Islam di Padjajaran
Sejarah Islam di
Padjajaran. Karena belum pernah ada sebelumnya seminar yang membahas hal
tersebut secara spesifik. Alhasil, masyarakat lebih percaya kepada Mitos dan
Cerita Legenda bahwa yang menyebarkan Islam untuk pertama kalinya di Tatar
Sunda adalah Prabu Walang Sungsang, anak dari Sri Baduga Maharaja Prabu
Siliwangi, padahal Islam telah diterima di tanah Sunda puluhan tahun lebih
awal.
Berbicara mengenai
Sejak Kapan dan Siapa Tokoh yang mengembangkan Ajaran Rasullulah Muhammad di
Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran tentunya tidak akan tuntas dalam sehari, namun
Abah Eman berusaha menyampaikan sejarah tersebut dengan ringkas dan menarik
antusias hadirin yang datang. Diakui oleh Budayawan Sunda Abah Eman Sulaeman
bahwa untuk mendapatkan kajian keterangan yang otentik tentang Sejarah suatu
daerah, tidak dapat hanya menggali dari opini masyarakatnya atau kirata (kira-kira nyata).
Sejarah Sunda, seperti
uraian perjalanan sejarah Kerajaan Pakuan Padjajaran khususnya,telah berbaur
dengan berbagai bentuk cerita dan pendapat yang kirata, seperti Cerita Rakyat, Legenda, Cerita
Pantun, Wawacan, Dongeng, yang semuanya memiliki Pesona Cerita atau
Penggambaran Konotatif yang tentunya tidak sebenarnya terjadi dan perlu
diterjemahkan kembali makna kejadian sebenarnya yang hendak disampaikan si
pengarang cerita agar memiliki bobot, setidaknya secara otentik dapat diterima.
Perjalanan panjang
sejarah Islam di Padjajaran tidak terlepas dengan Sistem Agama dan Pemerintahan
yang berlaku sebelumnya. Kerajaan Sunda Pakuan Padjajaran merupakan kerajaan
paling berpengaruh di tanah Sunda kala Agama Islam masuk ke Nusantara. Mengacu
kepada Prasasti Batutulis, Kabantenan, dan Kawali, Kerajaan Tarumanagara
sebagai penguasa Tatar Sunda sebelumnya mengalami kemunduran di akhir abad ke-7
M. Inilah yang mengakibatkan lahirnya kerajaan-kerajaan kecil yang memisahkan
diri dari Tarumanagara, yaitu Kerajaan Kuningan, Galuh, dan Sunda.
Kerajaan Sunda
didirikan sejak tahun 669 Masehi oleh Maharaja Tarusbawa dan pada saat
diwastunya Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu
Dewata atau Ratu Dewataprana, atau Pamanahrasa, yang lebih dikenal sebagai Sri
Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, kerajaan-kerajaan kecil tersebut menyatu
menjadi satu pemerintahan Kerajaan Sunda Pakuan Padjajaran yang beribukota di
Bogor.
"..Prasasti Batutulis.." bukti kebesaran Prabu
Siliwangi
39 tahun lamanya masa
pemerintahan Prabu Siliwangi (1482 – 1521), dan selama itu Kerajaan Sunda
Pakuan Padjajaran memiliki 6 buah Pelabuhan, yaitu Banteun, Pontang, Cigeude,
Tangerang, Kalapa, dan Cimanuk. Sistem kerajaan Agraris-Maritim yang diterapkan
pada masa itu menyebabkan kemajuan pesat di bidang Perdagangan Internasional.
Lembaga pengajaran
keagaamaan ada dua yaitu Kabuyutan dan Kapendetaan. Ditetapkan pula lahan-lahan
khusus yang disebut Lemah Larangan, Jayagiri, dan Nusa Sembada. Lemah Larangan
adalah tempat pengajaran Keagamaan tapi keamanannya langsung di bawah tanggung
jawab Raja. Oleh Prabu Siliwangi, Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga
tidak pernah kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin atau
isu-isu yang mengoncangkan kewibawaan kerajaan. Senang sejahtera di utara,
barat dan timur.
Dalam masa itu,
dikenal kepercayaan sinkretisme Syiwa, Budha, dan Sunda Wiwitan sebagai
kepercayaan yang dominan di masyarakat Sunda. Prabu Siliwangi pada Tahun 1337 M
di Sunda Sembawa, selain membangun kabuyutan juga mendirikan Binayapanti,
tempat para wiku serta putra-putri raja dan petinggi kerajaan mempelajari ilmu
Sanghiyang Siksa (perundangan), Sanghiyang Darma (kepemimpinan), dan Jati Sunda
(kepribadian bangsa serta etika moral).
Kemudian Sang Maharaja
membangun Gugunungan dekat Bukit Samaya sebagai tempat penyelenggaraan upacara
keagamaan. Gugunungan itu adalah Bukit Badigul, dan Bukit Samaya adalah gunung
Gadung (Samaya=Gadung), kedua lokasi tersebut kini berada di daerah Rancamaya
Bogor. Bukit Badigul menjadi tempat perabuan raja-raja Sunda Pakuan Padjajaran,
Bukit Badigul menjadi tempat perabuan Prabu Siliwangi pada akhir hayatnya (di
sinilah nilai khusus Rancamaya). Mengingat kebesaran nama Siliwangi dan
ketaatan beliau pada ajaran leluhur, maka Prabu Siliwangi adalah sosok pemimpin
yang memiliki etika moral yang tinggi. Etika moral Jati Sunda yang dijiwai oleh
etnis Sunda selama ratusan tahun sebelumnya menjadikan etnis Sunda sebagai
etnis yang jujur, terbuka, dan cinta damai.
Budayawan Sunda Eman
Sulaeman membuka tabir masuknya Islam ke Padjajaran, tidaklah melalui
peperangan, seperti paham sebagian mitos yang tersebar. Adalah salah bahwa
Penyerbuan Pasukan Cirebon, Demak, dan Bantenlah awal masuknya Islam ke
Padjajaran. Atau legenda tentang pengejaran Walang Sungsang (Kian Santang) yang
ingin mengislamkan ayahandanya, Prabu Siliwangi.
Agama Islam masuk ke
Tatar Pasundan diperkirakan pada abad ke-13, Islam masuk ke Tatar Pasundan
diterima dengan terbuka oleh Prabu Siliwangi. Beliau merestui Agama Islam
berkembang di Padjajaran dan mengizinkan bagi masyarakat Padjajaran yang
meyakininya untuk menganut ajaran Islam. Ajaran baru tersebut masuk pertama
kalinya ke Tatar Sunda oleh Ki Brata Legawa seorang Pangeran Kerajaan Sunda
Galuh yang kaya raya dan berprofesi sebagai saudagar. Yang mana beliau telah
melakukan banyak perjalanan ke Mancanegara di antaranya adalah : Maladewa,
India,sampai akhirnya Tanah Suci Mekkah. Sebutan terkenalnya untuk sawaka Sunda
saat itu adalah Haji Purwa Galuh. Selain berdakwah Ki Brata Legawa juga sering
menyedekahkan hartanya sehingga menarik simpati masyarakat. Keturunan Ki Brata
Legawa salah satunya adalah Syekh Quro yang mendirikan pesantren di Karawang
pada abad ke 15 M, pesantren yang mengajarkan dasar-dasar Islam serta ilmu Al-Quran.
Nyatalah bahwa
masuknya Islam ke Tatar Pasundan tidak dengan kekerasan. Selain itu pula, salah
satu tonggak sejarah bagi Islam di Tanah Pasundan adalah saat Prabu Siliwangi
memperistri Subang Larang yang beragama Islam, putri dari Ki Gedeng Tapa, juga
santri dari Pesantren Syekh Quro, sebagai Ratu Padjajaran. Dari Permasuri
Subanglarang lahirlah Walang Sungsang, Raja Sangara, dan Rara Santang. Walang
Sungsang sendiri pada akhirnya menjadi mubaligh dan memimpin kadatuan di Cirebon.
Menurut pemaparan
Budayawan Sunda Ajaran Islam tidaklah mengakibatkan kemunduran kejayaan
Padjajaran pada masa itu. Bahkan kerajaan Padjajaran sempat pula menjalin
hubungan bilateral dengan bangsa Portugis dibidang politik, ekonomi, dan
pertahanan pada tahun 1521 dengan Surawisesa (Putra Prabu Siliwangi dari
Permaisuri Kentringmanik) yang oleh Portugis disebut Ratu Samiam (Ratu
Sanghiyang). Yang memperkuat kedaulatan Kerajaan Sunda Pakuan Padjajaran secara
Internasional.Demikian pentingnyalah Sejarah Islam digali dan dipelajari oleh
para mubaligh, umat muslim masa kini.
sejarah perkembangan
Islam. Napak tilas diadakan untuk meredam isu keberadaan Islam radikal yang
makin marak. NU ingin meluruskan itu semua, agar masyarakat kembali ke ajaran
Islam yang diterima dan diyakini para orangtua dahulu, yaitu Ajaran Islam yang
Menghargai BUDAYA LOKAL dengan tanpa meninggalkan inti ajaran Islam itu
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar