islam", dalam Buletin d'études orientales (Damaskus: Institut Français de Damas)., 44 (1992), hlm 45-67 dan 6 buah ara. [Sebuah gambaran yang berguna.]

DAK, "Science di Dinas Agama: Kasus Islam", dampak sains pada masyarakat (UNESCO), tidak ada. 159 (1991), hlm. 245-262, Repr. di King, Studi (§ 1), C-1. [Tinjauan bagi pembaca non-spesialis.]

Ahmed Dallal, "Paradigma Islam untuk Hubungan antara Sains dan Agama" (tidak dipublikasikan, dapat diakses di Internet). ["Science" dibatasi untuk astronomi, lanjut terbatas pada model matahari, bulan dan planet. Tidak disebutkan terbuat dari "astronomi dalam pelayanan Islam", atau ilmu rakyat dibudidayakan oleh para sarjana hukum Islam.]

Lihat juga Howard R. Turner, Ilmu dalam Islam Medieval - Sebuah Pengantar Illustrated, Austin: [. Berguna untuk sekolah dan perguruan tinggi junior] University of Texas Press, 1995.

3 proyek saat ini di Frankfurt

3.1 Abad Pertengahan buku pegangan astronomi Islam

Sebuah proyek untuk mendokumentasikan semua buku pegangan astronomi Islam abad pertengahan yang dikenal sebagai zîjes, yang lebih dari 200 disusun antara 750 dan 1850, yang dilakukan oleh Benno van Dalen, dan didukung oleh Penelitian Organisasi Jerman (DFG) selama 2000-2004. Perhatian khusus diberikan kepada parameter yang mendasari tabel, yang biasanya memberikan indikasi yang jelas dari inisiatif atau pinjaman. Lihat lebih lanjut

www.rz.uni-frankfurt.de/~dalen/, kemudian params.htm dan programs.htm.

Proyek ini terinspirasi oleh ES Kennedy 1956 Zij Survey (§ 1), yang sekarang menambahkan laporan interim di King & Samso (§ 1). * Sebuah publikasi utama oleh Benno van Dalen diantisipasi. Pada metodologi melihat sudah studinya: "Sebuah Metode statistik untuk Memulihkan Parameter diketahui dari Tabel Astronomi Medieval", Centaurus 32 (1989), hlm 85-145;. dan kuno dan abad pertengahan Tabel Astronomi: Struktur Matematika dan Parameter Nilai, Utrecht: Universiteit Utrecht, 1992.

* Artikel ini disusun pada kesempatan Encyclopaedia of Islam mencapai huruf "Z" tapi ternyata terlalu lama untuk dapat diterima untuk artikel "Zîdj".


3.2 instrumen astronomi Islam dan Eropa Abad Pertengahan


Sebuah proyek untuk katalog semua instrumen astronomi abad pertengahan, baik Islam dan Eropa, yang dilakukan oleh David A. Raja, dan didukung oleh Organisasi Riset Jerman (DFG) selama 1992-1996 dan 1996-2002. Lihat DAK lanjut, "Instrumen Astronomi Medieval: A Catalogue Persiapan"., Buletin Ilmiah Instrumen Masyarakat 31 (Desember, 1991), hlm 3-7, dan untuk gambaran potensi instrumen abad pertengahan sebagai sumber sejarah lihat DAK , "Instrumen Astronomi antara Timur dan Barat", di Harry Kühnel, ed, Kommunikation zwischen Orient und Okzident, Wina:.. Österreichische Akademie der Wissenschaften (.. Sitzungsberichte, Phil.-Hist Klasse, vol 619), 1994, hlm 143- 198.