HIRUP

HIRUP
mulih ka jati, mulang ka asal

Rabu, 29 Oktober 2014

Bahan Diskusi








Menurut pengertian umum yang dimaksud dengan agama adalah ajaran khusus yang datang dari Tuhan di mana dicantumkan hukum Muamalah dan Ubudiyah, sebaliknya ajaran yang berdasarkan pengalaman dan pemikiran dinamakan orang falsafah, doktrin atau ideology di mana tidak termasuk cara ubudiyah. Tetapi jika orang memperhatikan dengan seksama akan didapatlah persamaan antara agama yang datang dari Tuhan dan doktrin yang disusun sendiri oleh manusia, pada keduanya terdapat unsur pengaturan. Jika agama mengandung unsur pengabdian yang harus dilakukan secara langsung maka doktrin juga mengandung unsur itu yang dilakukan secara tidak langsung. Suatu pengaturan haruslah dilaksanakan dengan kepatuhan dalam kehidupan bersama, maka kepatuhan itu sendiri adalah bahagian dari pengabdian, bagaimana pula suatu doktrin dapat berjalan lancar jika penganutnya tidak mengabdi pada pengaturan dalam doktrin itu.

Kini teranglah bahwa setiap doktrin atau sesuatu yang dinamakan falsafah hidup adalah agama dalam pengertian sebenarnya. Sebagai bukti orang dapat memperhatikan betapa banyaknya agama yang dianut dan berkembang di antara manusia Bumi, sebahagian besar tidak didasarkan atas Kitab Suci yang turun dari Tuhan dan tidak mengandung garis hukum hidup yang diredhai NYA. Hal itu telah berlangsung semenjak purbakala di zaman pre­history bahwa ada golongan manusia yang melakukan penyembahan dengan cara tertentu didasarkan atas hasil pengalaman dan pemikiran semata, setengahnya dipusakai dari nenek moyangnya turun temurun.

Satu sebab menimbulkan akibat, dan akibat ini jadi sebab untuk hal lain selanjutnya, demikian pula kesalahan tanggapan tadi telah menyimpangkan aliran fikiran dari keredhaan ALLAH lalu timbullah aliran hidup yang hanya didasarkan atas kekuatan rasio semata pada mana bukannya Firman ALLAH jadi pedoman, terbentuklah bermacam-macam agama dengan kepercayaan masing-masing.

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُ‌ۗ
وَمَا ٱخۡتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ مَا
جَآءَهُمُ ٱلۡعِلۡمُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡ‌ۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ
3/19. Bahwa agama pada sisi ALLAH adalah Islam, dan tidaklah berbantahan orang-orang yang diberikan Kitab itu kecuali sesudah datang kepada mereka pengetahuan, hal itu adalah tersebab kedengkian di antara rnereka. Dan siapa yang kafir dengan Ayat-ayat ALLAH maka sungguh ALLAH itu amat cepat menghitung.

أَفَغَيۡرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبۡغُونَ وَلَهُ ۥۤ أَسۡلَمَ
مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ طَوۡعً۬ا وَڪَرۡهً۬ا وَإِلَيۡهِ يُرۡجَعُونَ
3/83. Apakah selain agama ALLAH yang hendak mereka cari Padahal bagiNYA telah Islam orang-orang di planet-planet dan di Bumi ini secara patuh atau terpaksa dan kepadanya mereka dikembalikan.


Alquran menamakan agama dengan istilah "dien”, pada kedua Ayat Suci di atas ini terkandung pengertian bahwa selain Islam sebagai satu-satunya agama yang diakui ALLAH ada lagi berbagai agama lain yang dianut oleh manusia dalam kehidupan. Dengan agama itu mereka menyusun masyarakat di mana berlaku hukum dan pengabdian, nyatalah bahwa yang dikatakan agama atau dien itu adalah pengaturan dan pengabdian.

Walaupun cara hidup begitu adalah tradisionil, adat kebiasaan yang dipusakai, setengahnya didasarkan atas dugaan belaka, tetapi semua itu adalah agama, atau doktrin. Berlakulah pengabdian terhadap pembesar, dewa, patung yang dianggap berkuasa. Disebut juga komunisme sebagai satu falsafah hidup di mana dinyatakan tuhan yang gaib itu tidak ada: seluruh benda alam ini mempunyai daya atau kekuatan. Kekuasaan hanyalah berada pada orang yang dapat memanfaatkan tenaga benda-benda itu


وَقَالُواْ مَا هِىَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا
وَمَا يُہۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُ‌ۚ وَمَا لَهُم بِذَٲلِكَ مِنۡ عِلۡمٍ‌ۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ
45/24. Dan mereka berkata : tidaklah semua ini malah kehidupan kita di dunia, kita mati dan kita hidup, dan tidaklah yang membinasakan kita hanyalah waktu. Padahal tiadalah bagi rnereka atas yang demikian itu suatu ilmu malah mereka hanya menduga-duga.


Kita percaya bahwa akan ada pertanyaan : bagaimana sesuatu ideology dinamakan agama padahal diantaranya tidak ada terkandung unsur iman selaku unsur utama bagi sesuatu yang dinamakan agama?

Iman artinya kepercayaan, di dalam bahasa Inggris disebut trust atau belief. Setiap penganut ideology pasti beriman pada ideology­nya. Dia percaya bahwa ideology itulah yang akan membawanya kepada hidup sempurna, ideology-nya itulah yang benar. Setiap hal yang berlawanan dengan ideology itu akan dipatahkannya sampai ke akarnya, hingga ideologynya sajalah satu-satunya falsafah hidup yang harus berlaku dalam masyarakat ramai. Demikian iman yang ada pada setiap penganut ideology dan begitu pula iman pada setiap penganut Islam, Yahudi. Kristen dan lain-lainnya. Alhasil unsur iman ada pada setiap ideology dan agama. memanglah ideology itu adalah juga agama.










لَآ إِكۡرَاهَ فِى ٱلدِّينِ‌ۖ
قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَىِّ‌ۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ
بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
2/256. Tiada paksaan dalam agama, sungguh telah terang kesadaran dan kekeliruan maka siapa yang kafir dengan thagut dan beriman dengan ALLAH sungguh dia berpegang dengan tali yang teguh tiada putusnya, dan ALLAH itu mendengar mengetahui.

Oleh karenanya tidak mungkin seorang Islam, Yahudi atau Kristen menganut pula suatu ideology lain dari agamanya masing-masing, karena sebagai Muslim, Yahudi atau Kristen dia beriman dengan hukum hidup tertentu dan mengabdi untuk itu, bagaimana pula dia hendak menganut hukum lain apalagi komunisme selaku doktrin yang menyatakan tuhan yang kuasa itu tiada.



MU`JIZAT

Istilah mu'jizat dapat diartikan dengan keistimewaan keluar-biasaan, dan menurut pengertian umum mu'jizat itu hanyalah keistimewaan yang ada pada Nabi-Nabi, tetapi istilah itu tidak pernah disebut dalam Alquran. Sebaliknya untuk pengganti mu`jizat itu Alquran memakai istilah "AAYAH" yang berarti pertanda, dimaksudkan selaku pertanda atas kenabian Muhammad.

Dalam bahasa asing mu'jizat itu disebut miracle seperti yang berlaku pada Musa dengan tongkatnya yang menjadi ular atau telapak tangannya menjadi putih bersinar terang; seperti Daud sewaktu kecil dapat mengalahkan serta membunuh Jalut yang gagah perkasa atau di waktu masih anak-anak diberi pengetahuan hukum oleh Allah atau juga kemudiannya sanggup melunakkan besi untuk diJadikan pakaian perang; seperti Sulaiman dengan kekuasaannya atas jin dan angin serta memahami bahasa yang dipakai burung dan semut, seperti Isa Almasih memberi makan pengikutnya dengan makanan yang datang dari angkasa atau perbuatannya menyembuhkan orang sakit malah dikatakan juga menghidupkan orang mati.

Semua miracle itu berlaku atas ketentuan Allah kepada masing-masing Nabi untuk menjelaskan kepada manusia ramai waktu itu bahwa dia diutus Allah untuk menyampaikan ajaran hidup yang dikehendakiNYA. Waktu itu manusia hidup dalam zaman jahiliyah dan mereka belum sanggup memikirkan sesuatu tentang ajaran hidup sebagai keadaan manusia kini. Malah sebahagian besar dari manusia ketika itu adalah buta huruf yang tak memungkinkan penulism atau pencetakan Kitab untuk penyiaran ajaran yang disampaikan para Nabi. Mereka hanya mengenal kejadian nyata saja yang dapat mereka capai dengan pancaindra.

Ditambah lagi ketika itu alat penghubung sangat kurang maka Allah sengaja menetapkan adanya Nabi pada setiap golongan ummat, dan Nabi itu hanya bertugas Rasul pada ummat itu saja, malah sering didapati ada dua orang Nabi pada satu ketika agar dengan itu berlangsung penyiaran yang lebih cepat. Persamaan waktu kenabian dapat kita ketahui pada Ibrahim dan Luth, Ishaq dan Ja'kub, Ja'kub dan Yusuf, Musa dan Harun, Zakaria-Yahya dan Isa.
Karena itu pantaslah Nabi-nabi itu diberi miracle oleh Allah untuk mencengangkan masyarakat agar lekas beriman. Berbeda sekali keadaannya dengan Muhammad yang hertindak selaku Nabi untuk seluruh manusia kemudiannya serta untuk semua manusia dalam daerah tatasurya ini.
Beliau tidak diberi miracle yang konkrit mencengangkan tetapi diberi miracle yang ilmiah yaitu Alquran yang mengandung pokok berbagai pengetahuan, juga Mi'raj yang pasti nantinya dijadikan bahan pemikiran oleh manusia ramai yang berilmu.

Orang yang berpikiran sehat tidak akan menghendaki adanya miracle yang mencengangkan pada Muhammad malah bersyukur dengan ajaran Alquran yang dipusakakan Nabi itu serta membanggakan Mi'raj beliau berupa Uswah Hasanah bagi manusia yang berperadaban tinggi. Tetapi lain halnya dengan kaum kafir sewaktu Nabi masih hidup. Mereka menghendaki agar Muhammad dapat memperlihatkan sesuatu miracle yang mungkin dijadikan alasan atas kenabian beliau.

Miracle yang mencengangkan itu memang tidak ada pada Muhammad tersimpul dalam ayat 10/20, 13/27 dan 20/133. Ketiga ayat itu mengandung tuntutan kaum kafir tetapi dengan spontan dijawab pada ayat yang maksudnya:

بَلۡ هُوَ ءَايَـٰتُۢ بَيِّنَـٰتٌ۬
فِى صُدُورِ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ‌ۚ وَمَا يَجۡحَدُ بِـَٔايَـٰتِنَآ إِلَّا ٱلظَّـٰلِمُونَ
29/49. Malah dia (Alquran Itu) adalah pertanda-pertanda yang menerangkan dalam dada orang-orang yang diberi ilmu, dan tidaklah yang menantang pada Ayat-ayat Kami itu kecuali orang-orang yang zalim.

وَقَالُواْ لَوۡلَآ أُنزِلَ عَلَيۡهِ
ءَايَـٰتٌ۬ مِّن رَّبِّهِۦ‌ۖ قُلۡ إِنَّمَا ٱلۡأَيَـٰتُ عِندَ ٱللَّهِ وَإِنَّمَآ أَنَا۟ نَذِيرٌ۬ مُّبِينٌ
29/5O. Dan mereka berkata : kenapa tidak diturunkan atasnya (Nabi Muhammad itu) pertanda-pertanda (miracle) dari Tuhannya ? Katakanlah, bahwa pertanda-pertanda itu ada pada Allah dan bahwa aku adalah pemberi ingat yang nyata.

أَوَلَمۡ يَكۡفِهِمۡ أَنَّآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكَ
ٱلۡڪِتَـٰبَ يُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ‌ۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَرَحۡمَةً۬ وَذِڪۡرَىٰ لِقَوۡمٍ۬ يُؤۡمِنُونَ
29/51. Apakah tidak cukup pada mereka bahwa Kami menurunkan atas engkau Kitab (Alquran itu selaku miracle) yang dianalisakan atas mereka ? Bahwa pada yang demikian adalah rahmat dan pemikiran bagi kaum yang beriman.


Tegasnya Alquran dan Mi'raj Nabi yang terkandung dalam Alquran itu cukuplah menjadi miracle yang ada pada Muhammad atas kenabiannya untuk seluruh manusia. Miracle Muhammad bersifat ilmiah tetapi jika dia telah sempat difahami oleh para sarjana maka miracle ilmiah itu akan berubah jadi miracle konkrit mencengangkan dengan kesimpulan bahwa benarlah Muhammad itu Nabi Terakhir untuk manusia dan benarlah Alquran itu diturunkan oleh Allah yang menciptakan dan yang mengatur segala sesuatu dalam semesta raya ini.



Perbedaan antara Nabi dan Rasul

Hal ini penting diketahui agar tidak salah dalam mengucapkan. Untuk menjawab pertanyaan ini baiklah lebih dulu kita kemukakan maksud berbagai ayat Suci yang daripadanya dapat diambil kesimpulan untuk dasar pengertian tentang kedua istilah itu.

Memang pengertiannya amat penting dalam penjelajahan ilmiah hingga ketentuan yang terkandung dalam Alquran dapat difahami secara wajar.

يَـٰمَعۡشَرَ ٱلۡجِنِّ
وَٱلۡإِنسِ أَلَمۡ يَأۡتِكُمۡ رُسُلٌ۬
مِّنكُمۡ يَقُصُّونَ عَلَيۡڪُمۡ ءَايَـٰتِى وَيُنذِرُو
نَكُمۡ لِقَآءَ يَوۡمِكُمۡ هَـٰذَا‌ۚ قَالُواْ شَہِدۡنَا عَلَىٰٓ أَنفُسِنَا‌ۖ
وَغَرَّتۡهُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا وَشَہِدُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ أَنَّهُمۡ كَانُواْ ڪَـٰفِرِينَ
A. 6/130. Wahai masyarakat jin dan manusia, apakah tidak datang padamu Rasul-rasul dari bangsamu yang menceritakan atasmu Ayat-ayatKU serta memberi peringatan padamu tentang pertemuan pada Hari ini? Mereka berkata: kami telah membuktikan apa-apa atas diri kami. Dan kehidupan di dunia memperdayakan mereka dan mereka membuktikan apa-apa atas diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang kafir.

Ayat suci ini membuktikan bahwa Rasul itu bukan saja terdapat pada masyarakat manusia malah juga ada pada bangsa jin, yang memang keadaanya bersamaan dengan manusia seperti tersebut pada ayat 55/33 dan 72/11 jo. 46/29.


وَإِذۡ صَرَفۡنَآ إِلَيۡكَ نَفَرً۬ا مِّنَ ٱلۡجِنِّ يَسۡتَمِعُونَ
ٱلۡقُرۡءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوٓاْ أَنصِتُواْ‌ۖ فَلَمَّا قُضِىَ وَلَّوۡاْ إِلَىٰ قَوۡمِهِم مُّنذِرِينَ
46/29. Dan ketika Kami putarkan kepadamu sepasukan dari jin yang berusaha mendengar Alquran, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)nya, mereka berkata: perhatikanlah. Maka ketika (pembacaan itu) telah terlaksana, mereka lalu berpaling kepada kaum mereka selaku pemberi peringatan.


ٱللَّهُ يَصۡطَفِى
مِنَ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةِ رُسُلاً۬ وَمِنَ ٱلنَّاسِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِيرٌ۬
B. 22/75. Allah memilih dari malekat selaku Rasul-rasul (utusan-utusan) begitupun dari manusia, bahwa Allah itu mendengar dan melihat.

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ ٱللَّهُ إِلَّا وَحۡيًا أَوۡ مِن
وَرَآىِٕ حِجَابٍ أَوۡ يُرۡسِلَ رَسُولاً۬ فَيُوحِىَ بِإِذۡنِهِۦ مَا يَشَآءُ‌ۚ إِنَّهُ ۥ عَلِىٌّ حَڪِيمٌ۬
42/51. Dan tiadalah seseorang yang Allah berkata-kata padanya kecuali dengan wahyu atau dari belakang batas (hijab) atau DIA utus Rasul (malekat), lalu dia mewahyukan dengan izinNYA apa-apa yang DIA kehendaki, bahwa DIA tinggi bijaksana.

أَمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّا
لَا نَسۡمَعُ سِرَّهُمۡ وَنَجۡوَٮٰهُم‌ۚ بَلَىٰ وَرُسُلُنَا لَدَيۡہِمۡ يَكۡتُبُونَ
43/80. Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia mereka dan bisikan mereka, awaslah, dan Rasul-rasul Kami ada pada mereka menuliskan.

Ketiga rangkaian Ayat Suci ini secara terang menyatakan bahwa malaikat juga ada yang dinamakan Rasul dengan tugas menyampaikan. Tugas ini memang terkandung pada maksud ayat-ayat di bawah ini :

مَّا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَـٰغُ‌ۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا تَكۡتُمُونَ
C. 5/99. Tiada (tugas) atas Rasul itu kecuali Menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.

يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ إِمَّا يَأۡتِيَنَّكُمۡ رُسُلٌ۬ مِّنكُمۡ يَقُصُّونَ
عَلَيۡكُمۡ ءَايَـٰتِى‌ۙ فَمَنِ ٱتَّقَىٰ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡہِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
7/35. Wahai bani Adam, jika datang padamu Rasul-rasul dari bangsamu menceritakan atasmu Ayat-ayatKU, maka siapa yang insyaf dan berbuat shaleh akan tiadalah kecemasan atas mereka dan tidaklah mereka itu berdukacita.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا
مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدُونِ
21/25. Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau seseorang Rasul kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa Tidak ada tuhan selain AKU, Maka sembahlah AKU.


D. Walaupun begitu, ada pula Rasul yang tidak diterangkan yang masa hidupnya mungkin sebelum Muhammad atau sesudahnya. Penjelasan ini terkandung dalam ayat:

وَرُسُلاً۬ قَدۡ قَصَصۡنَـٰهُمۡ
عَلَيۡكَ مِن قَبۡلُ وَرُسُلاً۬ لَّمۡ نَقۡصُصۡهُمۡ عَلَيۡكَ‌ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَڪۡلِيمً۬ا
4/164. Dan ada Rasul-rasul yang sungguh telah Kami ceritakan mereka atasmu dulunya, dan ada pula Rasul-rasul yang tidak Kami ceritakan mereka atasmu, dan Allah telah berkata-kata pada Musa dengan percakapan.


Dalam pada itu, pada setiap bangsa diutus Allah Rasul yang menyampaikan Ayat-ayatNYA malah tidak suatu bangsa yang disiksa Allah di dunia kini kecuali telah ada Rasul pada bangsa itu yang menyampaikan hukum Allah dengan bahasa bangsa itu sendiri.

وَكَيۡفَ تَكۡفُرُونَ وَأَنتُمۡ تُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ ءَايَـٰتُ
ٱللَّهِ وَفِيڪُمۡ رَسُولُهُ ۥ‌ۗ وَمَن يَعۡتَصِم بِٱللَّهِ فَقَدۡ هُدِىَ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬
E. 3/101. Dan kenapa kamu kafir (hai Mukmin seluruh zaman), sedangkan atasmu dianalisakan Ayat-ayat Allah dan padamu ada RasulNYA? dan siapa yang berpegang pada (hukum) Allah maka sungguh dia diberi petunjuk kepada tuntunan yang kukuh.

وَلِڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولٌ۬‌ۖ
فَإِذَا جَآءَ رَسُولُهُمۡ قُضِىَ بَيۡنَهُم بِٱلۡقِسۡطِ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ
10/47. Dan bagi setiap ummat itu ada Rasul. Ketika datang Rasul mereka, terlaksanalah diantara mereka secara effektif, dan mereka tidak dizalimi.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ
لِيُبَيِّنَ لَهُمۡ‌ۖ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِى مَن يَشَآءُ‌ۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ
14/4. Dan tidaklah Kami utus seorang Rasul kecuali dengan bahasa lidahkaumnya agar dia terangkan bagi mereka (ajaran Allah), lalu Allah yang menyesatkan orang yang DIA kehendaki dan DIA tunjuki orang yang DIA kehendaki. Dan DIA mulia bijaksana.

مَّنِ ٱهۡتَدَىٰ فَإِنَّمَا
يَہۡتَدِى لِنَفۡسِهِۦ‌ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ
عَلَيۡہَا‌ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ۬ وِزۡرَ أُخۡرَىٰ‌ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬
17/15. Siapa yang dapat pertunjuk maka dia mendapat pertunjuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka dia menyesatkan dirinya sendiri, dan tidaklah dia menanggung sebagai penanggung tanggungan orang lain. Dan tidaklah KAMI menyiksa hingga KAMI bangkitkan seorang Rasul.

وَمَا كَانَ رَبُّكَ
مُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبۡعَثَ فِىٓ أُمِّهَا
رَسُولاً۬ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَـٰتِنَا‌ۚ وَمَا ڪُنَّا مُهۡلِكِى ٱلۡقُرَىٰٓ إِلَّا وَأَهۡلُهَا ظَـٰلِمُونَ
28/59. Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan negeri hingga DIA bangkitkan pada penduduknya (umatnya) seorang Rasul yang menganalisakan atas mereka Ayat-ayat Kami, dan tidaklah Kami membinasakan negeri itu kecuali penduduknya zalim.


Banyak sekali Ayal Suci yang senada dengan ayal 17/15 ini di antaranya ayat 17/58 dan 6/65, tetapi semua itu menjelaskan bahwa siksaan tersebut bukan berlaku sebelum Muhammad saja malah juga sesudah meninggalnya. Dan memang berapa banyak penduduk negeri yang telah disiksa atau dibinasakan Allah sesudah zaman hidupnya Muhammad. Ayat 28/59 membuktikan bahwa sebelum penduduk negeri itu disiksa, lebih dulu diutus Allah seorang Rasul kepada mereka dan ayat 10/47 menjelaskan bahwa pada setiap ummat ada Rasul dikuatkan oleh ayat 14/4 dengan ketegasan bahwa Rasul itu menyampaikan hukum Allah dengan memakai bahasa penduduk itu sendiri. Kesimpulannya ialah pada setiap bangsa ada Rasul Allah yang menyampaikan atau akan menyampaikan hukum Allah. Dengan itu nyatalah bahwa banyak sekali Rasul sesudah Muhammad sesuai dengan maksud ayat 4/164 pada alinea D di atas. Mungkin ada orang merasa keterangan ini berbeda dari pendapat umum selama ini dan menyatakan bahwa Muhammad adalah Rasul terakhir dan Nabi terakhir, tetapi kita hanya menyampaikan keterangan Alquran sendiri bahwa memang banyak Rasul yang bertugas menyampaikan Ayat-ayat Allah sesudah Muhammad meninggal dunia.

قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ
عَلَىٰٓ أَن يَبۡعَثَ عَلَيۡكُمۡ عَذَابً۬ا مِّن
فَوۡقِكُمۡ أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ شِيَعً۬ا
وَيُذِيقَ بَعۡضَكُم بَأۡسَ بَعۡضٍ‌ۗ ٱنظُرۡ كَيۡفَ نُصَرِّفُ ٱلۡأَيَـٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَفۡقَهُونَ
6/65. Katakanlah: DIAIah yang menentukan atas hal membangkitkan atasmu siksaan dari bahagian atasmu atau dari bawah kakimu, atau DIA pakaikan (jadikan) kamu bergolong-golongan dan setengah kamu merasakan kekuatan setengahnya. Perhatikanlah betapa Kami jelaskan ayat-ayat itu semoga mereka memahami.



Mungkin orang terpengaruh dengan ayat 33/40 yang menyatakan Muhammad itu Rasul Allah dan Penutup Nabi-nabi. Kita mengakui Muhammad itu Rasul Allah tetapi bukan Rasul terakhir. Ayat Suci itu hanya menyebutkan Muhammad Nabi terakhir bukan Rasul terakhir. Sebagai kita katakan tadi Rasul adalah yang bertugas enyampaikan hukum Allah, ada yang menerimanya langsung dari Allah seperti para Nabi, dan ada pula yang menerimanya tidak langsung dari Allah tetapi perantaraan Alquran yang disampaikan oleh Muhammad selaku Nabi Terakhir. Maka Nabi adalah manusia yang menerima petunjuk Allah secara langsung kemudian menyampaikan hukum Allah itu kepada manusia lain selaku Rasul.

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ۬ مِّن رِّجَالِكُمۡ
وَلَـٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّـۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمً۬ا
33/40. Tidaklah Muhammad itu bapak dari seorang lelakimu, akan tetapi Rasul Allah dan Nabi penutup Nabi-nabi, dan Allah itu mengetahui tiap sesuatunya.

Sekiranya orang masih meragukan keterangan tadi, mungkin redaksinya kurang dapat difahami, maka kini cobalah perhatikan maksud ayat-ayat Suci dibawah ini di mana secara terang disebutkan banyak sekali Rasul sesudah Muhammad yang menyampaikan Alquran:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ
ٱلطَّيِّبَـٰتِ وَٱعۡمَلُواْ صَـٰلِحًا‌ۖ إِنِّى بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٌ۬
F. 23/51. Wahai Rasul-rasul, makanlah dari yang baik-baik, dan berbuatlah dengan keshalehan, bahwa Aku mengetahui apa-apa yang kamu perbuat.

إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيَوۡمَ يَقُومُ ٱلۡأَشۡهَـٰدُ
40/51. Bahwa Kami akan menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang beriman pada hidup di dunia kini begitupun pada Hari berdirinya kenyataan-kenyataan, (di Akhirat).

ڪَتَبَ ٱللَّهُ لَأَغۡلِبَنَّ أَنَا۟ وَرُسُلِىٓ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ۬
58/21. Allah menetapkan (menuliskan mewajibkan): Akan menang AKU dan Rasul-rasulKU, bahwa Allah itu Kuat dan Mulia.


Dalam keadaan lain, orang semuanya menyatakan Adam jadi Nabi tetapi tidak berapa orang yang mengetahui Ayat Suci mana yang menerangkan begitu. Tetapi jika orang mempelajari maksud ayat 3/59 di mana dinyatakan Adam dan Isa Almasih mempunyai persamaan bertimbal-balik maka nyatalah Adam juga Nabi seperti Isa Almasih sendiri jadi Nabi. Selaku Rasul, keadaan Isa Almasih disebutkan pada ayat 3/49 dan Adam disebutkan pada ayat 2/33. Akhirnya sampailah kita pada kesimpulan untuk menjawab soal ini bahwa RASUL adalah yang menyampaikan hukum Allah, dan NABI adalah orang yang menerima hukum itu lansung dari Allah dan menyampaikannya kepada manusia lain.

إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ ٱللَّهِ
كَمَثَلِ ءَادَمَ‌ۖ خَلَقَهُ ۥ مِن تُرَابٍ۬ ثُمَّ قَالَ لَهُ ۥ كُن فَيَكُونُ
3/59. Bahwa permisalan Isa pada Allah seperti permisalan Adam. DIA menciptakannya dari turab (debu tanah) kemudian DIA katakan padanya ADALAH maka adalah dia.

Arti Hidup Menurut Ajaran Alquran

Kita hanya akan menyinggung arti hidup bagi manusia sendiri, kita tidak akan menyinggung arti hidup bagi benda atau wujud lain. Bahwa hidup pertama ialah di dunia kini dan hidup kedua berlaku di alam Akhirat. Kedua macam hidup itu berlaku dalam keadaan konkrit. Banyak Ayat Suci yang menyatakan hidup dua kali di antaranya ayal 40/11.

قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ
وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِّن سَبِيلٍ
40/11. Mereka berkata: wahai Tuhan kami, Engkau matikan kami dua kali dan Engkau hidupkan kami dua kali, dan kenallah kami pada dosa-dosa kami, Maka adakah garis hukum untuk keluar?

Berbagai macam doktrin telah berkembang di muka Bumi, namun tidak satupun yang memberikan alasan kenapa adanya hidup kini; Masing-masingnya berbeda tentang pengertian dan tujuan hidup, hanya Alquran lah yang dapat menjelaskan secukupnya hingga dapat dipahami oleh setiap diri yang memerlukan.

Pihak atheis yang mendasarkan doktrinnya atas teori naturalism tidak dapat memberikan alasan kenapa adanya hidup kini, kecuali sebagai kelanjutan dari hukum evolusi pada setiap benda yang semenjak dulunya telah mengalami perobahan alamiah. Sementara itu mereka berbantahan pula mengenai hukum evolusi itu sendiri disebabkan oleh banyaknya benturan atau dead lock dalam penganalisaan teori itu. Benturan itu mereka namakan missing links. Dan akhirnya mereka akan terpaksa meninggalkan semua doktrin yang mereka anut itu karena penemuan-penemuan yang mereka dapati memang bertentangan dengan hukum evolusi. Buat tujuan hidup, mereka juga tidak mempunyai arah dan alasan yang tepat. Tetapi mereka semuanya sependapat bahwa yang ada kini akan musnah sendirinya di ujung zaman sesuai dengan menyusutnya dan menghabisnya alat kebutuhan hidup atau disebabkan terganggunya stabilitas susunan bintang di semesta raya. Mereka berkesimpulan bahwa hidup kini dimulai dari kekosongan telah terwujud secara alamiah, dan sedang menuju ke arah kekosongan alam semesta di mana setiap diri hilang berlalu tanpa bekas dan tak akan hidup kembali. Tetap mereka sengaja melupakan unsur Roh yang ada pada setiap diri itu.

Pihak yang menganut Faham Plurality atau Trinity, walaupun tidak membenarkan teori evolusi, malah mengakui manusia ini memulai hidupnya dari satu diri yang sengaja diciptakan Tuhan, tetapi mereka tidak dapat memberikan alasan tentang maksud apa yang terkandung dalam perencanaan penciptaan itu Selaku tujuan hidup, mereka sama sependapat bahwa nanti akan berlaku kehidupan balasan sesudah mati, tetapi dalam keadaan gaib bukan konkrit, di mana pribadi baik akan menerima kebahagiaan jiwa dan peribadi jahat akan merana.

Pihak pertama di atas tadi bertentangan dengan ajaran Alquran mengenai asas hidup juga bertentangan mengenai tujuan hidup, sedangkan pihak kedua bersamaan dengan ajaran Alquran tentang asal usul hidup juga bersamaan tentang tujuan hidup tetapi berbeda dalam hal gaib dan konkrit. Sebaliknya kedua pihak itu sama sependapat tentang arti hidup yang tidak lain hanyalah berjuang untuk kebutuhan dan kelanjutan generasi, tetapl mereka melupakan bahwa pendapat demikian akan berujung dengan pemusnahan generasi mendatang karena setiap diri lebih mementingkan keadaan kini, tanpa ancaman resiko konkrit yang akan dihadapi di Akhirat nanti.

Alquran, yang menjadi dasar ajaran hidup dalam Islam, memberikan alasan dan keterangan secukupnya mengenai sebab, arti dan tujuan hidup manusia kini.

Masing-masingnya disampaikan sebagai berikut ini :

A. Sebab adanya Hidup.

Semesta raya ini dulunya terdiri dari kekosongan total, tiada satu pun Yang ada kecuali Allah yang ESA yang senantiasa dalam keadaan gaib. DIA mempunyai maksud agar berlaku penyembahan terhadapNYA yang tentu harus dilaksanakan oleh makhluk yang memiliki pertimbangan wajar, dan perlulah diciptakan jin dan manusia yang akan menjalani ujian dengan mana dapat ditentukan berlakunya pengabdian dimaksud.

Kedua macam makhluk ini membutuhkan tempat hidup di mana segala kebutuhan dalam pengujian tersedia secara alamiah atau ilmiah, maka diciptakanlah benda angkasa pada berbagai bentuk, massa dan fungsi.

Semuanya terlaksana secara logis menurut rencana tepat, dan tibalah waktunya dimulai penciptaan jin dan manusia, masing-masingnya berbeda di segi abstrak dan konkrit :

إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
16/40. Bahwasanya Perkataan Kami pada sesuatu ketika Kami inginkan hanyalah Kami katakan padanya : Adalah maka adalah dia.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
39/62. Allah itu Pencipta tiap sesuatu dan DIA menjaga tiap sesuatu itu.

فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
85/16. DIA Pelaksana bagi apa yang DIA inginkan.

Setiap gerak yang berlaku di dunia ini baik zahir maupun bathin haruslah menurut kehendak dan ketentuan Allah, dengan itu dapat ditentukanNYA seluruh peristiwa dalam sejarah dunia ini sesuai dengan kehendakNYA. Dari itu tidak satu pun gerak di luar kehendakNYA dan bukanlah manusia mempunyai daya kreasi sendiri kecuali yang dikehendaki Allah lebih dulu. Memang Alquran menyatakan: siapa berbuat baik mendapat balasan baik begitu sebaliknya dan manusia disuruh patuh mengikuti ajaran Allah hingga siapa yang engkar akan dimasukkan ke dalam neraka: tetapi semua itu adalah hukum konkrit yang harus jadi pegangan bagi manusia dalam masyarakatnya, padahal Allah menyesatkan orang yang dikehendakiNYA atau menunjukinya dengan melalui hukum kausalita yang sengaja diatur Allah bagi setiap gerak zahir ataupun bathin. Orang boleh menganggap hal itu main-main belaka dan tidak perlulah manusia ini diuji lagi kalau semua hal ditentukan Allah lebih dulu, tetapi hal itu adalah kehendak Allah pada mana manusia tidak mungkin merobahnya.

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّٮٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ۬‌ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
2/29. DIAlah yang menciptakan untuk kamu apa-apa yang ada di Bumi ini seluruhnya.

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُ
واْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ
13/11. Baginya (manusia itu) ada pencatat dari mukanya dan dari belakangnya yang menjaganya menurut perintah Allah, bahwa Allah itu tidak mengubah apa-apa pada suatu kaum (dalam Catatan itu) hingga mereka mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka, dan ketika Allah mengingini kejahataa pada suatu kaum maka tiada pengganti baginya, dan tiadalah bagi mereka suatu pimpinan selain DIA.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ
لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللّهُ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
14/4. Dan tidaklah Kami utus seorang Rasul kecuali dengan bahasa lidah kaumnya agar dia terangkan bagi mereka (ajaran Allah). Lalu Allah menyesatkan orang yang DIA kehendaki dan DIA tunjuki orang yang DIA kehendaki, dan DIA Mulia Bijaksana.

إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِن كُلِّ شَيْءٍ سَبَباً
18/84. Bahwa Kami menempatkan untuknya (manusia itu) di Bumi ini dan Kami datangkan padanya dari tiap sesuatu kausalita (sebab-akibat); Lalu dia ikutilah kausalita itu.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
51/56. Dan tidaklah AKU ciptakan jin dan manusia itu kecuali untuk
menyembah AKU (di Akhirat utamanya).

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ
وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
57/22. Tidaklah berlaku suatu musibah di Bumi ini begitupun pada dirimu kecuali telah ada dalam ketetapan sebelum dia Kami laksanakan, bahwa yang demikian itu mudah saja bagi Allah.

وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
81/29. Dan tidaklah kamu berkehendak kecuali yang dikehendaki Allah Tuhan seluruh manusia.

B. Arti Hidup KINI.

Alquran memberikan ajaran tentang arti hidup bahwa orang hendaklah menghubungkan dirinya secara langsung kepada Allah dengan cara melakukan hukum-hukum tertulis dalam Alquran, dan menghubungkan dirinya pada masyarakat sesamanya dalam melaksanakan tugas amar makrur nahi mungkar. Hubungan vertikal dan horizontal begitu akan menimbulkan daya juang untuk mencapai kemakmuran bersama serta ketinggian martabat dalam saluran rasa cinta bagaikan api yang tak kunjung padam. Artinya hidup seperti itulah satu-satunya yang mungkin dipakai untuk memperoleh keamanan dunia hingga seseorang bebas dari rasa takut, korupsi dan perkosaan.

Alquran bukan melarang orang mencari kekayaan dan kemuliaan dunia, Malah dialah satu-satunya Kitab di muka Bumi ini yang paling banyak menyuruh, mendidik dan mengajar orang agar dapat memfaedahkan semua yang ada di Bumi ini ditambah dengan janji kebahagiaan hidup di Akhirat nanti. Keadaan itu bagaikan tatahidup yang saling menguatkan untuk masyarakat manusia berbudi tinggi, sopan santun, produktif dan memiliki kesadaran wajar tentang hidup dan tujuan hidupnya.

ضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ
ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا
بِحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱلنَّاسِ
وَبَآءُو بِغَضَبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ
ٱلۡمَسۡكَنَةُ‌ۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ
ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقٍّ۬‌ۚ ذَٲلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ
3/112. Ditimpakan atas mereka kehinaan di manapun mereka berada kecuali dengan hubungan (tali) dari Allah dan hubungan dari manusia, dan pantaslah mereka pada kemarahan dari Allah dan ditimpakan atas mereka kemiskinan. Yang demikian itu karena mereka kafir pada Ayat-ayat Allah serta membunuh perkabaran-perkabaran tanpa hal logis, yang demikian itu karena mereka menyanggah dan mereka itu melanggar hukum.

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ
وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
6/32. Dan tidaklah kehidupan di dunia kini kecuali sandiwara dan olok-olok, dan kampung Akhirat nanti lebih baik bagi orang-orang yangmenginsyafi, apa tidakkah kamu pikirkan ?

الَّذِينَ آمَنُواْ
وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
6/82. Orang-orang beriman dan tidak memakai iman mereka dengan kezaliman, itulah orang-orang yang bagi mereka keamanan dan mereka diberi petunjuk.

مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا
مِّن ذَڪَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٌ۬ فَلَنُحۡيِيَنَّهُ ۥ
حَيَوٰةً۬ طَيِّبَةً۬‌ۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا ڪَانُواْ يَعۡمَلُونَ
16/97. Siapa saja yang berbuat shaleh dari lelaki atau perempuan dan dia beriman maka akan Kami hidupkan mereka dalam kehidupan yang baik dan akan Kami balasi mereka sebagai upah
mereka dengan yang lebih baik daripada yang mereka kerjakan.

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَٮٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ
ٱلۡأَخِرَةَ‌ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَأَحۡسِن ڪَمَآ
أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَ‌ۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
28/77. Dan ikutlah pada apa yang Allah datangkan kepadamu tentang kampung Akhirat, dan jangan lupakan nasibmu dari hal dunia ini, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan jangan mencari perusakan di Bumi ini, bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang merusak.

فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُم مِّن دُونِهِ قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ
الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
39/15. Maka sembahlah apa yang kamu kehendaki selain DIA. Katakanlah : "bahwa orang-orang yang merugi ialah orang-orang merugikan dirinya dan keluarganya pada Hari kiamat. Apa tidakkah hal itu dua kerugian yang nyata ?

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ
وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
67/2. DIAlah yang menciptakan kematian dan kehidupan agar DIA menguji kamu yang mana di antara kamu yang lebih baik perbuatannya, dan DIA Mulia dan Pengampun.

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً
76/3. Bahwa Kami menunjukkan garis hukum padanya (manusia itu), terserah padanya untuk bersyukur atau kafir.

C. Tujuan Hidup.

Alquran menjelaskan dengan ayat-ayat logis bahwa kehidupan kini bukan telah berlaku sendirinya, malah sengaja diciptakan Allah sendiriNYA tanpa serikat. Bahwa kehidupan kini bukanlah akan berlalu tanpa akibat tetapi berlangsung dengan catatan atas semua gerak zahir bathin yang menentukan nilai setiap pribadi untuk kehidupan konkrit nantinya di alam Akhirat, dimana kehidupan terpisah antara yang beriman dan yang kafir untuk selamanya. Di satu fihak berlaku kehidupan yang amat sempurna dengan pengabdian, tanpa kecuali kepada Allah yang Mulia Kuasa, ketika itu terlaksanalah kehendak Allah sebagai tercantum pada ayat 51/56 dan terlaksanalah hidup sebenarnya yang dimaksud dalam ayat 6/32. Dilain fihak berlakulah siksaan perih dengan penyesalan yang tak putus-putusnya:

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن
رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
3/133. Dan berlombalah kepada keampunan dari Tuhanmu dan sorga yang luasnya sama dengan luas planet-planet dan Bumi ini, dijanjikan untuk para muttaqien.

هَـذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِينَ
3/138. Alquran ini adalah keterangan-keterangan untuk manusia serta petunjuk dan pelajaran bagi para muttaqien.

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
3/139. Dan janganlah merasa rendah diri dan janganlah berdukacita sedangkan kamu lebih tinggi jika kamu beriman.

وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
29/64. Dan tidaklah kehidupan di dunia kini kecuali olok-olok dan sandiwara. Dan bahwa kampung Akhirat nanti adalah kehidupan sebenarnya jika mereka mengetahui.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
95/4 Sungguh Kami ciptakan manusia itu pada perwujudan yang lebih baik.

ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
95/5. Kemudian Kami tempatkan dia kepada kerendahan yang lebih rendah.

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
95/6. Kecuali orang-orang beriman dan beramal shaleh, maka untuk mereka upah yang tak dihinggakan.

Dengan keterangan di atas ini, nyatalah bahwa Alquran bukan saja menjelaskan kenapa adanya hidup kini, tetapi juga memberikan arti hidup serta tujuannya yang harus dicapai oleh setiap diri. Keterangan Alquran ini dapat diterima akal sehat dan memang Kitab Suci itulah yang mungkin memberikan penjelasan demikian.

Arti Mati Menurut Ajaran Alquran

Setiap diri mengalami mati dua kali dan hidup dua kali pertama adalah waktu sebelum lahir dan mati kedua yaitu di waktu hidup kini berakhir dengan sebab musabab yang berbagai-bagai, waktu itu roh berpisah dari tubuh yang kemudian membusuk dan mendebu. Itulah dua kali mati yang setiap orang wajib melaluinya, dan nanti di Akhirat akan dihidupkan kembali untuk tidak pernah mati lagi. Waktu itu setiap diri yang pernah hidup kini akan dihidupkan kembali, baik diri itu berupa binatang, jin atau berupa manusia :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ
وَلاَ طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلاَّ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم
مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
6/38. Dan tiada satupun dari dabbah di Bumi ini begitupun burung yang terbang dengan dua sayapnya kecuali ummat seumpama kamu, tiadalah yang Kami abaikan dalam Kitab sesuatu juga,
kemudian mereka akan dikumpulkan kepada Tuhan mereka.

وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ
وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِن دَآبَّةٍ۬‌ۚ وَهُوَ عَلَىٰ جَمۡعِهِمۡ إِذَا يَشَآءُ قَدِيرٌ۬
42/29. Dan dari pertandaNYA ialah penciptaan planet-planet dan Bumi ini dan apa yang DIA kembang-biakkan pada keduanya dari dabbah, dan DIA atas pengumpulan semuanya ketika DIA kehendaki menentukan.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
21/35. Setiap diri itu merasakan mati dan Kami uji kamu dengan fitnah jahat dan baik dan kepada Kami kamu akan dikembalikan.

قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ
وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِّن سَبِيلٍ
40/11. Mereka berkata : Wahai Tuhan kami, Engkau matikan kami dua kali dan Engkau hidupkan kami dua kali, maka kenallah kami pada dosa-dosa kami. Tetapi adakah garis hukum untuk keluar ?


Di waktu hidup orang dapat merasa, berfikir, mengingat, menghayal dan bertindak, karena waktu itu roh masih ada dalam tubuh tetapi waktu mati orang tidak tahu apa-apa tak dapat berfikir, mengingat ataupun mengkhayal. Dari sebab itu pernah didengar pendapat bahwa kematian adalah nikmat terakhir dari Allah bagi setiap diri dalam kehidupan di dunia kini. Pada umumnya diri yang mengalami kematian lebih dulu merasa sakit. Rasa sakit ini telah dimilikinya semenjak mulai lahir ke dunia dan rasa inilah yang menimbulkan kewaspadaan, takut, loba dan sesungguhnya dalam kehidupan. Bila rasa sakit itu sudah meningkat maka diri itu jadi gelisah dan akhirnya menderita. Jika ketika itu maut tidak datang maka diri itu akan lebih menderita untuk kesengsaraan yang lebih gawat, tetapi Tuhan itu Penyayang, ketika itu roh diri itu diangkatkanNYA dan matilah diri itu, dia terbebas dari rasa sakit yang amat gawat. Sebaliknya jarang sekali kita mendengar kabar tentang kematian yang tidak didahului rasa sakit. Rasa ini didahului oleh penyebab yang dinamakan penyakit mungkin berupa infeksi, luka, patah atau penyakit dalam dan lain sebagainya, maka penyakit itulah sebenarnya yang mendatangkan kematian, itulah sebahagian hukum kausalita tersebut pada ayat 18/84. Mengenai kematian dengan penyebab itu dinyatakan Allah dalam Alquran ayat:

قُلْ يَتَوَفَّاكُم مَّلَكُ
الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
32/11. Katakanlah : yang mewafatkan kamu ialah yang menguasai maut (malakul maut) yang dikuasakan atasmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Tuhanmu.

وَجَاءتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
50/19. Dan datanglah pingsan menjelang maut (sakratul maut) dengan hal logis. Yang demikian Itu tidaklah engkau dapat menantangnya.

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ
5O/20. Dan ditiupkanlah Comet (kemudiannya),
itulah Hari janjian, (Akhirat).

KESIMPULAN dari keterangan di atas ini ialah setiap orang akan mati, mati itu dengan sebab. Waktu mati orang itu tidak jadi orang lagi karena rohnya telah pergi, mayat itu tidak merasa apa-apa dan tidak bisa mengingat karena memang telah berhenti jadi orang atau telah berhenti hidup, di Akhirat dia akan dihidupkan kembali.

Maka yang menyebabkan seseorang dapat merasa dan mengingat ialah adanya hidup, yaitu tubuh dan roh. Adanya kedua unsur ini mendatangkan kesadaran, tetapi tidak selamanya tubuh dengan roh itu memiliki kesadaran, misalnya di waktu tidur. Orang yang tidur tidak menyadari apa-apa walaupun dia memiliki tubuh dan roh. Kenapa orang pernah mengimpi tentang berbagai kejadian ? Waktu orang mengimpi dalam tidurnya adalah waktu keadaannya setengah sadar, dari itulah sebentar setelah mengimpi orang itu langsung terbangun. Kita katakan setengah sadar ialah karena ingatannya waktu itu dapat menerima berbagai keadaan yang tergambar, sebaliknya dia tak sanggup merobah gambaran keadaan yang diterimanya menurut maunya. Masa sadar adalah masa di mana manusia dapat merasa, memikir dan bertindak, dan pada masa sadar itulah berlakunya fungsi hukum atas diri manusia.

Tentang ini Alquran menggambarkan pada Ayat :

وَهُوَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّٮٰڪُم بِٱلَّيۡلِ
وَيَعۡلَمُ مَا جَرَحۡتُم بِٱلنَّہَارِ ثُمَّ يَبۡعَثُڪُمۡ فِيهِ
لِيُقۡضَىٰٓ أَجَلٌ۬ مُّسَمًّ۬ى‌ۖ ثُمَّ إِلَيۡهِ مَرۡجِعُكُمۡ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
6/60. Dan DIAlah yang mengangkatkan (kesadaran) kamu pada malam hari dan DIA mengetahui apa yang kamu lakukan pada siang hari, kemudian DIA bangkitkan kamu pada siang itu agar terlaksana ajal (ketetapan) tertentu, kemudian kepadaNYA kembalimu, kemudian DIA kabarkan pada itu apa-apa yang kamu perbuat (selama ini).

ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلۡأَنفُسَ
حِينَ مَوۡتِهَا وَٱلَّتِى لَمۡ تَمُتۡ فِى
مَنَامِهَا‌ۖ فَيُمۡسِكُ ٱلَّتِى قَضَىٰ عَلَيۡہَا ٱلۡمَوۡتَ
وَيُرۡسِلُ ٱلۡأُخۡرَىٰٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ مُّسَمًّى‌ۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
39/42. Allah mengangkatkan (kesadaran) suatu diri ketika matinya dan diri yang belum mati waktu tidurnya, maka DIA tahanlah kesadaran diri yang DIA laksanakan atasnya kematian dan DIA kirimkan kembali kesadaran (orang tidur) yang lain itu sampai pada ajal (ketetapan) tertentu. Bahwa pada yang demikian menjadi pertanda-pertanda bagi kaum yang memikirkan.


Kesadaran adalah problem utama dalam hidup. Orang yang memiliki kesadaran pastilah dia mempunyai tubuh dan roh, untuk orang itu berlaku hukum dengan segala fungsi dan sanksinya. Tetapi bukan semua orang yang mempunyai tubuh dan roh memiliki kesadaran dan dalam keadaan demikian dia tidak dikenai hukum. Akhirnya, kematian adalah perceraian tubuh dari roh, terang sekali orang yang mati tidak memiliki kesadaran, karenanya dia tidak lagi dikenakan hukum.

HADIS & RIWAYATNYA

Alquran menjelaskan berbagai persoalan yang di antaranya tidak terpikirkan oleh manusia, baik tentang keadaan yang berlaku jutaan tahun lampau begitupun yang akan terjadi jutaan tahun nanti, di mana hukum Islam tidak pernah berubah selaku ketentuan permanen tanpa kontradiksi, di planet-planet lain dan di Bumi ini. Suatu keistimewaan dalam ajaran Islam ialah manusia sengaja diciptakan ALLAH untuk mengabdi kepada-NYA melalui ujian hidup di dunia kini, hingga di Akhirat nanti terlaksana sepenuhnya dalam kehidupan Surgawi sementara yang kalah ujian akan ditempatkan dalam Neraka berwujud batu atau besi, gagal jadi manusia.

وَكَذَٲلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ
عَدُوًّ۬ا شَيَـٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِى بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ
بَعۡضٍ۬ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورً۬ا‌ۚ وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ‌ۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ
6/112. Seperti itulah KAMI jadikan bagi setiap Nabi musuh setan-setan manusia dan jin, setengah mereka mewahyukan kepada setengahnya perkataan mewah fatamorgana. Kalau TUHAN-MU menghendaki, tidaklah mereka melakukannya, maka biarkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

وَكَذَٲلِكَ جَعَلۡنَا فِى كُلِّ قَرۡيَةٍ أَڪَـٰبِرَ
مُجۡرِمِيهَا لِيَمۡڪُرُواْ فِيهَا‌ۖ وَمَا يَمۡڪُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِہِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ
6/123. Seperti itulah KAMI jadikan pada setiap negeri orang-orang besar berdosa agar menipu padanya. Dan tidak ada yang mereka tipu selain diri mereka, dan mereka tidak menyadari.

ٱتَّبِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦۤ أَوۡلِيَآءَ‌ۗ قَلِيلاً۬ مَّا تَذَكَّرُونَ
7/3. Ikutlah yang diturunkan kepadamu dari TUHAN-mu, jangan ikut pimpinan selain DIA. Sangat sedikit yang kamu pikirkan.

Jika pemberitaan demikian ditanggapi sebagai hanya kabar pertakut yang sudah tersiar semenjak ribuan tahun yang lalu tentang mana orang belum pernah mendapatkan bukti pengalaman nyata, maka Firman ALLAH biasanya dijadikan bahan nyanyian belaka bahkan dipertandingkan dengan senandung dan irama padang pasir. Tetapi sekiranya dianalisa dengan pemikiran logis, dan memang Ayat-ayat Mutasyabihat dijelaskan bagi mereka yang berpengetahuan sebagai dinyatakan dalam Ayat 41/3, maka semua pemberitaan Alquran terbukti telah memberikan alasan cukup dan fakta ilmiah bahwa satu-satunya Way of Life sempurna hanyalah Islam yang semua hukumnya turun dari ALLAH, tanpa serikat dan tidak boleh diserikatkan.
Namun terhadap golongan ini masih diberikan Ayat-ayat Suci definitif yang artinya:

وَكَذَّبَ بِهِۦ قَوۡمُكَ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ‌ۚ قُل لَّسۡتُ عَلَيۡكُم بِوَكِيلٍ۬
6/66. Dan kaummu mendustakannya, padahal dia logis. Katakanlah:
"Bukanlah aku penjaga atasmu."

لِّكُلِّ نَبَإٍ۬ مُّسۡتَقَرٌّ۬‌ۚ وَسَوۡفَ تَعۡلَمُونَ
6/67. Bagi setiap kabar ada fakta yang ditentukan, dan akan kamu
ketahui.

إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ
38/87. Bahwa dia (Alquran) melainkan pemikiran bagi seluruh manusia.

وَلَتَعۡلَمُنَّ نَبَأَهُ ۥ بَعۡدَ حِينِۭ
38/88. Dan akan kamu ketahui perkabarannya sesudah waktunya.

فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَ
81/26. Ke manapun kamu pergi (dalam tatasurya ini).

إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ
81/27. Bahwa dia melainkan pemikiran untuk seluruh manusia.

Jadi setiap orang yang mengaku dirinya penganut Islam haruslah mendasarkan semua tindakannya lahir batin atas Firman ALLAH untuk hidup selamat bahagia dan agar tidak rugi celaka selaku munafik, musyrik, dan sebagainya. Mungkin banyak hal yang selama ini belum disadari hukumnya menurut Islam, dan banyak pula Ayat Suci yang belum difahami maksud serta faedahnya karena Alquran memang berfungsi untuk seluruh zaman fentang mana kesadaran manusia dibukakan tahap demi tahap, tetapi janganlah sekali-kali memasukkan hukum lain ke dalam masyarakat Islam, sebab sikap demikian sangat tercela dan menjurus kepada syirik. Sebaliknya hendaklah orang lebih bersungguh-sungguh mempelajari Alquran yang sebenarnya telah cukup sempurna bagi petunjuk hidup. Tentang ini ALLAH menganjurkan kepada setiap Muslim agar bersikap seperti dimaksudkan di bawah ini:

فَتَعَـٰلَى ٱللَّهُ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡحَقُّ‌ۗ
وَلَا تَعۡجَلۡ بِٱلۡقُرۡءَانِ مِن قَبۡلِ أَن يُقۡضَىٰٓ إِلَيۡكَ وَحۡيُهُ ۥ‌ۖ وَقُل رَّبِّ زِدۡنِى عِلۡمً۬ا
20/114. Maha tinggi ALLAH Raja yang logis. Janganlah bergegas dengan (ilmu) Alquran sebelum wahyu-NYA dilaksanakan kepadamu, dan katakanlah: "TUHAN-ku, tambahlah ilmu padaku. "

Mungkin pula banyak orang mengharapkan berbagai penjelasan hukum Islam dari Hadis Nabi atau dari sejarah kehidupan Muhammad selaku Uswah Hasanah, Teladan yang baik. Tetapi Nabi itu sendiri adalah pelaksana hukum yang terkandung dalam Alquran. Beliau tidak pernah menantang ketentuan ALLAH bahwa orang hanya diwajibkan mendasarkan hukum atas Firman yang DIA wahyukan dan terlarang mengambil hukum lain, bahkan beliau tidak pernah membikin hukum baru karena beliau hanyalah Rasul yang menyampaikan Hukum ALLAH, juga pengikut ajaran Nabi Ibrahim yaitu Islam yang telah sempurna:

وَمَن يَرۡغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٲهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ
نَفۡسَهُ ۥ‌ۚ وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَـٰهُ فِى ٱلدُّنۡيَا‌ۖ وَإِنَّهُ ۥ فِى ٱلۡأَخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
2/130. Siapa yang membenci doktrin Ibrahim hanyalah memperbodoh dirinya. Sungguh KAMI pilih dia di dunia, dan di Akhirat dia terrmasuk orang-orang shaleh.

قُلۡ إِنَّنِى هَدَٮٰنِى رَبِّىٓ إِلَىٰ
صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬ دِينً۬ا قِيَمً۬ا مِّلَّةَ إِبۡرَٲهِيمَ حَنِيفً۬ا‌ۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
6/161. Katakanlah: "Bahwa aku, TUHAN-ku menunjuki aku kepada
tuntunan kukuh, agama teguh, ajaran Ibrahim sesempurnanya. Tidaklah dia termasuk orang-orang musyrik."

وَجَـٰهِدُواْ فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦ‌ۚ
هُوَ ٱجۡتَبَٮٰكُمۡ وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِى ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٍ۬‌ۚ
مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٲهِيمَ‌ۚ هُوَ سَمَّٮٰكُمُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ مِن قَبۡلُ وَفِى
هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيۡكُمۡ وَتَكُونُواْ شُہَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ‌ۚ فَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَٮٰكُمۡ‌ۖ فَنِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ
22/78. Berjuanglah pada ALLAH dengan perjuangan logis, DIA telah memilihmu. Tiada DIA jadikan halangan atasmu dalam agama itu, doktrin bapakmu Ibrahim. Dialah yang menamakan kamu Muslimin dulunya dan dalam (Alquran) ini agar Rasul itu jadi pemberi bukti atasmu dan kamu jadi pemberi bukti atas manusia. Dirikanlah Shalat dan berikanlah zakat, dan berpeganglah pada ALLAH. DIAlah pimpinanmu, sangat nikmat selaku pimpinan dan sangat nikmat selaku penolong.

Muhammad selaku Mukmin Tabah dan Rasul Teladan telah berhasil dalam perjuangannya membimbing bangsa Arab kepada ketinggian peradaban pada zamannya, bahkan sangat mengagumkan dunia, tercatat dalam lembaran sejarah yang ditulis orang-orang Barat di luar Islam sendiri.

Tidak lama sesudah beliau meninggal dunia, bangsa Arab mulai memperlihatkan kekuatannya. Mereka sampai berkuasa di Spanyol di mana kini masih dapat dilihat bekas-bekasnya, begitu pula tentara Arab telah pernah menderapkan langkahnya sebagai pasukan yang ditakuti di kota Paris, Prancis. Tetapi ketentuan ALLAH pada Ayat 19/59 tidak pandang bulu, bahwa sesudah Nabi meninggal dunia, penganut, Islam mulai terpengaruh oleh kehidupan duniawi mungkar, demikian pula bangsa Arab dengan kemenangan dan kemegahan yang diperolehnya, lalu mereka berebut kekuasaan, dan akhirnya bersikap melanggar hukum yang terkandung dalam Alquran.

Sementara itu pihak lawan yang umumnya terdiri dari Bani Israil beragama Yahudi dan Kristen, mencari jalan cara bagaimana mengha¬dapi perkembangan Islam dan pengluasan kekuasaan Arab. Akhirnya mereka berkesimpulan bahwa kekuatan Islam demikian berpokok pangkal dan dimodali oleh hukum yang terkandung dalam Alquran, karenanya hukum itu harus dipecah dengan hadis-hadis palsu atau yang dipalsukan, hingga tercatatlah sampai 300.000 bahkan ada yang mengatakan sampai 600.000 buah.

Untuk mentrapkan hadis yang dikatakan dari Nabi Muhammad demikian ke dalam masyarakat Islam, mereka tidak segan mengeluarkan biaya besar, membujuk pemuka-pemuka agama yang rapuh iman dengan kekayaan dan sebagainya, bahkan ada pula yang pura-pura jadi penganut Islam dan belajar dengan giat, kemudian mengacau masyarakat Islam dengan berbagai kegiatan.

Dalam kejadian itu, bukanlah hukum Alquran yang salah pasang, bukanlah ajaran Islam yang keliru, tetapi manusia-manusianya yang tidak mempunyai keteguhan hati, mudah terjebak dan terpengaruh oleh keduniaan fatamorgana. Pada hakekatnya, itulah yang menjadi penyebab keterbelakangan masyarakat Islam selama ratusan tahun bagaikan kehilangan garis juang yang sesungguhnya senantiasa kukuh berada dalam lingkungan mereka sendiri. Mereka terlena dalam menyanjung kemajuan yang pernah dicapai dulu sembari melupakan kewajiban diri tentang juang yang harus berlaku.

Sebagai bahan perbandingan mengenai hadis-hadis palsu tersebut baiklah dikutipkan tulisan Eva Sa'adah termuat dalam Panji Masyarakat No. 64 September 1970 berjudul "Peranan Hadis.-hadis Palsu dalam Menghancurkan Dunia Islam," yang antara lain sebagai berikut:

"... Pada tahun 1875, di kota Beirut berdirilah suatu Gerakan Rahasia yang hendak membawakan aspirasi kebangsaan Arab. Peristiwa ini terjadi lebih kurang dua tahun sebelum dinobatkannya Sultan Abdul Hamid sebagai Sultan Turki. Oleh karena itu, dalam sejarah perjuangan bangsa-bangsa Arab, gerakan ini dikenal sebagai langkah pertama dari usaha yang terorganisir dalam gerakan nasionalisme Arab.
Siapakah pendiri-pendiri gerakan rahasia itu? Dia didirikan oleh lima orang sarjana lulusan Suriah Protestant College di Beirut. Mereka adalah orang-orang Kiristen, bukan orang-orang Islam, tetapi kemudian berhasil menarik sejumlah orang-orang Islam sehingga gerakan tersebut mendapat dukungan dari umat Islam. Sudah pasti yang berhasil mereka bujuk untuk menjadi pengikut gerakan ini adalah orang-orang Islam yang lemah imannya, terutama yang pernah mendapat didikan Barat.
Ketika anggota mereka sudah mencapai 150 orang, pengaruhnya di kalangan umat Islam tampak semakin besar. Dengan mempergunakan semboyan-semboyan kebangsaan yang memakai bahasa Arab, mereka berhasil membangkitkan semangat kebangsaan Arab di kalangan kaum Muslimin di dunia Arab. Disinilah dimulai peranan Western Educated Muslims dalam membantu musuh-musuh Islam. Semboyan yang mereka gunakan untuk membangkitkan semangat kebangsaan Arab berbunyi, "Hubbul wathan minal iman (Cinta kepada tanah air adalah sebahagian dari iman)."
Begitu populernya semboyan'itu hingga di kalangan umat Islam sudah dianggap sebuah hadis yang shahih. Bahkan sampai kini masih banyak orang-orang yang menganggap semboyan itu sebagai hadis Nabi. Dengan semboyan itu, mereka telah berhasil mengubah pendirian Umat Islam terhadap sebagian dari ajaran Islam.
Semboyan Hubbul wathan minal iman itu dijadikan motto oleh majalah Al-Jinan (Taman Sari) sebagai alat dari gerakan politik kebangsaan Arab. Majalah itu bukanlah majalah Islam tetapi dikemudikan oleh orang-orang Kristen Libanon, seperti Buthrus al Bustami dan Hashif al Yaziji. Mereka juga mengekspos semboyan-semboyan lain yang sengaja diselundupkan ke tengah dunia Islam hingga mendukung program-program mereka dengan tidak merasa telah meninggalkan ajaran Islam.

Sebenarnya timbulnya hadis-hadis palsu ini memang telah lama sekali semenjak zaman Khulafaur Rasyidin.

Setelah kaum Yahudi tidak berhasil mengacau umat Islam dari luar, mereka mulai memakai cara baru. Dengan sukarela mereka memeluk Islam, tetapi justru untuk menghancurkan Islam dari dalam. Mereka berhasil merusak potensi Islam. Mereka membuat hadis-hadis palsu untuk menyelundupkan ajaran Israiliyat, ketika mana Ka'bul Akhbar dikenal sebagai tokoh ahli dalam pembuatan hadis-hadis palsu ini. Oleh sebab itu, jumlah hadis-hadis palsu tersebut hampir tidak terhitung lagi.
Seorang ulama bernama Ali al Madiny pernah menerangkan bahwa Muhammad bin Umar al Waqidi telah meriwayatkan 3.000 hadis, yang tidak ada sanadnya, sedangkan, Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis-hadis dalam Kitab tafsir al Kalby dari awal sampai akhirnya adalah dusta. As-Sayuthy mengatakan bahwa hadis-hadis dalam kitab al Arbaien al Wahdaniyah tidak ada satupun hadis Nabi yang sah padanya. Sekalipun ada omongan dan nasihat tetapi sebenarnya Ibnu Wadan telah mencuri hadis-hadis itu dari pemalsunya, yaitu Zaid bin Rifaah.
Cerita dari Alkitab, yaitu Nasrani dan Yahudi, ternyata juga banyak dimasukkan dalam kitab Muhammad bin Ishaq, terutama tentang Maghazy atau peperangan-peperangan. Di samping itu hadis-hadis palsu ini terdapat juga dalam kitab Maudlu'atui Qudlaie, kitab Fadlul Ulama karangan Asy-Syarif al Balkhy. Sedangkan hadis-hadis dalam kitab al-Arus yang dianggap orang sebagai susunan al Imam Fadl la'far Ash-Shadiq tidak dapat dipegang. Demikian sedikit tentang hadis-hadis."

Islam selaku agama logis dengan ketentuan hukum khusus didasarkan atas Firman ALLAH telah berkembang secara wajar puluhan tahun sesudah kematian Nabi Muhammad, tetapi kemudian dia telah dicampuri dengan hadis-hadis palsu hingga tidak lagi sesuai dengan hukum yang diturunkan ALLAH bahkan kadang-kadang bertantangan dengan pemikiran sehat. Sebagai contoh lagi, kita kutipkan pula keterangan Panji Masyarakat No. 179 bulan Juli 1975 mengenai sanggahan para pembaca terhadap perbuatan Prof. Dr. Hamka Ketua Majelis Ulama Indonesia yang meminta ampun kepada tulang-tulang Sultan Alam Bagagar Syah setelah dikubur selama 126 tahun di Mangga Dua Jakarta untuk dipindahkan ke tempat lain. Tentang ini Hamka memberikan jawaban yang antara lain:
" Nabi Muhammad s.a.w. sendiri berkali-kali menunjukkan contoh berpidato kepada tulang-tulang berserakan. Didalam hadis yang shahih ada disebutkan bahwa setelah selesai perang Badar, beliau berpidato pada kaum musyrikin yang telah tewas dalam peperangan Badar itu. Malahan beliau datang sendiri ke kuburan mereka lalu berkata, "Hai penghuni kuburan Qulaib ini. Hai Utbah bin Rabi'ah, Hai Syaibah bin Rabi'ah, Hai Umayyahbin Khalaf, Hai Abu Jahal bin Hisyam, sudahkah kalian temui apa yang dijanjikan Tuhan kalian kepada kalian? Sesungguhnya saya sendiri telah menemui apa-apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku."
Lalu bertanya kaum Muslimin, "Ya Rasul Allah, apakah engkau panggil bangkai-bangkai yang telah busuk ?" Rasul Allah menjawab, "Mereka lebih mendengar apa yang aku serukan itu daripada kamu sendiri. Cuma mereka tidak sanggup menjawab lagi."

Sebelum itu, pada Panji Masyarakat No. 173 bulan April 1975 tentang hal yang sama, Hamka memuatkan tulisannya sebagai berikut:

"Nabi s.a.w. datang terlambat seketika jenazah Abdullah bin Ubay dikuburkan. Beliau dapati mayat sudah mulai akan ditimbun. Lalu beliau suruh keluarkan kembali. Setelah dikeluarkan, beliau dudukkan mayat itu di atas haribaan beliau lalu beliau sembur wajah mayat itu dengan ludahnya yang mulia, lalu beliau suruh pakaikan kemeja beliau sendiri kepada mayat itu. Setelah selesai barulah dikuburkan kembali (Riwayat ini dirawikan oleh Bukhari).
Setiap orang yang mempelajari sejarah Islam tahu bahwa Abdullah bin Ubay itu adalah kepala dari golongan munafik yang selalu merintangi langkah da'wah Nabi sejak Nabi s.a.w. sampai ke Madinah, sampai Abdullah itu mati. Tetapi putra Abdullah bin Ubay ini, yang bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay adalah seorang Mukmin yang ikhlas, sahabat Rasul Allah yang setia. Kematian ayahnya dalam keadaan munafik itu sangat mendukakan hatinya. Dia memohon Rasul Allah memaafkan ayahnya dan memberikan kemeja beliau untuk kafannya."
Hadis Nabi yang dikatakan shahih sebenarnya adalah palsu bahkan mengacau kepercayaan orang-orang Islam, bertantangan dengan ketentuan logis dalam Alquran dan berupa hinaan terhadap Nabi Muhammad serta para pengikutnya.

Hadis berarti perkabaran, maka hadis Nabi adalah perkabaran tentang Nabi Muhammad, baik mengenai bicara pribadi yang pernah beliau ucapkan maupun perbuatan yang pernah beliau lakukan. Dalam buku Ilmu Mushthalah Hadist tulisan Mawardi Muhammad diterbitkan oleh Pustakan Sa'adiyah Bukit Tinggi Sumatera Barat, pada halaman 5 diterangkan bahwa Nabi pernah memberi amanat sewaktu hidupnya dengan mengatakan:

"Ballighu 'annii walau aayatan", .
Artinya: "Sampaikanlah dari aku walaupun, satu ayat” diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar bin ‘Aash.

Tetapi penulis itu memberi komentar menyetujui pendapat Imam Muzhhiri bahwa yang dimaksud dengan amanat itu adalah:
"Sampaikan olehmu akan hadis-hadisku walaupun ia sedikit."
Secara terang amanat itu disalahartikan dan disalahgunakan, setiap orang dapat membuktikannya. Yang harus disampaikan menurut amanat itu bukanlah hadis tetapi Ayat yang tentunya Ayat Suci Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk tuntunan hidup manusia ramai.

Sementara itu pada halaman 8 dari buku tersebut termuat lagi keterangan yang menyatakan bahwa Nabi pernah bersabda sebagai berikut:

"Artinya "Janganlah kamu tuliskan apa-apa yang daripadaku, dan siapa yang menuliskannya daripadaku selain Alquran, hendaklah dia hapus. Dan kabarkan sajalah olehmu apa-apa yang daripadaku itu, hal mana tidaklah menjadi satu dosa. Dan siapa yang melakukan kedustaan terhadapku dengan sengaja, hendaklah dia menempati tempatnya daripada neraka." Sabda ini diriwayatkan oleh Muslim daripada Abu Sa'id Abu Sa'id al-Khudri."

Dengan sabda Nabi di atas ini semakin jelas bahwa amanat pertama tadi menyuruh orang menyampaikan Ayat Alquran secara tertulis dan lisan. Dan apapun selain Alquran tidak boleh disampaikan secara tertulis agar tidak berdosa, tetapi tiada larangan untuk disampaikan secara lisan. Namun penyampaian dengan lisan demikian tentu akan mengandung kesalahan dalam sekian ratus tahun maka hal itu dapat dijadikan fihak musuh Islam untuk sengaja berdusta terhadap Nabi. Walaupun demikian penyampaian hadis-hadis Nabi berbentuk tulisan masih berlaku padahal dilarang oleh Nabi.

Sementara itu dalam buku Ikhtisar Musthalah ul Hadits, tulisan Drs. Fatchur Rahman diterbitkan oleh PT. Al Ma'arif Bandung Jawa Barat, pada halaman 29 tertulis pula sabda Nabi tersebut tetapi berlainan redaksi:

"Artinya "Janganlah kamu tulis sesuatu yang telah kamu terima dari-KU selain Alquran. Barangsiapa menuliskan yang dia terima dari-KU selain Alquran hendaklah ia hapus. Ceritakan saja yang kamu terima dari-KU, tidak mengapa. Barangsiapa yang sengaja berdusta atas nama-KU, maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya di neraka." (Riwayat Muslim). .
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa penyampaian ucapan yang sama telah berlainan redaksinya. Keadaan demikian mengingatkan kita kepada perbedaan redaksi tentang sesuatu kejadian yang berlaku di zaman Isa Almasih termuat dalam The Bible pada St. Matthew, St. Luke, St. Mark,dan St. John. Seterusnya pada halaman 30 dari buku itu tertulis lagi keterangan bahwa di waktu Nabi berpidato, tiba-tiba seorang lelaki dari Yaman bernama Abu Syaf berdiri dan berkata kepada Rasul Allah, ujarnya:

"Artinya: "Ya Rasul Allah, tulislah untukku." Jawab Rasul, "Tulis kamulah sekalian untuknya."

Menurut tatabahasa Arab, susunan kalimat di atas ternyata salah, dan kesalahan begitu tidak mungkin datang dari Nabi, maka inipun jadi suatu pertanda kekeliruan penulisan hadis yang dilarang oleh Nabi sendiri, padahal ucapan yang dikatakan hadis itu adalah satu-satunya pokok dasar bagi para ahli hadis untuk menuliskan segala macam bentuk hadis yang mereka namakan hadis Nabi. Seterusnya dikatakan juga bahwa menurut Abu Abdir Rahman tiada satupun riwayat tentang menuliskan hadis yang lebih sah selain hadis di atas tadi karena Rasul ALLAH dengan tegas memerintahnya.

Tetapi benarkah Nabi menyuruh tuliskan hadis bagi Abu Syaf? Siapakah perawi dan sejumlah sanad yang berhubungan sampai kini untuk saksi bagi kejadian dan ucapan demikian? Kalau kejadian itu benar, bukankah Ayat Alquran yang disuruh tuliskan Nabi? Kalau hadis yang disuruh tuliskan Nabi ketika itu, maka hadis mana pula yang hendak dituliskan padahal Nabi masih hidup? Dan berada di dekat Abu Syaf? Bukankah Nabi pernah melarang orang menuliskan hadis tentang dirinya? Jawabnya: Tidak mungkin Nabi mengubah pendiriannya kemudian jadi pokok kekacauan hukum Islam. Tidak mungkin yang disuruh tuliskan Nabi ketika itu hadis dirinya, kecuali Ayat Alquran yang harus disampaikan kepada semua orang.
Namun pada halaman 8 buku Mawardi Muhammad pertama tadi tercantum pula hal yang mengenai Abu Syaf, tetapi dengan nama Abu Syah, tertulis sebagai berikut:

Artinya "Tulislah untuk Abu Syah.

Dalam soal Abu Syaf atau Abu Syah ini saja sudah terdapat perbedaan begitu pula dalam susunan kalimat yang dituliskan, tetapi memang itulah hanya satu-satunya dasar pokok penulisan buku-buku tentang hadis Nabi yang banyak dilakukan oleh ulama Islam, padahal dilarang Nabi. Untuk mempelajari ribuan hadis yang umumnya saling bertantangan sesamanya begitupun dengan pemikiran wajar, dibutuhkan waktu bertahun-tahun yang sangat melelahkan para siswa mempelajari agama Islam. Ada orang yang mengatakan bahwa hadis itu dilarang Nabi menuliskannya agar tidak tercampur denganAyat-ayat Alquran, tetapi Nabi mengizinkan untuk dituliskan sesudah matinya. Maka kepada orang ini perlu diminta alasan dan catatan tentang izin Nabi tersebut, sementara yang disuruh tulis untuk Abu Syaf adalah Ayat Alquran bukan hadis Nabi.

Penyusunan hadis-hadis Nabi tersebut, menurut catatan sejarah yang dilakukan oleh orang-orang Islam sendiri, juga oleh beberapa kalangan lain seperti H. A. R. Gibs serta J. H. Kramez dalam The Shorter Enclyclopedia of Islam, halaman 118, dinyatakan bahwa pada mulanya dilakukan oleh:

1. Bukhari yang meninggal pada tahun 256 Hijriah atau 870 Masehi.
2. Abu Dawud yang meninggal tahun 275 Hijriah at au 888 Masehi.
3. Masa'i yang meninggal tahun 303 Hijriah atau 915 Masehi.
4. Muslim yang meninggal tahun 261 Hijriah atau 875 Masehi.
5. Tarmuzi yang meninggal tahun 279 Hijriah atau 892 Masehi.
6. Ibnu Majah yang meninggal tahun 279 Hijriah atau 892 Masehi. Dan beberapa orang lain yang kurang dikenal karena hadis-hadis yang ditulisnya kebanyakan hadis dhai'if.

Banyak sekali hadis itu yang palsu atau yang dipalsukan. Yang palsu yaitu hadis-hadis yang penyampaiannya berupa susunan kalimat yang bukan diucapkan Nabi, atau juga yang tidak sesungguhnya tepat dengan perbuatan yang dilakukan Nabi. Sedangkan yang dipalsukan yaitu hadis-hadis yang sengaja disusun orang untuk menghancurkan Islam dan masyarakat Islam sendiri.

Semua penyusun hadis-hadis itu hidup sesudah 200 tahun Nabi Muhammad meninggal dunia, tepat pada permulaan keruntuhan kemenangan yang telah dicapai Arab Muslimin, dan tepat pada zaman pemasukan hadis-hadis palsu dan yang dipalsukan disusun Bani Israil untuk meruntuh masyarakat Islam. Orang dapat memperkirakan betapa susahnya usaha untuk mendapatkan hadis-hadis yang sesungguhnya benar kejadian di zaman Nabi, apalagi mengenai ucapan Nabi sendiri. Jangankan yang 200 tahun lampau, waktu mana berlangsung beberapa generasi, sedangkan yang dua hari berlalu saja sangat sulit diingat dan diulang secara benar menurut sesungguhnya sama pada kata-kata dan kalimat untuk dituliskan, walaupun ucapan itu didengar oleh telinga penulis sendiri.

Namun kebanyakan orang Islam masih memegang Hadis Nabi selaku sumber hukum tanpa mengetahui perawi-perawi hadis-hadis itu yang harusnya sambung bersambung selama 15 abad, sekalipun ALLAH menyatakan sikap demikian selaku kefasikan, kezaliman, dan kekafiran, dan sekalipun mereka sendiri menyadari penyusunan hadis-hadis itu berlaku sesudah 200 tahun kematian Nabi, dan sekalipun mereka menginsafi bahwa Nabi melarang menuliskan tentang dirinya kecuali Ayat Alquran, dan sekalipun mereka meyakini bahwa di antara hadis-hadis ada yang shahih atau benar dan ada pula dha'if atau lemah dan keliru. Padahal ALLAH beberapa kali menyatakan bahwa Alquran sudah cukup sempurna untuk berbagai permasalahan hidup.

Kebanyakan orang Islam masih berpegang kepada hadis-hadis yang dikatakan dari Nabi Muhammad berdasarkan ketentuan Ahlus Sunnah wal Jama'ah: Maka di sini kita bertanya, bahkan juga harus menjadi pertanyaan setiap orang Islam itu: Siapakah anggota Ahlus Sunnah wal Jama'ah tersebut? Siapakah yang mengesahkan pengangkatan masing-masing anggotanya? Siapakah ketua sidang pengesahan dan keputusan itu? Di manakah sidang itu diadakan dan pada tanggal berapa?

Mungkin tidak akan ada seorang juga yang sanggup menjawab pertanyaan di atas ini, dan orang tentunya akan garuk-garuk kepala dalam memperhatikan perkembangan dan pencatatan hadis-hadis yang dikatakan berasal dari Nabi Muhammad. Karenanya tidak adalah alasan untuk dapat mempercayai bahwa catatan tentang Hadis Nabi yang kita temui kini untuk dihayati selaku sumber hukum dalam masyarakat Islam, Tentang ini benarlah pernyataan ALLAH pada Ayat 2/130 bahwa siapa yang membenci ajaran Ibrahim yang tercantum dalam Alquran maka dia termasuk orang-orang yang memperbodoh diri, dan perintah ALLAH pada Ayat 16/123 bahwa Nabi Muhammad harus mengikuti ajaran Ibrahim itu begitu juga semua orang yang mengaku dirinya penganut Islam.

Dalam hal ini kita bukanlah membentuk lalu mengembangkan tradisi baru, agama baru, ataupun Mazhab baru, tetapi mengembalikan alam fikiran umat Islam untuk sama meyakini kebenaran dan kelengkapan hukum dalam Alquran. Kita hanya membukakan kejadian kejadian yang selama beberapa abad diselimuti kekeliruan, sembari mengemukakan data dan dalil tentang kekeliruan pan dangan yang sengaja dimasukkan oleh kalangan anti-Islam ke dalam masyarakat Muslim. Dan kita berusaha dengan segala daya untuk tidak hanya mengingat ketinggian Islam masa lampau, tetapi menjuruskan penghayatan hukum dalam masyarakat kepada ketinggian peradaban manusia beriman menurut janjian ALLAH pada Ayat 3/139.

Janganlah merasa lemah dan jangan duka cita, kamu lebih tinggi jika kamu beriman.

Ketentuan ini harus menjadi batu ujian bagi setiap masyarakat Islam dalam kehidupan di dunia kini. Apakah kita sudah beriman? Maka tentunya kita sudah lebih tinggi dibanding dengan masyarakat lain. Apakah sudah beriman? Maka tentunya orang Islam yang pertama kali mengetahui Bumi ini bulat dan berotasi rnengorbit keliling Surya, tentulah orang Islam yang pertama kali menjejakkan kakinya di permukaan Bulan. Namun kenyataannya bukan demikian, semua penemuan baru sampai akhir abad ke-14 Hijriah dimonopoli oleh orang bukan Islam, dan salah satu sebab ialah karena masyarakat Islam tidak lagi menghukum dengan hukum yang terkandung dalam Alquran tetapi telah terpecah menjadi beberapa mazhab hadis yang sifatnya khilafiyah, berselisihan, bertantangan.

Jadi bagaimana sikap kita mengenai Hadis Nabi? Sikap kita ialah bahwa:

1. Nabi Muhammad selalu berkata dan berbuat sesuai dengan ketentuan hukum dan petunjuk yang terkandung dalam Alquran.

2. Muhammad adalah Nabi terakhir dalam daerah Tatasurya kita ini, maka semua ucapan dan perbuatannya adalah Uswah Hasanah. Teladan yang Baik, bukan hukum. Karena hukum semuanya telah cukup sempurna dalam Alquran.

3. Jika kita mendengar sesuatu tentang hadis Nabi, maka hadis itu salah jika bertantangan dengan Alquran. Dan hadis itu belum tentu berasal dari Nabi sekalipun bersesuaian dengan Alquran, tetapi boleh dipakai, namun bukan dijadikan dasar hukum.

4. Tugas terpenting bagi Muhammad ialah menyampaikan Alquran sembari membimbing masyarakatnya menurut hukum Alquran. Banyak hal ilmiah yang diketahui Nabi, tetapi tidak diterangkan beliau mengingat tingkat peradaban yang berlaku, dan sesuai dengan ketentuan ALLAH, beliau membiarkan pengetahuan manusia kemudiannya berkembang dengan pembukaan yang diizinkan ALLAH.

Sikap kita di atas ini sesuai dengan maksud beberapa Ayat Suci yang sebagian terjemahannya telah dikutipkan, terutama Ayat 39/18. Sementara sikap Nabi pada alinea 4 di atas sesuai dengan maksud Ayat 6/66, 6/67, 38/88 dan beberapa lainnya seperti dimaksudkan di bawah ini:

وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلاً۬ مِّن قَبۡلِكَ وَجَعَلۡنَا
لَهُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَذُرِّيَّةً۬‌ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأۡتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ‌ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ۬ ڪِتَابٌ۬
13/38. Sesungguhnya KAMI mengutus Rasul-rasul sebelum engkau dan KAMI jadikan untuk mereka istri-istri dan keturunan (tanpa kecuali). Tiada bagi Rasul untuk mendatangkan pertanda kecuali dengan izin ALLAH, bagi setiap waktu ada ketetapan.

Dalam masa sekian lama masyarakat Islam kebanyakan cenderung menyatakan hukum agamanya berdasarkan Alquran, Hadis Nabi, Ijma' Ulama, dan Qiyas. Tentang ini kita tertarik untuk mengutipkan keterangan Drs; H. Hasbullah Bakry, S.H., dalam bukunya Lembaga Hukum Islam Bab I yang antara lain sebagai berikut:

"Adapun sebab kedudukan Sunnah Nabi itu tidak disamakan dengan kedudukan Alquran ialah karena dua perkara:

1. Alquran sudah dipastikan berasal daripada Allah sebab Ayat-ayatnya tidak dapat dipalsukan, catatannya terang dan tidak tersembunyi. Bahasanya tidak dapat ditiru oleh semua orang. Sedangkan Sunnah Nabi masih dapat diragukan berasal dari Nabi, sebab pengumpulan catatannya terjadi sesudah zaman Nabi. Sedangkan bahasanya mudah ditiru dan dipalsukan.

2. Maksud Sunnah sendiri sudah terkandung dalam Alquran. Dan kedudukan Sunnah itu adalah sebagai penafsiran dari Alquran dan bukan pengganti atau pengoreksi Alquran.
Pekabaran mengenai Sunnah Nabi dinamakan orang "Hadis" dan hanyalah dapat diketahui dengan hadis-hadis. Karena lafal hadis-hadis itu bahasa Arab biasa lalu dapat dibuat-buat dan dipalsukan. Menurut kenyataan sejarah memang dalam abad-abad pertama perkembangan Islam banyak terjadi pemalsuan Hadis-hadis atau pekabaran hadis-hadis karena tidak tepat atau tersalah dari aslinya lalu timbul dorongan dalam kalangan Ulama Islam untuk menyelidiki manakah hadis-hadis yang sah dan mana yang palsu dan keliru.

Dalam pengumpulan hadis-hadis shahih dipakai ukuran sebagai berikut:

1. Hadis itu isinya tidak bertentangan dengan isi Ayat Alquran, sebab mustahil Nabi menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Alquran.

2. Perawi (orang yang menceritakan hadis itu) haruslah orang yang dapat dipercayai kejujurannya.

3. Rantai riwayat dari satu perawi kepada yang lain haruslah bersambungan, tidak terputus.

4. Tidak ada cela dan cacat lain yang merendahkan nilai lafal atau riwayat hadis itu.

Hadis-hadis yang shahih itu sebagai sumber kedua dari hukum Islam, tugasnya merupakan penafsir atau pengkhusus dari hukum-hukum Alquran yang masih umum, tetapi tidak dapat hadis itu dipakai sebagai penghapus dari hukum-hukum Alquran yang sudah tegas Ayat -ayatnya.

IJMA' Ulama ialah kebulatan pendapat dari Ulama-ulama mujtahid pada suatu masa dalam merumuskan suatu hukum Islam. Bila telah terdapat Ijma' maka haruslah ditaati oleh semua umat Islam, sebab hukum yang dirumuskan ijma' itu telah merupakan hukum syara' yang sanksional. Tetapi ijma' itu sendiri tidak dipandang bila tidak punya sandaran sama sekali pada dalil Ayat Alquran atau dalil Hadis Shahih. Dan ijma' itu bukanlah merupakan dalil yang berdiri sendiri. Alasan bagi Ijma' untuk dapat juga dianggap sebagai sumber hukum ialah Ayat 4/59 yang artinya: "Hai orang-orang Mukmin patuhilah Allah dan patuhilah Rasul dan patuhilah Ulil Amri dari kamu."

Adapun Ulil Amri itu menurut pengertian ialah para Ulama dan orang-orang pemerintah. (Menurut tafsiran modern sekarang Ulil Amri itu termasuk anggota-anggota Parlemen).

QIYAS bila ditinjau dari ilmu logika artinya "mengambil suatu kesimpulan khusus dari dua kesimpulan umum sebelumnya" Tetapi ditinjau dari ilmu Fiqih dari Usul Fiqih artinya ialah "menetapkan suatu hukum terhadap suatu perkara baru yang belum pernah disebutkan hukumnya dengan melihat kepada perkara lama yang sudah ada hukumnya dan bersamaan pada segi alasan dengan perkara baru itu. Dalam ilmu hukum disebut "analogi."
Alasan bahwa Qiyas itu merupakan hukum juga ialah Ayat 59/2 yang artinya: "Maka ambillah i'tibar hai orang-orang yang punya pandang¬an fikiran. Mengambil i'tibar di sini ialah mengambil pelajaran masalah yang telah lalu atau yang telah ada hukumnya."

Sekiranya para Ahli Hukum Islam sudi memperhatikan lebih teliti akan ternyatalah bahwa:

a. Banyak sekali hadis Nabi yang palsu atau dipalsukan. Dan banyak sekali masalah hidup zaman kini tidak ada termuat dalam hadis-hadis yang dikatakan dari Nabi Muhammad. Padahal telah sama diyakini bahwa Nabi tidak pernah bertindak bertantangan dengan hukum Alquran, dan tindakan beliau ialah Uswah Hasanah.

b. Ijma' Ulama haruslah berdasarkan dalil Alquran, dan Hadis Nabi, dan Ijma' itu tidak boleh berdiri sendiri.

c. Maka kini jelaslah bahwa yang dijadikan dasar hukum hanyalah Alquran saja selaku Hukum Pokok dan Qiyas adalah Hukum Tambahan yang juga berdasarkan Ayat Alquran. Itulah sebenarnya yang dimaksud dengan Petunjuk dan Keterangan Petunjuk pada Ayat 2/185 dan itulah juga yang dimaksud dengan Hukum Muhkamat dan Hukum Mutasyabihat termuat pada Ayat 3/7.

Sementara itu perhatikanlah pula perkembangan mazhab-mazhab Fiqih pada Bab II dalam buku Lembaga Hukum Islam tadi, antara lain sebagai berikut:

"Sungguhpun umumnya para Ahli Hukum Islam dapat menerima Ijma' dan Qiyas di samping Alquran dan Sunnah sebagai sumber Hukum Islam, namun tidaklah sama pendapat mereka dalam pemakaian. Juga sebagian golongan Ulama ada yang menambah unsur-unsur lain sebagai sumber hukum Islam. Akibat perbedaan ini lalu kelak menimbulkan perbedaan-perbedaan hukum cabang di kalangan Ulama-ulama Fiqih walaupun dalam hukum-hukum pokok mereka tetap sefaham. Lalu timbullah mazhab-mazhab fiqih, yakni aliran-aliran hukum tertentu yang berbeda pandangan satu sama lain.

Terkenal empat mazhab fiqih yang sering berbeda pendapat menge¬nai soal-soal. yang bukan hukum pokok:

1. Mazhab Hanafi, dikepalai o1eh Abu Hanifah yang meninggal pada tahun 767 Masehi.

2. Mazhab Maliki, dikepalaioleh Imam Malik bin Anas yang meninggal pada tahun 786 Masehi.

3. Mazhab Syafi'i, dikepalai oleh Imam Syafi'i yang meninggal pada tahun 819 Masehi.

4. Mazhab Hanbali, dikepalai oleh Imam Ahmad bin Hanbal yang meninggal pada tahun 855 Masehi.

Keempat Mazhab ini tergolong dalam satu mazhab yang lebih besar dinamakan Mazhab Ahfus Sunnah wal Jama'ah, yaitu golongan mayoritas umat Islam yang mementingkan Sunnah Nabi. Di luar itu ada mazhab lain misalnya Mazhab Syi'ah yang karena sangat memuliakan keturunan Ali bin Abi Thalib, lalu dalam soal-soal pengambilan sandaran fiqih, mereka mementingkan hadis-hadis yang berasal dari keluarga Ali melebihi daripada hadis-hadis lain.

Perbedaan keempat mazhab ini dalam mempergunakan empat unsur sumber hukum Islam ialah sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi lebih mementingkan kedudukan Qiyas daripada Ijma' dan Hadis yang diragukan. Selain empat unsur sebagai sumber hukum Mazhab Hanafi juga mempergunakan sumber kelima dinamakan ISTIHSAN yaitu mengambil mana baiknya. ISTIHSAN ialah mengambil hukum yang lebih praktis walaupun tidak mencukupi syarat-syarat qiyas. Misalnya orang boleh melakukan jual beli ketika benda yang dijual belikan itu sendiri dalam keadaan tidak hadir, yang menurut qiyas tidak boleh, tetapi cara ISTIHSAN hal itu boleh saja. Dengan unsur kelima, ini Mazhab Hanafi dapat menerima adat-adat yang baik dalam masyarakat yang telah disepakati sanksinya oleh masyarakat di suatu tempat.

b. Mazhab Maliki juga memakai unsur kelima dinamakan MASHALIH MURSALAH yaitu kepentingan-kepentingan yang belum disinggung syara’. Dalam prakteknya, apa yang dimaksud dengan MASHALIH MURSALAH itu sama banyak dengan ISTIHSAN pada Mazhab Hanafi. Segala sesuatu yang digunakan kepentingan umum atau menolak penderitaan orang banyak, jika dalilnya belum ada yang langsung dari Alquran dan Hadis, boleh ditetapkan hukumnya dengan jalan MASHALIH MURSALAH ini. Contohnya: Mengatur perjalanan kendaraan umum, larangan memiliki senjata api tanpa izin pemerintah, dan sebagainya.

c. Mazhab Hanbali sangat sedikit mempergunakan Qiyas, lebih mementingkan dalil hadis dha'if, karena itu untuk modernisasi umum, mazhab ini sangat kolot. Tidak heran dari keempat mazhab tadi yang paling sedikit penganutnya ialah Mazhab Hanbali kecuali di Saudi Arabia dan Irak.

d. Mazhab Syafi'i tidak menerima ISTIHSAN dan MASHALIH MURSHALAH sebagai sumber hukum, tetapi menerima Qiyas. Akibatnya mazhab ini lebih kolot daripada Mazhab Hanafi dan Maliki tetapi lebih lancar daripada Mazhab Hanbali.

Penilaian Hukum Islam dibagi orang ke dalam lima macam katagori yaitu Wajib, Sunnat, Mubah, Makruh, dan Haram.

Wajib atau Fardhu ialah segala yang mesti dilakukan orang-orang Islam dewasa dan sehat akal. Bila tidak dilakukan jadi dosa dan bila dilakukan jadi pahala. Wajib itu terbagi dua yaitu Fardhu 'Ain dan Fardhu Kifayah. Fardhu 'Ain ialah segala yang menjadi kewajiban setiap orang seperti melakukan Shalat dan puasa. Fardhu Kifayah ialah kewajiban orang banyak tetapi boleh diselesaikan oleh beberapa orang saja seperti misalnya mengurus penguburan mayat.
Sunnat ialah segala yang berpahala jika dilakukan tetapi-tidak berdosa jika ditinggalkan, misalnya Shalat Tarawih di malam Ramadhan.

Mubah ialah segala yang tidak diwajibkan, tidak dilarang dan tidak dianjurkan. Orang yang melakukannya tidak berpahala dan tidak berdosa. Sebagian besar amal hidup manusia termasuk katagori mubah ini.

Makruh ialah segala yang tidak dilarang tetapi dianggap berpahala meninggalkannya. Segala pekerjaan yang melewati kesederhanaan dianggap makruh.

Haram ialah segala yang dilarang agama, kalau dilakukan berdosa dan kalau ditinggalkan berpahala, misalnya makan daging babi, minum arak, mencuri.
Sejalan dengan menghayati ketentuan hukum yang kita bicarakan maka di bawah ini dikutipkan pula keterangan Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya "Bible, Alquran dan Sains Modern" terjemahan Prof. Dr. H. ,M. Rasjidi, antara lain:

Halaman 17 "Islam mempunyai Hadis, dan Hadis ini dapat disamakan dengan Injil. Hadis adalah kumpulan kata-kata Nabi Muham¬mad serta riwayat tindakan-tindakannya. Injil adalah seperti Hadis dalam soal-soal yang mengenai Nabi Isa. Kumpulan yang pertama dari Hadis ditulis beberapa puluh tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad, sebagaimana Injil ditulis orang sesudah beberapa puluh tahun sesudah Nabi Isa wafat. Keduanya merupakan kesaksian manusia tentang kejadian-kejadian dalam waktu yang sudah lampau. Berlainan dari apa yang dikira oleh orang banyak, Injil empat (Matius, Lukas, Markus, Yahya) dikarang oleh orang-orang yang tidak menyaksikan kejadian-kejadian yang termuat dalam Injil tersebut. Keadaannya sama dengan kumpulan Hadis.

Halaman 19 "... Kumpulan sabda-sabda Nabi (Hadis) yang tidak merupakan teks wahyu Alquran, keadaannya agak berlainan, karena beberapa Hadis tertentu tidak dapat diterima menurut sains. Hadis-hadis semacam itu telah diselidiki menurut prinsip-prinsip Alquran yang menganjurkan pemakaiah-pemakaian fakta dan akal dan sebagai hasil penyelidikan ini, beberapa Hadis telah dinyatakan tidak autentik (tidak benar).

Halaman 365 "Di satu fihak, pernyataan Alquran yang sering kelihatan remeh, tetapi jika diselidiki secara ilmiah dengan hasil-hasil sains modern akan ternyata bahwa pernyataan-pernyataan itu menunjukkan hal-hal yang kemudian dibenarkan oleh sains. Di lain pihak, beberapa pernyataan Hadis yang kelihatannya sesuai dengan cara berpikir pada waktu. itu, tetapi mengandung pernyataan yang sekarang tidak dapat diterima secara ilmiah. Pernyataan tersebut terselip dalam doktrin dan hukum Islam yang semua orang mengang¬gap autentik dan tidak berani mempersoalkannya."
Dan sehubungan pula dengan itu perhatikanlah pula tulisan Waheedziddin Khan dalam bukunya Ai Muslimun Binai Madhi, Hadir Wai Mustaqbai yang terjemahannya termuat dalam Panji Masyarakat No. 271 bulan Mei 1979 yang antara lain menyatakan:

" ... Kebangkitan kembali bagi bangsa-bangsa bukan Islam berarti maju ke depan, sedangkan kebangkitan bagi kita berarti kembali ke belakang kepada zaman Nabi. Sekolah-sekolah yang didirikan di semua dunia Islam pada umumnya berdasarkan ini. Sekolah-sekolah yang tumbuh dengan subur itu bertujuan mendidik generasi muda tahu berbahasa Arab dan ilmu pengetahuan agama. Diharapkan sekurang-kurangnya dalam berpikir mereka dapat kembali kepada zaman Nabi. Pendiri sekolah-sekolah ini berharap agar alumni yang mereka cetak dapat bertahan berhadapan dengan gelombang masa. Tokoh-tokoh pendidikan agama kurang memahami bahwa pendidik¬an agama bukan hanya terbatas pada pengajaran bahasa Arab dan ilmu agama, tetapi juga ikut menempatkan Islam pada posisi yang mantap dalam pola berpikir modern. Generasi yang dididik pada sekolah-sekolah agama biasanya menerima pendidikan Islam tradisional. Islam yang mereka pelajari tidak tinggal mantap di benak mereka. Mereka tidak dapat melihat Islam setaraf dengan pola pemikiran modern. Islam yang mereka pelajari tidak lebih daripada pelengkap dan sampingan, bukan sebagai santapan otak. Landasan berpikir semacam ini tentu saja tidak dapat bertahan berhadapan dengan arus berpikir modern."

Penyelesaian mengenai masalah menghayati hukum dalam masyarakat Islam, untuk seperlunya telah dikemukakan pada permulaan bab ini, namun akan dilengkapi pada bab-bab selanjutnya terutama dalam hal-hal yang menyangkut dengan Manusia dan Masyarakatnya.

إِنَّكَ لَا تَہۡدِى مَنۡ أَحۡبَبۡتَ
وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَہۡدِى مَن يَشَآءُ‌ۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
28/56. Bahwa engkau tidak dapat memberi pertunjuk orang yang engkau sukai, akan tetapi Allah hanya yang memberi pertunjuk pada orang yang DlA kehendaki dan DlA lebih mengetahui orang-orang yang diberi pertunjuk.

Sehubungan dengan Hadis Nabi yang telah kita perbincangkan, maka di bawah ini diberikutkan maksud ayat-ayat suci selaku dasar hukum yang harus terlaksana di antara masyarakat manusia. Muhammad sendiri tidak pernah keluar dari dasar hukum itu sewaktu berbicara dan bertindak dalam masa kenabiannya :

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ
يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ
وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى
ٱلطَّـٰغُوتِ وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦ وَيُرِيدُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ أَن يُضِلَّهُمۡ ضَلَـٰلاَۢ بَعِيدً۬ا
4/60. Apa tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang mengajarkan bahwa mereka beriman pada apa yang diturunkan kepada engkau dan pada apa yang diturunkan sebelum engkau ? Mereka ingin mencari hukum kepada thaguut, dan sungguh mereka diperintah agar kafir padanya. Dan setan itu ingin menyesatkan mereka pada kesesatan yang jauh.

وَيَقُولُونَ طَاعَةٌ۬ فَإِذَا بَرَزُواْ
مِنۡ عِندِكَ بَيَّتَ طَآٮِٕفَةٌ۬ مِّنۡہُمۡ غَيۡرَ ٱلَّذِى
تَقُولُ‌ۖ وَٱللَّهُ يَكۡتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ‌ۖ فَأَعۡرِضۡ عَنۡہُمۡ وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلاً
4/81. Dan mereka berkata (kami datam kepatuhan) "tha'ah", maka ketika mereka menghindar dari sisi engkau, sebahagian dari mereka menyampaikan yang tidak engkau katakan. Dan Allah menuliskan apa yang mereka sampaikan itu, maka berpalinglah dari mereka dan berserah dirilah pada Allah dan cukuplah Allah jadi penjaga.

يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱلنَّاسِ
وَلَا يَسۡتَخۡفُونَ مِنَ ٱللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمۡ
إِذۡ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرۡضَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطًا
4/108. Mereka bersembunyi dari manusia dan tidak bersembunyi dari Allah padahal DlA bersama mereka ketika mereka menyampaikan apa yang tidak DlA redhai dari perkataan itu, dan Allah menguasai apa-apa yang mereka perbuat.

وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَہُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ
عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَ‌ۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا
يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَہُم بِبَعۡضِ ذُنُوبِہِمۡ‌ۗ وَإِنَّ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَـٰسِقُونَ
5/49. Dan hukumlah di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan, dan janganlah ikuti keserakahan mereka dan awasilah mereka ,yang akan menfitnah engkau tentang setengah yang Allah turunkan kepada engkau, jika mereka berpaling maka ketahuilah bahwa Allah ingin mengenai mereka dengan setengah dosa mereka, dan bahwa kebanyakan dari manusia itu adalah orang-orang fasik.

قَدۡ نَعۡلَمُ إِنَّهُ ۥ لَيَحۡزُنُكَ ٱلَّذِى
يَقُولُونَ‌ۖ فَإِنَّہُمۡ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَـٰكِنَّ ٱلظَّـٰلِمِينَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ يَجۡحَدُونَ
6/33. Sungguh Kami mengetahui bahwa akan mendukacitakan engkau apa yang mereka katakan padahal mereka itu tidak mendustakan engkau, akan tetapi orang-orang zalimlah yang menantang pada ayat-ayat Allah.

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَہُمۡ وَكَانُواْ شِيَعً۬ا
لَّسۡتَ مِنۡہُمۡ فِى شَىۡءٍ‌ۚ إِنَّمَآ أَمۡرُهُمۡ إِلَى ٱللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُہُم بِمَا كَانُواْ يَفۡعَلُونَ
6/159. Bahwa orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan berada dalam bergolong-golongan, tidaklah engkau dari mereka tentang sesuatu juga. Bahwa urusan mereka itu kepada Allah kemudian DIA akan mengabarkan pada mereka apa-apa yang mereka perbuat.

وَكُلَّ إِنسَـٰنٍ أَلۡزَمۡنَـٰهُ طَـٰٓٮِٕ
رَهُ ۥ فِى عُنُقِهِۦ‌ۖ وَنُخۡرِجُ لَهُ ۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ ڪِتَـٰبً۬ا يَلۡقَٮٰهُ مَنشُورًا
17/13. Dan sungguh hampir saja mereka memfitnah engkau tentang yang Kami wahyukan kepada engkau agar engkau mengada-ada selain dia (Alquran) atas Kami, dan ketika itu mereka ambillah engkau selaku pengatur.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن
قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ۬ وَلَا نَبِىٍّ
إِلَّآ إِذَا تَمَنَّىٰٓ أَلۡقَى ٱلشَّيۡطَـٰنُ فِىٓ أُمۡنِيَّتِهِۦ
فَيَنسَخُ ٱللَّهُ مَا يُلۡقِى ٱلشَّيۡطَـٰنُ ثُمَّ يُحۡڪِمُ ٱللَّهُ ءَايَـٰتِهِۦ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ۬
22/52. Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau seorang Rasul begitupun Nabi kecuali ketika dia telah berlalu (meninggal) datanglah setan pada amanat-amanatnya, lalu Allah melenyapkan apa yang didatangkan setan itu kemudian Allah memberi hukum dengan ayat-ayatNYA dan Allah itu Tahu dan Bijaksana.

ٱللَّهُ نَزَّلَ أَحۡسَنَ ٱلۡحَدِيثِ
كِتَـٰبً۬ا مُّتَشَـٰبِهً۬ا مَّثَانِىَ تَقۡشَعِرُّ مِنۡهُ
جُلُودُ ٱلَّذِينَ يَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمۡ وَقُلُوبُهُمۡ إِلَىٰ
ذِكۡرِ ٱللَّهِ‌ۚ ذَٲلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَہۡدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ‌ۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُ ۥ مِنۡ هَادٍ
39/23. Allah menurunkan Hadis yang lebih baik selaku Kitab mengandung ayat Mutasyahat berulang-ulang yang menegakkan bulu roma pada kulit orang-orang yang takut pada Tuhannya, kemudian kulit mereka jadi lembut begitupun hati mereka pada memikirkan Allah. Itulah pertunjuk Allah DIA beri pertunjuk dengannya orang yang DIA kehendaki, dan siapa yang Allah sesatkan maka tiadalah baginya pemertunjuk.

ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ‌ۚ
لَيَجۡمَعَنَّكُمۡ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَـٰمَةِ لَا رَيۡبَ فِيهِ‌ۗ وَمَنۡ أَصۡدَقُ مِنَ ٱللَّهِ حَدِيثً۬ا
4/87. Allah itu tiada tuhan selain DIA. Akan DIA kumpulkan kamu pada Hari Kiamat yang tiada keraguan padanya. Dan siapa lagi yang lebih benar daripada Allah tentang Hadis ?

وَٱتَّبِعُوٓاْ أَحۡسَنَ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم
مِّن رَّبِّڪُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَڪُمُ ٱلۡعَذَابُ بَغۡتَةً۬ وَأَنتُمۡ لَا تَشۡعُرُونَ
39/55. Dan ikutlah yang lebih baik (menurut penilaian diri) dari apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum siksaan datang padamu secara mendadak dan kamu tidak menyadari.

مَّا يُقَالُ لَكَ إِلَّا مَا قَدۡ
قِيلَ لِلرُّسُلِ مِن قَبۡلِكَ‌ۚ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغۡفِرَةٍ۬ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ۬
41/43. Tidaklah dikatakan untukmu (oleh masyarakat) kecuali apa-apa yang dikatakan untuk Rasul-rasul sebelum engkau. Bahwa Tuhanmu adalah pemilik keampunan dan pemilik balasan yang pedih.

تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱللَّهِ نَتۡلُوهَا عَلَيۡكَ بِٱلۡحَقِّ‌ۖ فَبِأَىِّ حَدِيثِۭ بَعۡدَ ٱللَّهِ وَءَايَـٰتِهِۦ يُؤۡمِنُونَ
45/6. Itulah ayat-ayat Allah yang Kami analisakan atasmu dengan hal yang logis maka pada Hadis mana lagi mereka beriman sesudah Allah dan ayat-ayatNYA itu ?

أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُہُمۡ لِذِ
ڪۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ
أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡہِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُہُمۡ‌ۖ وَكَثِيرٌ۬ مِّنۡہُمۡ فَـٰسِقُونَ
57/16. Apakah tidak kini waktunya bagi orang-orang yang beriman itu berbuat agar hatinya tenang untuk memikirkan Allah dan apa yang DIA turunkan dari hal yang logis dan mereka tidak jadi seperti orang-orang yang didatangkan Kitab dulunya ? Telah panjang jangka waktu atas mereka maka keraslah hati mereka dan kebanyakan dari mereka itu orang-orang fasik.

إِنَّهُ ۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ۬ كَرِيمٍ۬
69/40. Bahwa dia (Alquran itu) adalah perkataan Rasul yang mulia. Dan tidaklah dia perkataan penyair, amat sedikit apa-apa yang kamu imani.

إِنَّهُ ۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ۬ كَرِيمٍ۬
(١٩) ذِى قُوَّةٍ عِندَ ذِى ٱلۡعَرۡشِ مَكِينٍ۬ (٢٠) مُّطَاعٍ۬ ثَمَّ أَمِينٍ۬
81/19. Bahwa dia (Alquran itu) adalah perkataan Rasul yang mulia. Yang memiliki kekuatan pada (Allah) yang memiliki semesta yang kukuh. (Jika Alquran itu) dipatuhi di sanalah adanya tempat yang aman


G A I B

Istilah "GAIB" sering disalah pakaikan orang dalam pembicaraan umum, banyak hal yang abstrak dikatakan gaib seperti jin dan malaikat. Kalau kita memperhatikan ayat-ayat Alquran akan kita dapati pengertian adanya yang Nyata, Tersembunyi dan Gaib. Ketiganya berbeda pada wujud dan keadaan, dengan istilah lain dapat kita sebutkan dengan Konkrit, Abstrak dan Gaib. Yang Konkrit adalah wujud nyata dengan segala macam keadaannya. Yang Abstrak adalah wujud tersembunyi dari pancaindera tapi dapat dicapai oleh pemikiran. Sedangkan yang Gaib adalah Allah dan roh dengan keadaannya serta peristiwa pada masa yang jauh yang tak teranalisakan, dia hanya diketahui oleh Allah sendiri, tidak diketahui oleh malaikat, jin atau para Nabi :

وَعِندَهُ ۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ
لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَ‌ۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِى ٱلۡبَرِّ
وَٱلۡبَحۡرِ‌ۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا
حَبَّةٍ۬ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٍ۬ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍ۬ مُّبِينٍ۬
6/59. Dan padaNYAlah kunci kegaiban yang tidak diketahui kecuali oleh DIA. Dan DIA mengetahui apa-apa yang di daratan dan yang di lautan dan tiada sehelai daun yang jatuh kecuali DIA ketahui; Dan tiada suatu biji dalam kegelapan Bumi dan tiada yang basah begitupun yang kering kecuali ada pada ketetapan nyata (daripadaNYA)

قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِى
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُ‌ۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ
27/65. Katakanlah, tidak siapapun di planet-planet dan di Bumi ini yang mengetahui hal yang gaib kecuali Allah, dan tidaklah mereka menyadari bila mereka akan dibangkit.

Tetapi ayat 72/26 dan 72/27 menerangkan bahwa di antara peristiwa gaib, yaitu kejadian yang telah lama berlaku atau yang akan berlaku nantinya di kemudian hari, ada yang disampaikan kepada Rasul. Hal in! dibuktikan oleh maksud ayat :

تِلۡكَ مِنۡ أَنۢبَآءِ
ٱلۡغَيۡبِ نُوحِيہَآ إِلَيۡكَ‌ۖ مَا كُنتَ
تَعۡلَمُهَآ أَنتَ وَلَا قَوۡمُكَ مِن قَبۡلِ هَـٰذَا‌ۖ فَٱصۡبِرۡ‌ۖ إِنَّ ٱلۡعَـٰقِبَةَ لِلۡمُتَّقِينَ
11/49. (Peristiwa Noah) itu adalah dari perkabaran-perkabaran gaib yang Kami wahyukan kepada engkau, tidaklah engkau mengetahuinya begitupun kaummu sebelum (Alquran) ini, maka tabahlah bahwa akibat (baik) adalah untuk para muttaqien.

Ayat-ayat Suci di atas ini membuktikan bahwa yang mengetahui hal gaib hanyalah Allah sendiri. Muhammad dan Nabi lainnya tidaklah mengetahui kegaiban kecuali yang diwahyukan Allah sebagai Ayat Suci. Khusus mengenai diri Muhammad selaku Nabi, di bawah ini kita kutipkan maksud ayat Alquran yang menyangkut dengan kegaiban:

قُل لَّآ أَقُولُ لَكُمۡ
عِندِى خَزَآٮِٕنُ ٱللَّهِ
وَلَآ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ وَلَآ أَقُولُ
لَكُمۡ إِنِّى مَلَكٌ‌ۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ
إِلَىَّ‌ۚ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِى ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُ‌ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
6/50. Katakanlah (Muhammad), tidak aku katakan padamu bahwa bagiku ada perbendaharaan Allah, dan tidaklah aku mengetahui hal gaib, dan tidaklah aku katakan padamu bahwa aku ini berkuasa, bahwa yang aku ikut hanyalah apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, apakah sama orang yang buta dan yang melihat, apa tidakkah kamu pikirkan ?

قُل لَّآ أَمۡلِكُ
لِنَفۡسِى نَفۡعً۬ا
وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ‌ۚ
وَلَوۡ كُنتُ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ لَٱسۡتَڪۡثَرۡتُ
مِنَ ٱلۡخَيۡرِ وَمَا مَسَّنِىَ ٱلسُّوٓءُ‌ۚ إِنۡ أَنَا۟ إِلَّا نَذِيرٌ۬ وَبَشِيرٌ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يُؤۡمِنُونَ
7/188. Katakanlah (Muhammad), tidaklah aku memiliki manfaat untuk diriku begitupun yang membahayakan kecuali apa yang Allah kehendaki. Dan kalau aku mengetahui hal gaib tentulah aku memperbanyak hal yang baik dan tidaklah kejahatan menyentuh diriku. Bahwa aku ini hanyalah pemberi ingat dan pemberi kabar gembira untuk kaum yang beriman.

Alquran juga menjelaskan bahwa malaikat pun tidak mengetahui hal yang gaib dan ini dapat disimpulkan dari maksud ayat:

قَالَ يَـٰٓـَٔادَمُ
أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآٮِٕہِمۡ‌ۖ
فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآٮِٕہِمۡ
قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّىٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ
2/33. DIA katakan: hai Adam, kabarkanlah pada mereka (malaikat)itu nama-nama semua barang, maka ketika dia kabarkan pada mereka nama-nama semua barang berkatalah DIA: tidakkah AKU katakan padamu bahwa AKU mengetahui kegaiban planet-planet dan Bumi dan AKU mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.

Alquran juga memberitakan betapa jin tidak mengetahui hal gaib dan ini dibuktikan pada zaman Sulaiman waktu mana jin diperintah dengan siksaan oleh Nabi itu menurut izin Allah. Ketika Sulaiman meninggal dunia dalam keadaan berdiri, tidak seorangpun yang tahu hingga berlangsung beberapa lama sampai pada waktu hama memakan tongkat yang menopang dirinya. Jasad yang tak berjiwa itu rubuh, maka barulah para jin dapat mengetahui kematian Sulaiman. Ccrita ini tercantum pada ayat yang maksudnya :

34/14. Maka ketika Kami laksanakan kematian atasnya (Sulaiman), tiada yang menerangkan pada mereka atas kematiannya itu kecuali dabbah Bumi yang memakan tongkatnya, maka ketika dia jatuh, teranglah pada jin-jin itu bahwa kalau mereka mengetahui hal gaib tidaklah mereka tinggal dalam siksaan hina itu.

Dengan keterangan di atas yang kita anggap telah mencakup berbagai keadaan tentang hal gaib, dapatlah diketahui bahwa malaikat, jin dan para Nabi tidaklah mengetahui hal yang gaib kecuali yang diwahyukan Allah dalam Kitab SuciNYA.

Tidak ada komentar: